Rumahnya (Rumah Kami)

Drama Series 6599

Aku termangu. Bayangan dirinya berkelebat di benakku. Hatiku berkecamuk, sakit sekali. Tak kusadari bahwa air mata ku telah jatuh laksana hujan deras di malam yang sunyi. Aku kalut.

Kenapa Ustadz? Kenapa engkau mempermainkan perasaanku, cintaku tulus untukmu. Kurang kah kesediaan ku menjadi yang ke empat untukmu? Aku telah menunggu selama tiga tahun terakhir tapi kau justru mengkhianati diriku dengan sahabatku sendiri. Teganya dia merebutmu ketika aku percaya penuh padanya. Teganya kalian berdua.

"Nak kamu kenapa? Apa ada yang sakit?" ucap sebuah suara lembut.

Kurasakan sepotong tangan mengusap kepalaku dengan lembut. Aku mendongak. Ku dapati sesosok manusia menatap tajam kearah ku dengan khawatir. Dia ibu mertuaku. Aku mengangguk sekenaku, pikiran ku kosong.

"Saya pusing Bu?" jawabku berbohong.

Aku tak tahu apa jadinya jika beliau tahu perasaanku yang sebenarnya. Aku tidak ingin mengecewakan beliau yang telah begitu baik dan sayang kepadaku, menantunya.

"Ibu" menyuruhku beristirahat sejenak sebelum para perias pengantin datang merias wajahku untuk acara resepsi malam ini. Aku menurut seraya mengusap wajahku yang telah basah oleh air mataku, hanya demikianlah yang bisa kuberikan kepada beliau.

Aku beranjak kesebuah ruangan yang disediakan untukku. Ku tutup pintu besar bermaksud untuk menyembunyikan diriku di dalamnya sampai tanpa sengaja ku tangkap sesosok tubuh berdiri di sudut ruangan memandang ke arahku. Suamiku. Dia menatapku penuh tanya. Tapi tak ku hiraukan jua, sudah kedua kalinya.

Semua berlalu begitu saja. Hikmat tapi hening. Tubuhku disini tapi hati dan pikiran ku melayang entah kemana.

"Dek kita pulang sekarang ya!" kata-katanya membuyarkan lamunanku.

"Pulang kemana mas? Bukannya kita sudah di rumah Mas?" giliran aku bertanya heran.

"Bukan Dek, ini rumah orang tua Mas. Rumah Mas, rumah yang akan kita tinggali ada di depan gang tadi.," jelas suamiku panjang.

Kami berangkat, berjalan lebih tepatnya karena rumah yang suamiku maksud tidak begitu jauh dari rumah mertuaku. Di sepanjang perjalanan kami hanya diam, tidak tahu harus bicara apa sampai akhirnya kami sudah berdiri di sebuah gerbang besar kami pun berhenti.

Mataku terbelalak tak percaya ketika ia membuka gerbang tersebut di hadapanku.

Perlahan tapi pasti aku bisa melihat apa yang ada di balik gerbang besar ini. Sebuah air terjun buatan yang lumayan tinggi menjulang di sudut kiri dan gazebo yang cukup untuk menerima sekitar lima hingga enam orang tamu di dalamnya. Dan di tengahnya, di balik gerbang ini, ada sebuah jembatan kecil untuk menyeberangi kolam kecil dengan belasan ikan koi di bawahnya. Kolam ini terhubung dengan air terjun tadi.

Di dinding tertanam beberapa tanaman sayur mayur dan buah-buahan ala kadarnya. Di bawah air terjun terdapat gua kecil buatan untuk sarang beberapa ekor labi-labi, baik yang besar ataupun kecil, sungguh menggemaskan.

Setelah dikiranya cukup beberapa menit untukku melihat pemandangan indah di hadapan ku ini, Mas Al, panggilan suamiku, mengajak diriku masuk semakin dalam ke dalam rumah besar bertingkat tiga yang dia sebut rumah kami.

Ruang pertama yang di perlihatkan Mas Al adalah ruang tamu. Ruangan ini kecil tapi panjang di sudut ruangan ada meja panjang kecil beserta bantalan-bantalan duduk ala Jepang dengan bahan kayu yang cukup eksotis tapi sederhana. Tidak banyak furniture yang di gantung di dinding melainkan hanya sapuan cat dengan gradasi warna cerah dan elegan, cukup nyaman. Disudut lainnya terlihat sebuah pintu ruangan lain dan kami memasukinya.

Dibalik pintu ruang ke dua ini ternyata hanya sebuah ruang terbuka dengan tangga berputar yang indah seperti dalam istana di negeri dongeng juga pintu lain di sebelah kiri tangga tapi Mal Al tidak mengajak diriku kesana melainkan ke atas, menaiki tangga indah ini.

"Mas pintu tadi ruang apa ya?" tanyaku penasaran karena tidak diperlihatkan apa yang ada di dalamnya.

"Garasi, Dek, besok pagi kita lihat ya sekarang kita naik saja ke kamar," jawab Mas Al yang membuatku sedikit kaget.

"Ke Kamar". Untuk sepersekian detik aku kaget juga takut. Benar ini adalah malam pertama kami. Itu berarti aku harus melayaninya di ranjang malam ini. Aku gugup.

Belum sempat hilang pikiran ku tentang malam pertama tiba-tiba aku terpana begitu ku langkahkan kaki pada anak tangga terakhir. Kini kami berada di lantai dua rumah kami. Indah? Sangat indah.

Di dinding yang berhadapan dengan tangga, tepat dihadapan kami, ada sebuah foto keluarga, bukan, bukan foto melainkan lukisan keluarga nya terpampang besar di tengah ruangan. Bapak dan Ibu mertuaku duduk di sebuah kursi antik ala singgasana kerajaan, di kanan dan kirinya ada adik ipar ku Reyna dan Roy dan di tengah ada adik ipar ku paling kecil, si kembar Rafa dan Revan yang terlihat masih balita. Dan di belakang mereka ada Mas Al berdiri tegap seakan sedang menjaga keluarga tercinta nya sembari tersenyum bahagia, tampan sekali. Ku akui suamiku tampan dan tubuhnya tidak kalah dengan model.

Belum habis rasa kagum ku pada lukisan, foto-foto kecil yang banyak di atas meja didepan lukisan keluarga nya juga dengan berapa indahnya interior ruangan ini, Mas Al menggiring ku... Ke Kamar.

"Dek, ayo ke kamar!" ajak Mas Al.

Jantungku berdebar dag - dig - dug tak karuan. Ketika pintu kamar ia buka, hilang sudah perasaan raguku. Rasa kagum melihat keindahan di dalam kamar kami membuatku hilang kata-kata. Rupanya Mas Al mendekorasi kamar kami khusus untuk menyambut kedatangan ku.

Aku terpukau. Pemandangan yang tidak pernah bisa kubayangkan akan kumiliki ternyata kumiliki jua berkat Mas Al. Dekorasi yang sama persis dengan kamar Tita di film Eiffel I'm in Love sekarang ada di kamarku dan dipersembahkan untukku.

"Kamu suka tidak, Dek? Aku tidak tahu harus menyambut seorang wanita khususnya istri itu seperti apa karena aku tidak pernah memiliki hubungan dengan wanita sebelumnya jadi aku buat ini seperti di dalam film karena menurutku ini bagus," jelas Mas Al dengan nada ragu-ragu.

Aku mengangguk dan tersenyum, ku ucapkan terima kasih dan yang ku dengar dari mulut nya hanyalah ucapan Alhamdulillah dengan senyum yang diberikan kepadaku.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience