Semua Berubah

Drama Series 6599

Semua berubah semenjak kelahiran anak-anak kami. Banyak hal yang harus dilakukan dan di sesuaikan. Kami berdua ingin anak kami mendapatkan yang terbaik. Hari-hari kami lalui tanpa ada masalah sedikitpun. Sekalipun mengurus empat bayi kembar adalah masalahnya.

Kebisingan dan rengekan manja buah hati kami mewarnai kehidupan kami saat ini. Melelahkan tapi sangat menyenangkan dan rasanya hidup kami tidak pernah membosankan.

"Jadi seperti ini rasanya jadi orang tua," celetuk suamiku tiba-tiba.

"Kenapa, Mas?" tanyaku.

"Capek tapi entah kenapa seru sekali. Saat anak-anak rewel, sakit kita jadi kewalahan tapi kalau tidak ada rasanya sepi sekali," jawab Mas Al sambil memandangi putra-putra kami.

"Ya juga ya Mas. Entah sejak kapan rasanya anak-anak sudah jadi prioritas utama kita. Bahkan kita juga tidak pernah bertengkar sedikitpun," kataku tersenyum sambil memberikan ASI yang telah ku letakkan ke dalam botol DOT bayi.

"Memang masih mau bertengkar sayang?" jawab Mas Al menggoda.

"Tidak ah malu. Sudah punya anak empat kok mau bertengkar saja kerjanya," jawabku malu.

Biasanya kami selalu ada saja alasan untuk bertengkar. Bertengkar hebat atau sekedar bertengkar karena Mas Al selalu usil padaku. Ya suamiku ini tipe orang yang usil jika dia sayang seseorang. Karena sayang maka dia bisa dan mampu untuk berbuat usil. Dari sekedar usil yang ringan hingga yang mendatangkan amarahku. Sekarang semua itu sirna. Mas Al jadi sosok yang dewasa dan perhatian kepadaku dan anak-anak. Sepertinya menjadi seorang suami sekaligus seorang papa membuatnya menjadi kepala rumah tangga yang begitu di idamkan setiap wanita yang ada. Dan aku adalah pemilik hati dan jiwanya.

"Sayang, bulan depan anak-anak posyandu tanggal berapa?" tanya Mas Al membuyarkan lamunanku.

"Tanggal sepuluh Mas. Dimajukan karena sudah akhir tahun dan bertepatan dengan natal kalau mengikuti jadwal biasanya," kataku.

"Tidak terasa ya sayang anak-anak sudah berumur satu tahun lebih. Perasaan baru kemarin kamu melahirkan dengan rasa sakit luar biasa. Maafkan Mas ya sayang kalau sudah menyakiti hatimu," kata Mas Al tiba-tiba kembali mengingat saat-saat kami bertengkar hebat dan diredam dengan kehadiran anak-anak yang kembali menyatukan kami.

"Maaf ya Mas atas sikap burukku ke Mas waktu itu," jawabku seketika kembali mengingat masa-masa yang menyakitkan itu.

Mas Al berdiri menghampiriku dan mengecup keningku. Dia tersenyum didepan wajah ku mencoba mengatakan semua baik-baik saja dan tidak ada yang perlu aku khawatirkan.

Yang terpenting saat ini adalah buah hati kami. Mereka telah tumbuh menjadi balita yang sehat dan sedang aktif karena baru bisa berjalan, meskipun belum bisa berjalan jauh. Kehadiran empat jagoan kecil di tengah kami membuat kami berdua lebih bisa menghargai kebersamaan kami berdua. Sampai tiba-tiba aku merasakan ada yang aneh dalam diriku. Sesuatu yang berbeda entah apa itu.

"Kenapa sayang? Masih sakit? Kamu kecapekan kali sayang. Istirahat ya setelah ini biar Mas yang menjaga anak-anak toh kerjaan Mas sudah ter-handle semuanya," kata suamiku.

Aku mengangguk mengiyakan nasehat suamiku. Memang benar sudah seminggu ini aku tidak enak badan. Rasanya aku mudah lelah padahal biasanya tidak. Perutku terasa begah. Tidak nyaman sekali. Dan enghh... mendadak perutku mual. Aku ingin muntah.

"Ada apa sayang?" tanya Mas Al.

"Mual Mas, ingin muntah," jawabku.

"Aldrik dan Raja sudah biar Mas yang memberi susu kamu ke kamar mandi saja sekarang sayang," perintah suamiku.

Tanpa basa-basi aku langsung bergegas ke kamar mandi, muntah sejadinya. Badanku tidak nyaman sekali. Muntah ku kali ini sangat tidak wajar menurutku. Ada sesuatu yang aneh.

Tok tok tok...

Suara pintu kamar mandi di ketuk dari luar. Aku yakin itu Mas Al. Sudah sekitar dua puluh menit aku di dalam kamar mandi pasti Mas Al sangat khawatir.

"Masuk saja Mas tidak dikunci kok," teriakku.

Mas Al masuk dan menghampiriku. Dia mengusap kepalaku lembut. Memberikan kasih sayangnya seperti biasa dan menawarkan untuk pergi berobat ke dokter.

Ku terima tawaran suamiku karena memang aku sendiri sudah tidak sanggup lagi menahan rasa sakit yang bertubi-tubi. Sakit yang tidak seperti biasanya.

Mas Al membopong tubuhku ke dalam mobil dan kembali ke dalam rumah. Rupanya dia mengambil anak-anak yang tertidur pulas di kereta dorong mereka. Bayi-bayiku tidur dengan wajah polosnya meneduhkan hatiku.

"Anak-anak kita titipkan ke Ibu ya sayang biar mereka tidur tenang," tanya Mas Al meminta ijin.

Aku mengangguk setuju. Rumah sakit adalah tempat yang bising oleh hiruk pikuk orang yang lalu lalang untuk berobat atau sekedar menjenguk orang yang sakit. Anak-anak pasti akan segera bangun jika ikut dengan kami. Lebih baik mereka bersama dengan Uti dan Kakungnya (Uti dan Kakung adalah sebutan untuk kakek dan nenek dalam kebiasaan suku Jawa).

Ibu mertuaku menyambut hangat cucu-cucunya begitupula Bapak mertuaku dan dua adik iparku. Keluarga Mas Al memang orang yang menyukai anak-anak. Wajar saja mereka tidak keberatan apalagi anak-anak adalah cucu pertama keluarga besar kami sehingga kedatangan kami menitipkan anak tidaklah berat bagi mereka.

Di rumah sakit kami mendaftarkan diri di bagian pendaftaran. Kami meminta pemeriksaan pada dokter umum. Ditempat dokter memeriksa keadaanku dengan seksama dan teliti. Tidak lama hanya sekitar lima menit pemeriksaan dokter sudah tahu dengan kondisi kesehatanku.

"Bagaimana Dok? Istri saya sakit apa?" tanya Mas Al mulai cemas.

Dokter tersenyum dan menenangkan suamiku yang terlihat sangat khawatir.

"Bapak tenang saja istri Bapak tidak sakit apa-apa kok Pak," tukas Dokter.

"Lalu istri saya kenapa kok tidak enak badan ya Dok kalau memang tidak...," kata Mas Al.

Kata-katanya terpotong dan dia memandang ke arahku seakan menyadari sesuatu tentang kondisi tubuhku dan kembali menghadap dokter di hadapan kami.

"Istri saya hamil Dok?" tegas Mas Al.

"Benar Pak, istri anda hamil. Sekarang saya akan menulis rujukan ke Poli Kandungan, Bapak dan istri bisa menemui Dokter Fahmi untuk informasi lebih lanjut mengenai kehamilan istri Bapak," jawab dokter sembari menulis di secarik kertas.

Setelah kembali ke tempat pendaftaran kami di arahkan ke ruangan Dokter Fahmi. Dokter yang sama yang menangani kehamilan pertamaku. Astaga aku hamil lagi rupanya.

Mas Al tersenyum geli di sepanjang perjalanan kami ke ruang Dokter Fahmi. Dia membawaku dalam dekapannya. Aku tersipu karena malu. Aku baru saja melahirkan anak pertama setahun yang lalu dan sekarang aku hamil lagi. Ya ampun...

Di tempat Dokter Fahmi beliau menyambut hangat kehadiran kami. Beliau bergurau dengan Mas Al layaknya teman yang telah saling mengenal cukup lama.

"Wah Mas Al ada apa ini kemari? Istrinya hamil lagi?" gurau Dokter Fahmi.

"Iya Dok, gol lagi saya," kata Mas Al menanggapi gurauan sang Dokter dan mereka tertawa.

Seperti yang sudah-sudah, Dokter memeriksa perutku dengan USG. Memperlihatkan dan menjelaskan kepada kami berdua tentang kehamilanku. Usia kandungan dan sebangsanya.

"Wah Mas Al selamat ya anak keduanya kembar empat lagi," kata Dokter.

Bagaikan petir yang menyambar disiang bolong tanpa ada hujan turun menyertainya kami kaget setengah mati. Bahagia sekaligus tak menyangka. Kami bahagia kembali diberikan momongan oleh Allah tapi kok ya KEMBAR EMPAT lagi?

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience