Sedari pagi tadi aku dan keluargaku telah beraktifitas. Mandi, makan bahkan bermain sudah jua kami lakukan. Keempat jagoan kecil ku kini telah kehabisan tenaga. Mereka berempat tidur pulas di kamar hotel. Aku dan Mas Al keluar kamar agar tidak menggangu tidur nyenyak mereka.
"Mas aku ijin keluar sebentar ya mau ke minimarket sebelah," kataku pada Mas Al.
"Mau beli apa Sayang?" sahut Mas Al.
"Beli camilan saja. Mas mau titip apa?" jawabku.
"Titip es krim buat anak-anak ya Sayang, es krim mereka sudah habis tadi," tambah Mas Al.
Aku mengangguk sambil meraih tangan suamiku dan mengecupnya. Salam ku lontarkan padanya yang baru saja mengecup keningku sebagai balasan salimku padanya. Ya itulah ritual di keluarga kami. Setiap kali aku dan anaknya salim maka Mas Al akan membalasnya dengan kecupan di kening kami. Hal simpel yang membuatku meleleh setiap kali dia lakukan.
Aku bergegas ke minimarket sebelah hotel kami. Berjuang secepat mungkin untuk belanja agar saat anak-anak terbangun aku sudah ada di samping mereka. Jujur saja meskipun mereka dekat dengan Papanya, para jagoan ku justru terasa lebih manja kepada ku Mamanya. Kalau menurut Mas Al sih wajar, karena cinta pertama laki-laki itu adalah mamanya bukan papanya.
"Al wah sudah lama ya kita tidak bertemu. Apa kabar Al?" sapa seorang wanita pada suamiku.
Aku yang sudah berada di pintu hotel seketika itu berhenti dan memperhatikan. Tubuhku membeku, aku ingin tahu siapa wanita itu. Sedangkan Mas Al masih asyik dengan smartphonenya. Fix dia sedang bermain game kesukaannya sambil memakai earphone makanya dia tidak membalas teguran wanita itu. Geli aku melihatnya tapi senang juga Mas Al tidak menghiraukan wanita lain. Jujur dia cantik menurutku.
"Kamu marah padaku Al karena aku menikah dengan laki-laki lain? Kamu masih cinta sama aku?" kata wanita itu lagi.
Ya ampun dia begitu gigih mendapatkan perhatian suamiku tapi dia siapa? Kenapa dia bicara seperti itu?
Tak lama datang segerombolan orang menghampiri wanita misterius itu. Satu laki-laki yang nampak seperti ustadz dan tiga wanita seperti ustadzah. Apakah mereka keluarga wanita itu? Apakah mereka suami istri yang berpoligami seperti yang ku pikirkan?
"Umi ada apa? Sepertinya kesal?" tanya laki-laki seperti ustadz itu.
"Ini Abi, saya sedang mengobrol dengan Al mantan saya. Sepertinya dia masih marah dan mengharapkan saya," kata wanita itu asal.
Aku geram mendengar ucapannya. Tidak hanya aku, resepsionis di depan pun ikut terkejut mendengar ucapannya. Sungguh tidak tahu malu wanita itu. Siapa sih dia? Dia berlagak seperti orang terpenting di hidupnya Mas Al. Belum tahu dia bahwa aku istrinya Mas Al dan kami telah memiliki delapan orang anak. Sok penting sekali dia.
"Ooo Al mantan pacar kamu yang ngaku-ngaku udah meniduri kamu dulu itu Umi?" tanya pria itu kepada wanita murahan itu.
Wanita itu mengangguk. Dengan ekspresi sok penting dan sok benar dia mengutarakan kegelisahannya yang tidak terjadi. Dasar wanita ular. Sungguh sok cantik sekali dia.
"Mas Al sudah move on saja! Aisyah sudah menjadi istri ku. Masih banyak wanita di luar sana. Jangan mengganggu istri orang!" kata ustadz itu sedikit geram.
Aku sudah tidak tahan lagi. Segera ku dekati tubuh suamiku dan melepaskan earphonenya. Mas Al kaget dan mendongak ke arahku. Dia tersenyum setelah melihat aku yang di depannya.
"Sudah pulang Sayang dari minimarketnya? Sudah lama?" katanya menyadari bahwa dia tidak sadar kedatanganku.
"Jangan main Ep-Ep Mulu. Di panggil tu dari tadi!" kataku berlagak polos sambil memberi kode kepada Mas Al bahwa ada orang dibelakangnya.
