Mas Al

Drama Series 6599

Pagi ini aku terbangun dari tidur dengan kecupan hangat di atas keningku. Saat ku buka mataku terpaparlah sosok pria yang tersenyum di atas kepalaku sembari membuai rambutku pelan.

"Pagi Dek, sudah subuh sholat dulu yuk!" ajaknya.

Aku terbangun dari atas ranjang, turun dan berlalu masuk ke dalam kamar mandi. Ku putar keran air, mengisinya dengan air panas juga air dingin sehingga tercipta air yang hangat untukku berendam. Aku memang terbiasa mandi sebelum sholat subuh agar bersih dan segar sehingga aku sadar saat mengerjakan ibadah sholat.

Semenit, dua menit hingga lima belas menit lamanya aku membersihkan diri. Usai berpakaian aku segera mengambil wudhu dan keluar kamar mandi, masuk ke dalam kamar tidur. Ku lihat suamiku sedang menungguku untuk sholat berjamaah. Baju koko putih beserta peci putih senada membuatnya semakin tampan dan memikat hati. Aku menghampirinya dan memberikan tanganku berharap dia juga melakukannya sehingga aku bisa bersalim tangan padanya.

"Mau apa, Dek?" kata Mas Al.

"Salim," jawabku singkat.

"Kita mau sholat Dek, Mas sudah punya wudhu nanti batal. Adek belum wudhu kah?" kembali Mas Al menjelaskan.

"Astaghfirullah, iya Mas aku lupa. Aku juga sudah ambil wudhu kok," balasku malu.

Mas Al hanya tersenyum dan berbalik menuju sajadah yang sudah ia gelar untuk sholat beserta sajadah untukku. Betapa malunya aku. Aku terdiam mengikutinya dari belakang.

"Usholli fardlo-subhi rak’ataini mustaqbilal qiblati adaa’an imaman lillahi ta’ala," ucapnya menandai dimulainya sholatnya sebagai imamku.

Ku baca niat sholat sebagai makmumnya dan kami pun sholat berjamaah dengan khusyuk hingga bacaan salam di lantunkan Mas Al tanda sholat kami telah berakhir. Selesai salam nampak Mas Al melantunkan dzikir dan aku mengikutinya.

Selang beberapa menit dzikir dan doa pun telah kami panjatkan. Mas Al berdiri dan beranjak pergi ke salah satu sudut ruangan dimana terdapat almari kaca kecil dimana di dalamnya terdapat beberapa Al Qur'an, tasbih dan buku-buku agama lainnya. Sepertinya suamiku orang yang cukup taat dan terbiasa beribadah dengan baik.

Dia menghampiriku dengan dua buah Al Qur'an di tangan, satu di berikan kepadaku satu ia bawa sendiri untuknya.

"Ngaji dulu yuk meski cuma dua halaman saja, mau kan?" pintanya tersenyum.

"Ia Mas, aku mau kok," balasku sembari tersenyum membalas senyumannya itu.

Aku mendapat giliran pertama untuk mengaji dan Mas Al yang menyimak bacaan ku dan membetulkan jika ada bacaan yang salah. Kemudian Mas Al mengaji dan aku yang ganti menyimak bacaannya dan membetulkan ketika ada yang salah.

Tak terasa waktu berlalu begitu cepat hingga tiba di pukul 5.00 WIB. Kami berhenti mengaji. Mas Al menghampiriku, kuraih tangannya dan mengecupnya, ia membalas dengan mengecup keningku lalu memelukku.

"Terima kasih ya Dek sudah mau sholat dan ngaji sama Mas," bisiknya kepadaku yang masih dalam dekapan hangat pelukannya.

Aku membalasnya dengan balik memeluknya dan mengangguk. Kami berpelukan untuk sepersekian detik. Ia melepaskan pelukannya dan meminta ijin kepada ku untuk pergi ke kebun kecil di depan rumah. Nampaknya itu adalah rutinitas sehari-hari Mas Al. Aku mengangguk tapi merengek untuk ikut serta dengannya.

Tak lama bagi kami berganti pakaian dari mukena juga sarung menjadi pakaian sehari-hari tak lupa hijab ku kenakan juga. Kami menuruni tangga yang menghubungkan lantai dua dan lantai satu. Memasuki ruang tamu dan keluar ke halaman depan.

Ku lihat suamiku berjalan ke arah tanaman sayur dan buah-buahan ala kadarnya itu, sembari mengambil beberapa peralatan seperti penyiram tanaman yang mana yang ia pakai adalah semprotan yang biasanya digunakan untuk memandikan burung peliharaan dan aku cukup yakin akan hal itu karena pernah melihat ustadzku melakukannya. Bukan Ustadz Zaki pastinya. Mendadak teringat Ustadz Zaki di saat seperti ini huh. Suamiku lebih baik berkali-kali lipat dibandingkan dengan dia.

Mas Al merawat tanaman sayur dan buah dengan penuh kesabaran dan ia membawa kembali beberapa sayur dan buah itu di dalam keranjang kecil lalu memberikannya kepada ku. Setelah itu Mas Al berjalan menuju area air terjun dan mengambil beberapa makanan ikan dan sayuran dan buah-buahan yang sudah di cincang untuk makan labi-labi.

Ternyata Mas Al cukup telaten juga ya merawat hewan dan tumbuhan, jadi iri. Seumur hidup aku belum pernah merawat apapun juga.

"Dek... kok bengong?" tanya Mas Al.

"Eh nggak kok Mas. Mas sudah selesai berkebun sama memberi makan hewan?" tanyaku gelagapan karena memang aku sedang bengong dari tadi.

"Sudah. Masuk yuk! Mandi pagi terus sholat Dhuha dulu sebelum sarapan," ajak Mas Al lagi.

Aku menurut. Di dalam kamar aku mengajak suamiku untuk mandi bersama sebagai ganti tidak jimak semalam, tapi ia menolak. Alasannya karena kami mau sholat jadi kami mandi sendiri-sendiri biar cepat agar segera bisa sarapan. Aku mengangguk tapi sedikit kecewa. Kenapa Mas Al menolakku? Sudah kedua kali.

Selesai mandi dan sholat kami beranjak ke dapur untuk sarapan. Disana suamiku memasak untukku. Masakannya luar biasa enak. Lagi-lagi aku iri. Jujur saja sebagai wanita aku bisa masak tapi tidak seenak buatannya.

Aku terdiam sambil menikmati makanan yang dibuat khusus untukku. Ku pandangi wajah suamiku. Aku bertanya dalam hati apakah sebenarnya Mas Al terpaksa menikah denganku karena itu dia tidak menyentuhku? Ya meski dia memelukku dan tidur dengan ku tapi itu bukan jimak. Lalu ia menatap kearah ku. Dia sadar aku perhatikan.

"Kenapa Dek? Apa tidak enak makanannya?" selidik Mas Al padaku.

"Enak kok Mas," jawabku singkat.

"Ada yang mau kamu tanyakan ke Mas?" tanyanya balik seperti tahu ada yang ku sembunyikan darinya.

Aku mengangguk dan berkata...

"Mas kenapa tidak mau mandi sama aku bahkan kita tidak jimak saat malam pengantin kita, apa Mas tahu hukumnya wajib menjimak istri pada malam pertama karena itu tanda bahwa kita sudah suami-istri," kataku menjelaskan ala kadarnya sebatas pengetahuanku.

Mas Al tersenyum dan mendekati dan mengucapkan bahwa aku tahu alasannya dan itu membuat ku bingung karena jika aku sudah tahu maka aku tidak akan bertanya seperti ini bukan. Aku kembali bertanya apakah sebenarnya dia terpaksa menikah denganku dan apakah aku tidak menarik untuknya hingga dia menolakku. Jawabannya membuatku tercengang dan diam.

"Mas tidak terpaksa menikah denganmu Dek. Mas juga bukan tidak ingin jimak sama kamu atau malah tidak tertarik sama kamu. Sama sekali tidak. Mas suka kamu jadi istri Mas. Mas suka kamu mengajak Mas tapi Mas juga tahu ada orang lain di hati kamu Dek. Orang yang kamu cintai lebih dari Mas," terangnya sembari tersenyum.

Aku kaget mendengar ucapannya. Aku menatapnya tajam tapi tak mampu untuk mengelak. Tak mampu berbohong padanya.

"Tidak apa-apa Dek,. Mas tidak marah. Meski sedikit kecewa karena istri Mas hatinya dimiliki oleh orang lain. Mas bisa maklum karena Mas datang setelah kamu mencintai dia. Mas tidak tahu alasan kamu menerima Mas menjadi suamimu tapi Mas bersyukur dan berterima kasih kepada kamu. Lalu alasan kenapa Mas tidak menyentuh kamu itu adalah seandainya kamu tidak mampu dan tidak sanggup lagi hidup bersama Mas kedepannya maka saat itu kamu masih dalam kondisi perawan tanpa sedikitpun Mas melecehkan kamu karena saat itu kamu akan semakin menderita karena sudah menerima Mas. Mas tidak mau menyakiti hati kamu jadi terima kasih sudah mau mengajak Mas dan ikhlas menjadi istri Mas itu saja sudah lebih dari cukup untuk Mas. Mas bahagia. Tidak perlu kamu mengorbankan hati dan hidup kamu untuk Mas. Mas tidak akan lancang dengan perasaanmu. Mas akan menunggu sampai kamu memang sudah bersedia mencintai Mas dan merelakan orang itu tapi jika tidak bisa setidaknya Mas tidak melukaimu," jelas Mas Al panjang dan mengecup keningku setelahnya.

Aku diam. Hanya bisa diam. Tidak menyangka ia akan berbicara seperti itu. Bahkan dia berpikir bahwa dia hanya melecehkan aku jika melakukannya padahal dia suamiku. Haknya memintaku melayaninya. Dia malah memikirkan perasaanku padahal aku sudah su'udzon padanya. Astaghfirullah istri seperti apa aku ini.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience