Aku menangis sesenggukan meratapi apa yang telah terjadi. Kata sebuah ucapan yang tidak semestinya kini suamiku terbaring lemah tak berdaya di sebuah ranjang rumah sakit. Wajahnya sangat pucat dengan selang-selang yang tertanam pada tubuh sixpack nya itu. Ya Allah apa yang sudah ku lakukan?
"Maaf Mas, maafkan aku. Karena kemarahan dan kecemburuan ku membuat dirimu terluka. Padahal kamu telah menerima diriku dengan sepenuh hati. Padahal aku juga memiliki masa lalu yang memalukan. Maafkan aku," kataku meratapi semuanya.
Setiap dua jam sekali ada suster atau bahkan dokter yang datang melihat kondisi Mas Al. Pengawasan terhadap kondisi fisik Mas Al sangat ketat, maklum suamiku habis meminum racun. Meskipun racun dalam tubuh Mas Al telah dikeluarkan tapi kondisi Mas Al masih saja dalam masa kritis. Pihak medis masih belum bisa tenang. Mas Al masih ditempatkan di ruang ICU berjaga-jaga jika ada sesuatu yang tidak di inginkan terjadi maka Mas Al akan mendapatkan perawatan sesegera mungkin.
"Ibu Shelly, kondisi suami anda telah bebas dari racun namun masih dalam kondisi kritis. Racun telah menyebar saat anda membawanya kemari. Kami minta maaf tidak dapat berbuat lebih. Saya sarankan untuk tidak pernah lepas berdoa dan memohon pertolongan kepada Allah. Hanya Allah yang mampu memberikan keselamatan pada suami anda saat ini. Anda harus tegar sebagai istrinya, jangan patah semangat," kata dokter tiba-tiba.
Aku sadar betul apa yang dikatakan dokter adalah kebenaran. Suamiku sungguh malang dan itu semua karena kesalahanku. Traumaku pada masa laluku membawa bencana pada orang yang ku sayangi.
Sebelum aku semakin tidak waras karena kondisi yang sangat menyiksaku ini, ku putuskan untuk mengambil air wudhu. Aku akan mengaji di samping Mas Al. Aku akan mendoakan kesembuhan Mas Al toh tidak ada hal lain yang bisa ku lakukan saat ini selain berdoa dan menunggu.
Menunggu adalah sesuatu yang paling menjengkelkan dalam hidupku. Biasanya aku akan bosan, marah dan pergi entah kemana daripada menunggu diam di tempat seperti orang bodoh. Sekarang aku malah terpaksa menunggu. Kali ini aku tidak akan pergi karena aku ingin disisi suamiku. Karena aku merasa bersalah. Karena aku sangat khawatir. Aku takut untuk meninggalkan Mas Al meski cuma sekedar ke kamar kecil.
Langkah berani yang diambil oleh suamiku membuat aku merasa tenang. Semua amarahku runtuh tak tersisa. Hanya penyesalan yang ada di dalam dada. Menyesakkan dan sakit. Cintaku membuat orang yang ku cinta terluka bahkan meregang nyawa. Sedangkan cintanya justru menyelamatkan nyawaku dan buah hatiku. Pantaskah aku masih menjadi istrinya?
Seandainya, jika seandainya nanti Mas Al sembuh dan sehat seperti sediakala aku ikhlas jikalau dia marah dan menceraikan diriku. Bahkan aku ikhlas jikalau dia akan membawa anak-anak bersama dengan dirinya tanpa kehadiran diriku dalam hidup mereka. Mereka pantas untuk mendapatkan yang terbaik, dan yang terbaik bukanlah aku. Aku hanya ibu yang jahat yang menginginkan kematian mereka karena merasa jijik pada Papa mereka. Aku hanyalah wanita jahat yang dibutakan amarah dan membuat nyawa suamiku hampir saja melayang. Anak-anak akan lebih baik bersama Papa nya daripada bersamaku.
"Aku ikhlas ya Allah kalau nanti aku akan dibenci bahkan diceraikan oleh suami hamba. Semua karena kesalahan hamba sendiri. Hamba mohon kepadamu berikanlah kesembuhan dan kesehatan kepada Mas Al. Anak-anak hamba lebih pantas bersamanya daripada bersama hamba. Berikanlah hamba kesempatan menebus dosa hamba pada suami hamba. Apapun rencanamu terhadap pernikahan kami hamba ikhlas bahkan jika yang terburuk sekalipun. Ijinkanlah Mas Al hidup sekali lagi agar dapat merawat anak-anak yang telah engkau titipkan kepada kami," pintaku di setiap doa yang ku panjatkan.
Hingga detik ini aku masih belum memberi kabar kepada mertuaku alias orang tua Mas Al. Aku takut jika mereka tahu maka mereka tidak akan mengijinkan aku untuk menjaga Mas Al. Memang benar aku ikhlas kalau akhirnya harus kehilangan Mas Al tapi setidaknya itu nanti setelah Mas Al sembuh.
Aku sangat ingin menjaga suamiku hingga sembuh. Hanya inilah balas budi yang bisa kuberikan kepadanya. Aku ingin memastikan bahwa dia sudah baik-baik saja. Aku berharap dia mau menemaniku saat aku melahirkan anaknya. Meskipun setelahnya dia akan membawa mereka menjauh dari hidupku. Aku pantas mendapatkan itu dan anakku pantas mendapatkan orang tua yang baik.
Tak kurasa aku jatuh tertidur pulas di sampingnya. Aku tidak menyadari kehadiran dokter hingga beliau membangunkan diriku.
"Ibu Shelly... Ibu Shelly..." ucap Dokter Nisa membangunkan diriku.
Aku terbangun dengan lunglai. Lemas rasanya tubuhku ini. Di saat nyawaku telah berhasil berkumpul sepenuhnya di ragaku ku tatap Dokter Nisa yang tersenyum kepadaku.
"Selamat pagi Ibu Shelly. Sebaiknya anda tidur di ranjang di samping suami anda bukan tidur duduk. Selain tidak nyaman itu hanya akan menyiksa bayi dalam kandungan anda," jelas Dokter.
"Ya, Dok, terima kasih. Bagaimana keadaan suami saya, Dok?" jawabku.
" Alhamdulillah, Bu, sepertinya doa Ibu di jabah oleh Allah. Suami anda sudah melewati masa kritis hanya tinggal menunggu beliau siuman saja," jelas Dokter lagi.
Alhamdulillah, aku lega mendengarnya. Sudah sebelas jam lamanya Mas Al terbaring dalam kondisi kritis kini semua sudah berlalu. Semoga Mas Al segera sadarkan diri.
Dokter pergi setelah memberiku kabar gembira tersebut. Aku yang juga baru sadarkan diri dari tidur pulasku memutuskan untuk pergi mandi sekedar membersihkan diri. Selesai mandi aku bergegas ke kantin untuk mengisi perutku yang keroncongan. Anak-anakku mulai protes kepadaku. Mereka ingin diberikan nutrisi di dalam rahimku.
Aku tersenyum ketika kurasakan bayi-bayi ku menendang di dalam perutku yang bulat ini.
"Iya, Nak, kalian lapar ya? Ya kita makan dulu ya setelah itu kita jaga Papa lagi ya sayang!" kataku sambil mengelus perutku.
Buah hatiku tumbuh dengan sehat. Tak terasa sudah delapan bulan lebih mereka dalam rahimku. Tinggal menghitung waktu untuk mereka keluar dan melihat dunia. Aku ingin saat itu terjadi Mas Al ada di sisiku dalam keadaan sehat. Aku ingin dia bertemu anak-anak. Cintanya akan membahagiakan anak kami walaupun itu mungkin adalah hari terakhirku bersama dengan mereka yang kucintai tapi aku ikhlas. Aku harus ikhlas, aku telah berjanji. Seperti halnya Mas Al yang menepati janjinya, aku juga akan menepati janjiku. Seandainya Mas Al menginginkan aku pergi dari hidupnya dan anak-anak.
Puas rasanya bisa makan dengan tenang. Suamiku sudah melewati masa kritis. Aku akan kembali dan menunggunya membuka mata. Aku tak sabar ingin segera memeluk tubuhnya lagi.
Ku buka pintu kamar rawat Mas Al. Ku dapati suamiku terbangun dari tidurnya. Dia duduk dengan selang masih menempel pada tubuhnya. Senyumku merekah, aku bahagia melihatnya sadarkan diri. Aku berlari ke arahnya dan segera memeluk tubuhnya.
"Alhamdulillah Mas sudah bangun. Maafkan aku Mas, maafkan ke keegoisanku," kataku sambil menangis sambil memeluknya.
Mas Al tidak menjawab. Tubuhnya masih lemah betul. Ku baringkan dia di ranjang dan memeluknya lagi. Dia membalas pelukan dariku.
"Istirahatlah Mas, aku akan jaga Mas disini. Aku panggil dokter dulu ya untuk periksa keadaan Mas," kataku sambil mengecup keningnya lalu pergi keluar.
Aku kembali dengan Dokter Nisa bersama dengan diriku. Begitu sampai di kamar... Astaghfirullah, kami melihat Mas Al sedang kejang-kejang. Dia melepaskan semua alat bantu di badannya padahal itu masih belum diperbolehkan. Nafasnya masih belum teratur. Bisa mati jika di lepaskan.
"Astaghfirullah, ada apa ini Ibu Shelly? Kenapa selang bantu Pak Al terlepas? Bisa bahaya ini Bu," kata Dokter segera menangani Mas Al.
Aku tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Sewaktu aku keluar tadi tidak ada satupun selang terlepas dari tubuhnya. Apa mungkin Mas Al yang melepaskannya? Untuk apa? Dia membutuhkannya.
Berkat pertolongan segera dari Dokter, Mas Al bisa di selamatkan. Kini ia sudah tenang tapi kembali tidak sadarkan diri.
"Mas apa yang sudah kamu lakukan? Sebegitu benci kah dirimu terhadap ku? Lalu kenapa kamu memelukku tadi? Kenapa kamu tidak membunuhku saja?" kataku pada Mas Al yang kembali tidak sadarkan diri.
Share this novel