Mas Al menoleh ke arah yang ku maksud.
"Ooo Mbak Aisyah dan keluarganya. Ada apa? Istri saya bilang kalian panggil saya?" kata Mas Al.
"Ooo sudah punya istri. Baguslah," kata si ustadz.
"Ya alhamdulillah ya Bi ternyata Al bisa move on," tambah wanita itu yang ternyata Aisyah mantan pacar Mas Al.
"Oya dong Mbak, kamu tidak berfikir aku akan menunggu istri orang kan?" kata Mas Al sedikit mengejek.
"Ya baguslah kalau begitu," kata si Aisyah itu agak jengkel.
Aku benar-benar tidak suka dengan situasi ini. Untung saja suasana awkward ini terpecahkan dengan kehadiran anak-anak yang datang dan bermanja-manja ria padaku dan Mas Al.
"Pa... Ma...," panggil Raja.
Raja keluar dari kamar disertai kakak-kakaknya. Sambil setengah mengucek matanya yang masih terlihat mengantuk Raja berjalan lemas ke arah Papanya.
"Sudah bangun Mas Raja?" tanya suamiku pada Raja.
Raja memeluk Papanya sambil mengangguk. Azka, Ian dan Vian menghampiriku. Mereka bertiga juga nampak masih mengantuk tapi entah karena apa mereka terbangun.
"Kenapa Sayang kok bangun?" tanyaku.
"Raja cariin Mama sama Papa tapi ndak ada makanya keluar," kata Vian.
"Aku nemenin adek keluar," kata Azka.
"Hoooaamm... ya Ma, aku juga," sahut Ian.
Mereka semua memeluk aku dan Mas Al. Kami sebagai orang tuanya merasa tidak tega. Kami berdua mengajak mereka kembali ke kamar dan menemani mereka tidur lagi.
"Tidur lagi yuk sama Papa sama Mama," ajak Mas Al.
"Ndak mau. Aku laper," celoteh Raja ke Papanya.
"Oo Mas Raja kebangun karena lapar? Ya dah makan yuk! Mas Azka, Mas Ian dan Mas Vian juga makan yuk!' ajak Mas Al.
"Ya Pa," jawab anak-anak serentak.
Kami berjalan menuju restoran hotel meninggalkan wajah-wajah terkejut juga geram serta iri, tidak tahu apa yang mereka irikan tapi yang jelas aku puas. Aku merasa senang dan menang entah kenapa.
Sebagai wanita yang sudah bersuami dan memiliki anak, tidak ada yang paling membahagiakan selain berkumpul dengan keluarganya begitu juga diriku. Aku akan menjaga keluargaku dari wanita ular itu. Sungguh terlihat jelas bahwa dialah yang mengharapkan Mas Al. Mungkin karena Mas Al memang lebih baik dari suaminya yaitu tidak suka berpoligami jadi siapapun istrinya akan merasa beruntung karena menjadi ratu dalam hidup Mas Al dan wanita itu adalah aku.
"Ma aaaa..," kata anakku tiba-tiba.
"Mas Raja mau suapin Mama?" kataku pada Raja yang menyodorkan sendok berisi makanan padaku.
Raja mengangguk dengan senyum polosnya. Aku senang dan membuka mulut agar putraku yang manja ini bisa menyuapi aku mamanya. Tak ku sangka anakku telah tumbuh besar. Kini mereka menjadi balita imut yang baik hati bagi aku dan Mas Al.
Sebagai papanya Mas Al tersenyum bangga pada jagoan kecilnya ini. Terbesit niat untuk usil kepada anak-anaknya. Memang suamiku ini usil sekali pada anak-anak bahkan tak jarang mereka berempat berakhir dengan tangis dan melapor padaku karena papanya usil.
"Papa tidak di suapi juga?" kata Mas Al menggoda.
"Ndak," jawab Raja singkat.
"Papa dah gede maem sendiri dong!" kata Vian.
"Ndak, Papa mau disuapin juga kayak Mama," kata Mas Al semakin menggoda.
"Ndak mau. Ma, Papa nakal," lapor Raja.
"Ndak Ma. Mas Raja yang nakal Papa ndak disuapin," kata Mas Al pura-pura merajuk seperti Raja.
Aku yang melihat pertengkaran mereka rasanya geli sekali. Sungguh suamiku ini bisa saja menghidupkan suasana. Dia membuat kami dekat satu sama lain. Terima kasih suamiku atas cintamu kepadaku dan anak-anak, aku bahagia.
Share this novel