Pengorbanan

Drama Series 6599

Hari berganti hari sejak hari itu. Kini sudah tiga Minggu lamanya aku marah dengan suamiku. Dia masih sama, masih pengertian dan memberikan aku waktu untuk sendiri. Tapi dengan berjalannya waktu luka ini tidak juga terobati bahkan walaupun Mas Al sudah menjelaskannya kepada ku tak juga mereda sakit ini.

Mas Al masih tetap memberikan perhatian dan cinta kepadaku tapi luka ini justru membuat aku jijik saat berhadapan denganku. Jika ku ingat lagi semua penjelasannya ingin rasanya aku mati saja. Setiap kali teringat semua sakit ini dan kondisi ku yang sedang hamil anak Mas Al membuatku semakin jijik padanya. Tanpa sadar aku akan memukuli perutku sendiri berharap anak-anak kami mati. Aku tidak Sudi memiliki anak Mas Al.

Aaarrrrggghhh.....

Aku berteriak sekeras mungkin sambil terus menerus memukuli perutku. Mas Al yang sedari tadi entah dimana langsung menghampiri diriku dan memulukku, mencoba menenangkan diriku. Aku digendongnya ke ranjang sambil terus menerus menenangkanku.

"Sayang sudah, sudah ya! Tenangkan dirimu. Kamu lagi hamil sayang jangan menyakiti dirimu sendiri itu tidak baik. Kasihan anak kita," kata Mas Al.

"Gak. Aku gak mau anak ini. Aku gak mau mengandung anakmu. Aku jijik sama kamu," kataku memaki-maki Mas Al.

Mas Al terdiam tapi masih memelukku hingga akhirnya aku jatuh tertidur di pelukannya. Tapi aku tidak benar-benar bisa tertidur pulas. Aku masih bisa merasakan dan mendengarkan apa yang terjadi disekitaku. Dia mengangkat tubuhku ke ranjang. membaringkannya hati-hati. Mas Al memperhatikan seluruh tubuhku yang penuh luka lebam karena ku pukuli sendiri agar aku bisa keguguran dan lepas darinya. Mas Al menangis, kurasakan air matanya membasahi bajuku.

Ku dengar lirih dia meminta maaf kepada diriku dan pergi. Tak berapa lama kudengar suara kaki dan kurasakan sesuatu menyentuh tubuhku. Aku tahu itu Mas Al. Aku tahu dia sedang mengobati lukaku. Dengan lembut dia mengusap perutku dan berbicara lirih. Sepertinya dia sedang bicara dengan anak-anaknya.

"Maaf ya Nak kalian pasti kesakitan di dalam sana. Maafkan papa karena semua itu salah papa. Kalian jangan marah pada mama ya! Mama begitu karena papa membuat hatinya terluka jadi jangan marah ke mama ya Nak? Papa akan memohon pada mama untuk tidak menyakiti kalian juga dirinya sendiri. Papa akan melakukan apapun yang mama minta supaya mengabulkan permohonan papa. Sabar ya sayang. Papa janji kalian akan selamat begitu juga mama," kata Mas Al.

Mendengar hal itu aku bukannya iba. Aku malah benci pada suamiku ini. Aku membuka mata lebar dan melotot ke arahnya.

"Sudah bangun sayang?" katanya saat tahu aku sudah tidak lagi terpejam.

"Boleh Mas bicara? Sekali saja," katanya memohon.

Aku tak menjawab.

"Mas boleh minta tolong kepada kamu? Tolong jangan sakiti dirimu juga anak-anak. Semua ini salah Mas. Tolong bermurah hatilah kepada anak-anak. Mereka darah dagingmu juga," katanya.

"Gak. Aku gak mau hamil anak kamu, aku jijik," kataku marah.

Mas Al bangkit dan bersimpuh di hadapanku. Menunduk dan memohon.

"Iya Mas tahu. Mas minta maaf. Mas mohon tolong jangan tumpahkan amarahmu karena ulah Mas kepada mereka. Mereka tidak bersalah. Mereka tidak pernah meminta atau memilih menjadi anak Mas. Karena itu Mas mohon jangan bunuh anak-anak. Jika harus ada yang mati biarlah Mas. Ijinkan Mas menggantikan tempat mereka untuk mati.. Berjanjilah kamu akan membiarkan anak-anak hidup. Jika kamu tidak menginginkan mereka berikanlah mereka pada Ibunya Mas. Setelah itu kamu bisa melakukan apapun yang kamu mau jadi tolong kabulkan lah permohonan terakhir Mas. Mas janji Mas akan mati," kata Mas Al.

"Ya kalau itu maumu. Mati sana dan aku akan membiarkan anak-anakmu hidup," kataku asal.

Aku yakin saat ini dia hanya membual hanya untuk membuat ku tenang.

Dia mendongakkan kepalanya menatapku lalu tersenyum.

"Terima kasih. Aku janji aku pasti akan bunuh diri. Terima kasih banyak telah memberikan anak-anak kesempatan untuk hidup. Terima kasih banyak," katanya.

Ku lihat sedikit kebahagiaan di matanya. Itu membuatku muak dan merebahkan tubuhku di ranjang. Memunggungi dia dan kembali tidur. Samar-samar ku denger dia melangkah pergi keluar kamar. Mau apa dia aku juga tidak tahu.

Hari berlalu tapi dia tidak juga mati seperti janjinya. Yang ku lihat dia masih beraktivitas seperti biasa. Aku jengkel dan menyindirnya terang-terangan.

"Katanya mau mati? Kok masih hidup saja sampai sekarang?" sindirku di depan mukanya.

"Sabar sayang. Biar ku selesaikan dulu urusanku di dunia. Aku tidak ingin merepotkan kamu nanti," jelasnya sembari tersenyum bahagia.

Dia sibuk kembali dengan kerjanya. Aku makin jengkel dibuatnya. Aku kembali ke kamar dan membanting pintu dengan keras. BRAKKK....

"Sabar sayang!" teriak Mas Al.

Aku sedang tidak ingin menghiraukan ucapannya kali ini. Ku putuskan untuk pergi tidur saja dengan rasa marah yang membuat dadaku sesak. Ku pejamkan mata mencoba untuk membuat diriku terlelap. Belum juga pulas tidurku ini, ku dengar pintu kamar terbuka. Ada seseorang masuk. Mas Al, mau apa dia.

Ku rasakan nafasnya di dekat tubuhku. Perlahan dia menyentuh tubuhku. Di mengusap kepalaku dan mengecup keningku.

"Terima kasih atas waktu yang kamu berikan sayang. Maaf membuatmu menunggu lama. Semua sudah selesai, kamu bisa beristirahat dengan tenang setelah ini. Nak, Papa pamit ya? Yang sehat ya sayang! Maaf Papa tidak bisa menemani kalian sampai kelahiran kalian. Maaf Papa tidak bisa mengadzani kalian nanti. Terima kasih sudah mau menjadi buah hati Papa. Meskipun sebentar Papa bahagia bisa bersama kalian juga Mama. Papa pergi ya dulu ya Nak. Kasihan Mama sudah menunggu lama janji Papa," ucapnya seraya mengelus perutku dan menciumnya.

"Selamat tinggal istriku sayang. Terima kasih atas kebahagiaan yang kamu berikan padaku. Setelah ini bahagiakan dirimu sendiri karena aku tidak mampu membahagiakan dirimu. Maaf untuk semua penderitaan dan rasa sakit yang telah ku berikan kepadamu," tambahnya kemudian mencium bibirku.

Ku dengar dia beranjak pergi keluar kamar. Aku bangun dan bergegas mengikuti kemana perginya dia. Ku buntuti dia menuju arah ruang kerjanya. Dia masuk dan menutup pintu. Beberapa detik kemudian ku dengar suara kesakitan dari dalam ruangan dan kemudian suara benda terjatuh dengan keras. Karena kaget dan penasaran ku buka pintu ruang kerjanya.

Astaghfirullah.....

Ku dapati tubuhnya di lantai, tak sadarkan diri. Ku dekati dia dan kusadari bahwa dia sudah meminum sebotol racun. Aku terbelalak, dadaku sesak dan aku berteriak. Tak pernah ku lihat sebelumnya orang mati di depanku. Aaaa....

"Mas... Mas Al... bangun Mas!" kataku sambil meneteskan air mata yang mengalir cukup deras.

Aneh, padahal aku yang memintanya mati. Sekarang dia benar-benar bunuh diri dan aku merasa sedih. Semua marahku dan kecewaku runtuh. Semua berubah menjadi kesedihan luar biasa. Apa yang sudah ku lakukan ya Allah?

KRIIING... KRIIING...

ku dengar suara telepon berdering. Aku tersadar dan bergegas mengangkat panggilan itu. Tanpa tahu siapa yang sedang menelepon di seberang sana aku berteriak histeris.

"TOLONG... Suamiku bunuh diri. Tolong saya...!" kataku sambil menangis.

"Ibu Shelly tenang. Tolong tenangkan diri anda. Saya Yumi asisten Pak Al. Apa maksud anda Pak Al bunuh diri," sahut Mbak Yumi dengan nada kaget tapi masih mencoba menenangkan diriku.

"Mbak Yumi tolong. Mas Al minum racun dan sekarang dia tidak sadarkan diri," kataku lagi sambil terus menangis.

"Astaghfirullah. Baik Bu, saya akan tolong ibu. Ibu tenang ya saya akan telepon ambulan untuk Pak Al. Ibu Shelly jangan kemana-mana saya akan kesana Bu," tukas Mbak Yumi tegas.

"Ya Mbak, tolong cepat Mas Al, Mbak. Mas Al...," aku tak mampu melanjutkan bicaraku.

Dari seberang telepon sudah diputuskan oleh Mbak Yumi. Aku menangis kembali ke tubuh Mas Al yang tak berdaya dan memeluknya.

"Bangun Mas! Jangan tinggalkan aku Mas! Aku minta maaf Mas. Aku minta maaf..." kataku.

Tak ada satu kata pun yang bisa ku ucapkan saat ini. Hanya maaf dan maaf yang terus terucap dari mulutku. Aku menyesal memintanya mati. Harusnya aku tahu bahwa Mas Al tidak akan pernah bermain-main dengan kata-katanya. Dia adalah orang yang selalu berusaha menepati janji. Aku menyesal.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience