Terulang Lagi

Drama Series 6599

Setiap kali dimanapun kami berada terasa sungguh bahwa kami sedang diawasi. Oleh siapa dan kenapa itu yang tidak kami tahu. Sebagai orang tua dengan empat orang balita kami jadi memasang kewaspadaan. kami tidak ingin ada sesuatu yang buruk menimpa anak-anak kami.

"Mas?" kataku pada suamiku.

"Ya sayang aku tahu. Bismillah saja ya semoga kita terhindar dari mara bahaya apapun", ucap Mas Al.

Aku mengangguk dengan was-was. Firasatku sungguh buruk tentang hal ini. Mungkin karena aku melihat Ustadz Zaki di restoran tadi selain itu ada Aisyah mantan pacar Mas Al. Sepertinya akan ada badai yang akan datang dalam bahtera rumah tanggaku dan Mas Al.

Aku telah berkomitmen untuk tetap disisi Mas Al. Aku akan mempercayai suamiku seratus persen. Dia telah membuktikan cintanya kepadaku. Giliranku untuk membuktikan kesetiaanku padanya. Apapun yang terjadi aku akan ada disisinya. Kami akan memperjuangkan cinta kami bersama sekaligus melindungi buah hati kami baik yang di dalam rahimku ataupun yang telah lahir terlebih dahulu.

Kali ini kami tidak akan mengalah pada para manusia murahan itu. Akan kami tunjukkan ikatan suci diantara kami. Bukti bahwa aku adalah jodoh Mas Al dan Mas Al adalah jodohku. Apapun yang akan mereka lakukan itu akan sia-sia belaka karena kami berlindung dibawah kekuasaan Allah SWT. Raja dari segala raja yang menguasai seluruh jagat raya beserta isinya baik yang terlihat maupun tidak. Baik yang nampak ataupun yang berada dalam hati manusia.

Dengan langkah mantap aku berjalan disisi suamiku tidak memperdulikan apa kata orang lagi. Aku nyonya Aldrik bukan mereka. suamiku milikku seorang tidak ada satu wanita pun yang boleh mengambilnya dariku. Aku telah banyak belajar tentang kehormatan dan hakku sebagai istri. Mempertahankan suamiku dari godaan para pelacur itulah yang diinginkan Mas Al dariku.

Banyak mata yang melihat saat kami berjalan. Mata-mata wanita nakal dan juga murahan yang terkagum melihat sosok suamiku. Dalam hati aku merasa jengkel. Mereka sungguh membuatku jijik karena terlahir sejenis dengan mereka.

"Sayang jangan melamun! Sini yuk main pasir sama anak-anak!" kata Mas Al menyadarkan aku dari lamunan tidak berarti.

Aku tersenyum dan menerima uluran tangan Mas Al. Anak-anak membuat istana pasir yang berulang kali hancur tersapu oleh ombak lautan. Mereka berempat hampir menangis karenanya. Untung Mas Al peka terhadap perubahan mood anak-anak. Dia membujuk anak-anak untuk membeli es kelapa muda saja ketimbang terus membuat istana yang tidak pernah berdiri.

"Aahhh capek Papa. Haus...." kata Mas Al mencoba mengalihkan perhatian anak-anak.

"Papa capek? Aus? Mau mimik?" tanya Vian.

"Ya ni Mas Vian. Papa mau mimik yang seger terus dingin. Huu sedap..." ucap Mas Al merayu.

"Es cim Pa", kata Raja.

Anak bungsuku itu memang suka sekali dengan es krim apa lagi es krim yang dijual oleh Starbucks. Dia akan merengek jika tidak dibelikan setiap kami ada kesempatan ke Starbucks. Sebagai Papa yang baik dan perhatian Mas Al mengajak kami sekeluarga untuk pergi membeli es krim dan sudahan bermain di pantai.

"Beli es krim yuk! Mainnya sudah ya!" bujuk Mas Al.

Keempat jagoan kami mengangguk kegirangan. Seluruh tubuh mereka yang terkena pasir aku dan Mas Al bersihkan. Mereka melompat ke arah Papanya. Dalam hangatnya buaian Papanya anak-anak ku tersenyum. Kami menjalani hari dengan tawa keceriaan.

Makan, bermain juga membeli es krim. Jalan-jalan disepanjang pulau Dewata sebagai keluarga adalah kebahagiaan terbesar bagiku dan Mas Al. Aku dan keluarga kembali saat mentari mulai redup pijarnya dan jagoan kecil kami telah terlelap karena kelelahan.

"Assalamualaikum", sapa seseorang.

Aku mengenalnya dengan baik. Dia Rara. Dia salah satu teman asramaku dulu di pesantren. Jadi kangen masa-masa indah itu tapi sebaiknya tidak ku katakan pada suamiku. Dia memiliki trauma pada pesantrenku akibat ulah Ustadz Zaki dan istri-istrinya.

"Waalaikum salam", sahutku dan suamiku.

"Afwan ukhti ana dimintai tolong oleh Ustadzah Fara untuk memanggil ukhti", kata Rara padaku.

"Untuk apa ya Mbak? Istri saya bukan santriwati di pesantren kalian lagi", tanya suamiku.

Terlihat jelas ada amarah dan kekhawatiran dalam kalimatnya.

"Afwan ana tidak tahu menahu soal itu. Ana hanya diminta tolong menyampaikan hal itu saja", jawab Rara.

Rara pun undur diri setelah menyampaikan pesan tersebut. Mas Al terlihat tegang. Raut wajahnya terpancar kewaspadaan. Dia melarangku memenuhi panggilan itu. Aku mengangguk mengiyakan permintaannya. Dalam hati aku pun punya firasat tidak baik akan hal itu.

Terdengar kegaduhan yang luar biasa dari luar kamar. Banyak mulut memberi argumen. Ada sesuatu yang tengah terjadi yang membuat semua orang ikut andil dalam berspekulasi. Kira-kira apa yang sedang terjadi?

"Mas ada apa ya di luar?" tanyaku penasaran.

Mas Al keluar untuk mencari tahu dan aku pun mengikutinya. Aku penasaran dengan apa yang sedang terjadi. Semua mata memandang ke arah kami saat aku dan suamiku tiba di tempat kejadian.

Di hadapanku saat ini berdiri Ustadzah Hana sedang memaki suaminya sendiri. Tiba-tiba saat beliau menyadari kehadiranku beliau menunjuk ke arahku. Beliau berteriak di depan semua orang.

"Dia. Dia yang Abi inginkan datang kan? Lalu apa? Abi ingin melecehkannya supaya apa? Supaya seolah-olah Abi dan dia sudah sering melakukannya dan mungkin anaknya itu darah daging Abi. Itu kan yang Abi mau? Masih kurang apa empat istri untuk Abi?" cercahnya menyayat hati.

Bukannya kasihan dengan istrinya Ustadz Zaki dengan biadab malah balik memaki dan menyalahkan istri-istrinya karena tidak mampu memberikannya keturunan. Menurutnya dia telah salah menyia-nyiakan diriku dahulu padahal nyatanya kini justru aku memiliki banyak anak.

Ku akui memang dari dulu dia sangat mendambakan seorang anak dari darah dan dagingnya sendiri. Itulah alasannya mendekati wanita muda yang nantinya akan dia setubuhi agar hamil anaknya. Karena dia telah memiliki tiga orang istri maka dia tidak bisa seenaknya menikah lagi. Dia akan menikah dengan wanita yang benar-benar memberikan dia anak.

Suamiku dengan sigap memasang badan di depanku untuk mencegah si Ustadz gila ini berbuat macam-macam padaku. Apa yang telah terjadi pada kami dulu membuat kami menetapkan Ustadz Zaki sebagai penjahat dalam hidup kami. Aku sendiri memegangi perutku yang tengah berbadan dua. Aku tidak ingin kehilangan buah hatiku gara-gara dia.

Ustadz Zaki murka dan mendorong Ustadzah Hana hingga jatuh sangat keras. Beliau mengaduh kesakitan. Dari bawah gamisnya mengalir darah segar. Semua orang panik. Ustadzah Fara menarik suaminya menjauhi Ustadzah Hana. Dengan sigap Ustadzah Fara menolong Ustadzah Hana berdiri.

Mas Al selaku pemilik hotel tidak terima dengan kelakuan Ustadz Zaki. Seluruh karyawan dikerahkan untuk memegang Ustadz Zaki. Dia meronta minta dilepaskan tapi suamiku tetap tidak peduli. Mas Al memerintahkan mereka karyawannya untuk membawa Ustadz Zaki ke kantor polisi.

"Sayang panggil ambulans sekarang! Wanita ini butuh penanganan medis", kata Mas Al.

Aku tersentak kembali ke alam sadarku. Segera ku raih handphoneku dan ku panggil 112 (112 adalah layanan darurat Indonesia seperti halnya 911). Setelah terhubung ku ceritakan semua pada petugas dan meminta mereka mengirimkan ambulan secepatnya ke hotel kami.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience