Malam ini malam terakhir bagi kita....
????????????????
Hobaaaaaahhh~~~~
Baca pelan-pelan dan resapi setiap kata-katanya!
4000an kata sudah tertuang di Last Chapter ini
Selamat Menikmati Tulisan abal-abal ini
????????????????
Maapkeun kalo banyak Typo yah
??????????
Ricard terbangun lebih dulu saat bel penthousenya berbunyi. Ia meraba ponsel yang berada di atas nakas samping tempat tidurnya, ia melirik pukul berapa saat ini, 09.14 waktu setempat. Ia mengambil boxer yang tergeletak tak berdaya di lantai akibat kegiatan urut mengurutnya semalam. Sebelum berjalan membukakan pintu, pria itu menunduk dan mencium kening Zeline yang masih begitu nyenyak terlelap.
Tidak biasanya penthousenya kedatangan tamu pagi-pagi seperti ini. Tidak ada orang lain yang sering bertamu ke sana kecuali Steven dan beberapa asistennya untuk urusan pekerjaan.
Ricard mengklik interkom yang ada, untuk melihat siapa yang datang sebelum ia membuka pintunya. Pria itu membelakangi kamera sehingga hanya terlihat punggungnya saja. Ricard tak mau ambil pusing, ia berpikir itu adalah Steven. Dengan santai dan tanpa berpikir yang tidak-tidak, Ricard menekan password dan membuka pintu penthousenya untuk mempersilakan masuk tamunya.
"Hua... akhirnya kau membukakan pintu," seru pria yang sukses membuat mata Ricard melotot kaget dan benar-benar tersentak.
Zacco, adik kandung kekasihnya, yang menjadi tamu tak terduga pagi ini. Tanpa ragu, Zacco melangkah masuk ke dalam rumah dan menatap keadaan di sana, ia berdecak kagum karena semua hal yang ada disana adalah barang-barang mewah meskipun simple.
"Kau tahu dari mana alamat penthouseku?" tanya Ricard penasaran.
Zacco berbalik menghadap Ricard dengan senyum sumringahnya.
"Aku berpacaran dengan sepupumu, calon kakak ipar. Tentu saja dia memberitahuku, lagi pula Kak Zeline tidak mengatakan detail alamat penthousemu ini. Terpaksa aku mencari tahunya sendiri," jelas Zacco.
"Ah- iya. Di mana kakakku? Aku ada sedikit kepentingan dengannya, "Zacco terlihat mengedarkan pandangannya menebak-nebak keberadaan kamar yang ditempati Zeline.
"Oh, shit!" umpat Ricard saat sadar jika posisi Zeline saat ini begitu mengerikan.
Jika Zacco melihatnya, tentu saja calon adik iparnya itu akan berpikiran negatif padanya karena sudah nananina dengan kakaknya dan mengadukannya pada kedua orangtua Zeline. Jangan sampai itu terjadi dan Ricard tidak ingin namanya tercoreng serta tidak mendapat restu dari orangtua Zeline.
"Aku akan memanggil Zeline. Kau tunggu saja di sini," ucap Ricard gugup.
Zacco menaikkan sebelah alisnya curiga. Ia termasuk pria yang begitu peka terhadap ekspresi yang ditampilkan seseorang, tidak beda jauh dari kakak kandungnya itu.
"Sebutkan saja di mana dia, aku akan menemuinya sendiri," kata Zacco sedikit memaksa.
"Tidak perlu. Kau duduk manis saja di sini, oke. Tunggu sebentar." Ricard mencoba meyakinkan Zacco untuk tidak mencari keberadaan kakaknya.
Raut wajah panik, cemas dan gugup begitu bisa ditebak dari Ricard. Zacco semakin yakin, ada hal yang mencurigakan yang sedang ditutupi oleh calon kakak iparnya ini.
Memang pada dasarnya kedua kakak beradik itu memiliki tingkat kepekaan yang luar biasa dan tidak mudah dibohongi serta dibodohi. Membuat seorang Ricard mati gaya untuk menghadapi Zacco saat ini. Pilihan yang bisa ia ambil adalah pasrah. Ia akan memberikan apa pun pada Zacco, asal calon adik iparnya tersebut tutup mulut dan merahasiakan apa yang akan ia lihat nantinya.
Ricard mengajak Zacco untuk naik menuju kamar satu-satunya yang ia tempati bersama Zeline. Zacco tersentak kaget mendapati kakaknya, sang perawan ibukota, sedang terlelap nyenyak bergelung dibawah selimut tebal. Zacco melirik tajam pada Ricard yang berdiri menyandar di dinding kamarnya mencoba tersenyum namun kaku.
"Jangan bilang padaku, jika dibalik selimut itu, tidak ada sehelai benang yang menutupi tubuh kakakku," desis Zacco dan Ricard hanya menggosok tengkuknya salah tingkah.
"Damn! Kalian sudah melakukannya?" kaget Zacco, lantas membuat Ricard mengibas-ibaskan tangannya panik.
"Ti—tidak, tidak seperti itu, kami cuma, ah—astaga, apa yang harus aku katakan," jawab Ricard terbata.
Baru kali ini ia merasa begitu panik terhadap sesuatu hal. Jangan sampai Zacco menggagalkan rencana pernikahannya karena ini semua.
Zeline menggeliat di atas kasur, selimutnya sedikit melorot sehingga menampilkan hampir setengah squishy miliknya tanpa sadar.
"Ya Tuhan! Benar-benar kalian ini ternyata. Oh, aku akan menelepon Papa segera." Zacco mengambil ponselnya dan Ricard merebutnya cepat.
"ZACCO! Astaga, ke-kenapa kau ada di sini?" kaget Zeline sambil menutupi bagian tubuhnya.
Zeline merasa sedang terciduk akibat melakukan hal bejat dan juga memalukan.
"Wah, kalian benar-benar yah. Ck ck ck, kau sudah berani membantah petuah Papa." Zacco berkacak pinggang menatap tajam Zeline dan Ricard bergantian.
"Tidak! Astaga- aku... kami tidak melakukan apa pun," bantah Zeline.
"Oh, sialan, aku jadi mirip jalang yang tertangkap basah sedang melakukan prostitusi," gumam Zeline, menggosok wajahnya dengan sebelah telapak tangannya.
"Cepat pakai bajumu, aku menunggumu di bawah," perintah Zacco.
"Kau juga, calon kakak ipar yang belum tentu menjadi kakak iparku, cepat pergi dari sini, ikut aku kebawah." Zacco memerintah Ricard dan dengan patuhnya Ricard mengikutinya.
Zacco dan Ricard memilih untuk turun ke bawah, menunggu Zeline memakai pakaiannya untuk menjelaskan semuanya. Zacco tak habis pikir, jika kakaknya sekarang sudah berani melakukan hal melenceng seperti itu, ia jadi bertanya-tanya apakah fobia kakaknya sudah sembuh atau bagaimana?
?????
Zacco duduk dihadapan Ricard dan Zeline. Persis seperti hakim yang ingin mendakwa tersangka. Terciduk oleh adik sendiri rasanya sangat tidak enak dan memalukan. Tatapan tajam Zacco tidak jauh berbeda dengan tatapan tajam Papa Zeline, ya buah jatuh memang tak jauh dari pohonnya.
"Bisa kau jelaskan padaku apa yang sebenarnya terjadi? Apa kau sudah memilih untuk melepas jabatanmu sebagai perawan Ibukota, kak?" Zacco membuka pembicaraan mereka.
"Shit! Aku dan Ricard hanya tidur bersama, HANYA TIDUR! Tidak melakukan sesuatu yang kau pikirkan itu," ucap Zeline dengan penekanan.
"Tapi kenapa kau harus melepas semua pakaianmu jika HANYA TIDUR? Jangan membodohiku," tuding Zacco.
"Aku merasa gerah dan aku sudah terbiasa tidur seperti itu," elak Zeline.
"Bohong," sangkal Zacco.
"Whatever!" ucap Zeline kesal menghadapi adiknya yang keras kepala. Wanita itu meninggalkan kedua pria itu dan pergi ke dapur.
"Kami tidak melakukan sex before married. Aku masih mengingat nasihat dan peringatan kedua orangtuamu, tapi comeon, Zac, kau pria dewasa pula, aku yakin kau juga sering melakukan make out dengan sepupuku," ucap Ricard dengan santai.
Zacco seperti tertohok dengan kata-kata Ricard. Apa yang diucapkan calon kakak iparnya itu benar sekali. Ia bahkan tidak berani menyangkalnya.
'Shit! Gagal untuk membuat mereka kalah dariku, ternyata Ricard benar-benar pintar dan licik,' batin Zacco.
"Ya sudah, lupakan saja. Terserah kalian saja," jawab Zacco pasrah dan Ricard tersenyum smirk.
"Lantas apa yang membuatmu ke mari?" tanya Zeline yang baru datang dari arah dapur membawa tiga gelas orange juice di atas nampan.
"Papa ingin bertemu denganmu. Ada hal penting yang ingin dibicarakan?" kata Zacco.
"Kenapa Papa tidak langsung meneleponku?" heran Zeline.
"Ck- mana kutahu. Kau tanya sendiri saja. Aku hanya menyampaikan pesannya saja. Papa terlalu sibuk dengan bisnis baru yang dibukanya disini, sampai aku harus mengambil cuti kuliahku. Menyebalkan," gerutu Zacco.
Ricard senang sekali melihat interaksi kedua kakak adik di hadapannya ini. Mereka berdua selalu saja berdebat jika bertemu satu sama lain. Keluarga yang menyenangkan.
"Kapan dan di mana? Lusa aku harus berangkat ke Korea," ucap Zeline dan ucapannya sukses membuat Ricard menoleh cepat.
"Aku sedang mengurus sample kosmetikku yang dibuat di Korea, kekasihku. Kau tidak perlu melotot garang seperti itu. Kau bisa ikut jika kau mau," jelas Zeline ketika melihat wajah Ricard yang menuntut penjelasan.
"Baccarat Hotel and Residences, nanti malam jam 7, kau sudah harus di sana," kata Zacco.
"Akhirnya kau terjun dalam dunia bisnis juga. Kupikir kau akan selamanya menjadi seorang pelukis wajah orang," sindir Zacco pada Zeline.
"Aku senang dengan keputusanmu. Kau pasti akan jadi pembisnis yang hebat pastinya," ucap Ricard.
"Kalian berdua pria yang lebay," kata Zeline malu dan meninggalkan kedua pria itu
?????
Zeline memaksa Ricard untuk memperbolehkannya belanja keperluan dapur. Ia sudah lama ingin menunjukkan kepiawaiannya memasak pada Ricard dan menyembuhkan rasa rindu Zacco pada hasil olahan tangannya.
Mulai saat ini, Ricard sudah memantapkan hatinya benar-benar untuk memilih Zeline sebagai pendamping hidupnya seumur hidup. Paket komplit yang dimiliki Zeline tentu tidak bisa lagi untuk diabaikan begitu saja. Perawan, MUA terkenal, calon pembisnis wanita, teguh pendirian dan pengertian.
Zacco memilih meninggalkan penthouse Ricard ketika perutnya sudah kenyang diisi oleh masakan yang begitu dirindukannya yang dibuat oleh Zeline.
"Aku begitu bangga memiliki kekasih multitalenta sepertimu," ucap Ricard saat Zeline mendudukan diri di sebelah Ricard.
"Terima kasih atas pujiannya Bapak CEO Daniello's Corp yang terhormat. Saya sangat tersanjung mendengar-nya," ucap Zeline menggoda Ricard dan keduanya tertawa lepas bersama.
Zeline menyandarkan kepalanya pada bahu Ricard, pria itu memeluk tubuh Zeline dengan sebelah tangannya sambil menciumi puncak kepala Zeline.
"Aku ingin menua bersamamu, menghabiskan sisa hidup berdua dengan anak-anak kita nanti. Aku pikir kita akan menjadi keluarga yang sempurna," kata Ricard.
Zeline mengambil sebelah telapak tangan Ricard dan menggenggamnya erat.
"Tidak ada pernikahan serta keluarga yang sempurna. Kesempurnaan hanya milik Tuhan semesta alam. Kita hanya akan berusaha membangun pernikahan serta keluarga yang harmonis, saling mengerti kekurangan serta kelebihan masing-masing," ucap Zeline.
Ricard tertegun dengan ucapan Zeline. Wanitanya nyatanya jauh lebih memiliki pemikiran dewasa dan luas dibandingkan dirinya yang lebih tua usianya dibanding Zeline.
"Kau selalu memiliki pandangan yang luar biasa membuatku terkagum," kata Ricard.
"Saat ini, aku hanya bisa berdoa agar kedua orangtuamu mengubah pandangannya terhadapku dan juga memberi restu atas hubungan ini," lirih Zeline.
"Aku akan mengusahakannya. Percayalah padaku, semua akan aku lakukan untuk hubungan ini. Aku tidak bisa hidup tanpamu, honey." Ricard mengecup punggung tangan Zeline.
Manusia hanya bisa berharap yang terbaik, tinggal bagaimana Tuhan mengabulkannya atau bahkan mengabaikannya.
?????
Mobil Ricard berbelok menuju parkiran lobby hotel ke tempat yang telah Papa Zeline tentukan. Zeline tidak tahu maksud serta tujuan Papanya mengajaknya bicara serius di sana. Ricard bersikukuh untuk ikut datang menemani kekasihnya menemui calon mertuanya.
Zeline menempelkan ponselnya di telinganya, ia menghubungi Papanya untuk menanyakan keberadaan dan posisinya di mana.
Restoran. Satu kata itulah yang diucapkan Papanya dan Zeline bergegas ke sana untuk menemui orangtuanya itu.
Kedua orangtua Zeline terlihat sedang duduk bersebelahan dan berbincang sesuatu yang serius ketika Zeline berjalan mendekati meja mereka.
"Akhirnya kau sampai juga," sapa Jacobs ketika melihat Zeline berdiri tak jauh dari mejanya.
Jacobs malam itu terlihat mengenakan batik mewah berwarna perpaduan hitam, cokelat dan emas. Sedangkan Marina memakai kebaya berwarna merah maroon, emas di padu padankan dengan songket merah sangat khas Indonesia.
"Maaf membuat Mama dan Papa menunggu lama. Ah-yah kenapa Papa dan Mama tampak begitu formal malam ini?" tanya Zeline.
"Hmm, maaf nak Ricard, Kami berdua hanya ingin berbicara dengan Zeline. Kau bisa memilih tempat duduk yang lain." Jacobs mengusir Ricard dengan bahasa yang halus.
Zeline mengerenyitkan dahinya bingung dan Ricard tampak mengerti serta memaklumi perkataan Jacobs padanya. Ricard memberi isyarat pada Zeline bahwa dirinya baik-baik saja dan memilih untuk duduk tiga meja berbeda dari tempat Zeline berada saat ini.
"Kenapa Ricard tidak boleh ada di sini?" tanya Zeline penasaran.
"Karena ini menyangkut hubunganmu ke depan dengan pria itu," kata Jacobs tegas.
Suasana di meja itu tampak serius. Jacobs dan Marina menatap Zeline intens. Zeline merasa ada sesuatu yang penting, jika kedua orangtuanya sudah bersikap demikian.
"Kami pikir lebih baik kau tinggalkan pria itu, Zel. Dia sungguh berbeda dengan kita," ucap Jacobs to the point.
Zeline melotot, tersentak mendengar ucapan Papanya yang sungguh mengejutkan. Sikap Jacobs begitu berubah dari beberapa bulan yang lalu di awal Zeline memper-kenalkan Ricard.
"Kenapa begitu? Bukankah sudah dari awal Papa tahu jika aku dan dia berbeda." Zeline meninggikan ucapannya.
"Ya, kami tahu. Tapi, kami orangtua hanya ingin yang terbaik untuk anak kami. Terlalu banyak perbedaan antara kau dan dia, kita dan keluarga besarnya," jelas Marina dengan lembut.
"Tapi Zel dan Ricard bisa mengatasi semua perbedaan yang ada, Ma, Pa," bela Zeline.
"Bagaimana dengan keluarganya? Ibunya bahkan rela terbang ke Indonesia demi menemuimu dan mengancam-mu," Jacobs menskakmat Zeline.
Zeline diam dan sedikit terkejut dengan ucapan Jacobs yang entah mengapa bisa tahu mengenai hal yang disembunyikannya itu.
"Ba-bagaimana bisa Papa tahu semua itu?" tanya Zeline gugup.
"Papa selalu mengawasimu dari jauh Zeline. Kau anak wanita satu-satunya milik Papa dan mama. Tentu kami ingin kau selalu terjaga meskipun jauh dari kami berdua," ucap Jacobs.
Rasa haru menghinggapi Zeline ketika lagi-lagi mengetahui fakta jika kedua orangtuanya begitu memperdulikan keadaannya dan menjaganya sekalipun mereka berjauhan.
"Tapi, Zel bisa mengatasi semuanya dan Ricard berjanji akan mencari jalan keluar untuk meluluhkan hati orangtuanya," kata Zeline.
"Sudahlah Zel, kita menyerah saja. Kuasa mereka begitu besar kita tidak bisa melawannya. Bagaimanapun kau bekerja keras, kau tidak akan bisa menjadi setara dengan keluarga mereka," kata Marina.
Zeline menggelengkan kepalanya tanda tak setuju atas pernyataan ibunya. Ia tidak akan menyerah begitu saja. Kenapa juga keluarga Ricard harus menilai wanita untuk pendamping anaknya dari segi materi. Sungguh keterlaluan orang kaya raya itu.
"Setidaknya aku akan berusaha dahulu, Pa, Ma," ucap Zeline.
"Banyak pria di luar sana yang jauh lebih baik dari Ricard dan keluarganya. Cinta tidak direstui itu tidak akan berjalan mulus. Kau harus tahu itu." Jacobs memberikan petuahnya.
Zeline bersikukuh dengan gelengan kepalanya.
"Tidak! Aku tetap tidak akan menyerah. Aku yakin semua pasti ada solusinya. I love him so much!"
"Saya juga mencintai Zeline. Saya akan mencari cara agar kedua orangtua saya memberi kami berdua restu. Saya tidak menginginkan wanita lain selain Zeline untuk menjadi pendamping hidup saya." Tiba-tiba Ricard menyela pembicaraan keluarga itu.
Ricard awalnya tidak mengerti apa yang dibicarakan Zeline dan orangtuanya karena menggunakan Bahasa Indonesianamun, bentakan Zeline terakhir dengan bahasa inggris membuat Ricard mengerti kemana arah pembicaraan mereka.
"Sudahlah nak Ricard. Kami tidak ingin terus menjadi bulan-bulanan keluarga kalian. Kau pantas mendapatkan wanita yang jauh lebih berkelas dan baik dibanding Zeline," ucap Marina.
"Ma... Kenapa Mama berbicara seperti itu. Bukankah Mama kemarin yang menasehati Zel dan Ricard jika kami harus melewati semua proses dan memantapkan hati kami berdua."
"Saat ini hati Zel dan juga Ricard sudah mantap untuk selalu bersama. Tapi, kenapa malah Mama dan Papa mencoba untuk menggoyahkan pikiran Zel? Kenapa Ma, Pa?" tanya Zeline sedih.
"Om, Tante. Sekali lagi, saya meminta restu kalian berdua untuk meminta Zeline menjadi pendamping hidup saya. Percayalah, saya akan menjaga anak Anda dengan baik dan membahagiakannya," ucap Ricard mantap.
"Tidak! Menyerahlah. Zeline mari kita pulang ke Indonesia," ucap Jacobs tegas.
Zeline memasang wajah memelas pada mamanya dan mamanya hanya menggeleng lemah. Airmata Zeline jatuh begitu saja. Disaat hatinya sudah terbuka lebar dan berusaha keras menentang serta membuktikan tuduhan ibu Ricard padanya, malah kedua orangtuanya menyuruhnya menyerah begitu saja.
Tapi, jika dipikir-pikir, bagaimanapun ia berkerja keras dan kekayaan orangtua Zeline tentu tidak ada artinya dibanding kekayaan yang dimiliki keluarga Ricard. Perbedaan kultur dan cara berpikirpun sudah begitu berbeda namun, semua itu sudah sedikit teratasi karena Ricard berjanji akan belajar memahami secara perlahan semua kebudayaan serta kebiasaan adat istiadat yang berlaku di Indonesia.
Hubungan memang tidak akan berjalan mulus jika tidak adanya restu dari kedua belah pihak. Apalagi restu kedua orangtua.
"Saya mohon Om, Tante. Saya akan membahagiakan Zeline." Ricard paling pantang untuk memohon sesuatu pada orang lain. Tapi kali ini, demi masa depannya, demi pendamping hidupnya, demi memperjuangkan takdirnya, ia rela untuk memohon pada orangtua Zeline, toh bagaimanapun Zeline bisa menikah dengannya harus dengan izin Papanya.
"Pa, Ma, please! Zeline sudah berpikir keras, bahkan Zeline sudah berobat untuk menyembuhkan penyakit yang Zeline derita demi ingin membangun sebuah keluarga bersama Ricard. Setidaknya, Papa dan mama memberikan kami restu terlebih dahulu," ucap Zeline lirih hampir putus asa.
"Lupakan Zel. Papa tidak ingin kau membuang-buang waktumu di sini dan juga mengorbankan harga dirimu untuk disepelekan terus menerus," tegas Jacobs.
"Om, please. Saya mohon jangan berkata demikian. Saya akan berusaha keras untuk meyakinkan kedua orangtua saya agar bisa menerima Zeline sebagai menantu mereka." Ricard mengambil sebelah tangan Jacobs dan menunduk diatas punggung tangan Jacobs.
Jacobs terkesiap dengan tindakan diluar dugaannya itu. Ia bahkan tidak terpikirkan Ricard akan mencium punggung tangannya dan memohon. Jacobs melihat keseriusan serta keteguhan pendirian dalam diri Ricard.
"Jangan bertindak seperti ini, Ricard, kau seseorang yang terhormat di sini. Lepaskan tanganku, aku harus pergi untuk menghadiri sebuah acara." Jacobs menarik telapak tangannya dengan cepat.
"Zel, ikut Papa. Tante Jasmine dan Om Hendrik mengundang kita untuk menghadiri acara ulang tahun pernikahan mereka yang ke 25 tahun." Jacobs memberi perintah.
Zeline menggeleng sambil menyeka airmatanya yang menetes membasahi pipinya.
"Aku akan ikut jika Ricard juga ikut bersamaku," ucap Zeline mengultimatum Papanya.
"Terserah! Kau memang keras kepala dan pembangkang." Jacobs dan Marina akhirnya memilih berjalan dahulu meninggalkan Zeline dan Ricard.
Ricard meraih kedua telapak tangan Zeline dan menatap kedua mata Zeline dengan penuh harapan.
"Kau masih tetap ingin memperjuangkan hubungan ini bersamaku kan?" tanya Ricard.
Zeline mengangguk yakin, "Tentu saja! Aku tidak akan menyerah begitu saja. Aku tidak takut dengan semua ancaman dari Ibumu."
Ricard tersenyum mendengarnya dan mencium puncak kepala Zeline lembut, menarik tubuh wanita itu ke dalam pelukannya.
"Aku mencintaimu," bisik Ricard.
"Aku juga mencintaimu," balas Zeline.
Mereka berdua saling menggenggam tangan satu sama lain dan berjalan masuk ke dalam ballroom tempat di mana acara yang Jacobs katakan tadi. Pantas saja Jacobs dan Marina menggunakan pakaian formal khas Indonesia.
?????
Kaki Zeline dan Ricard melangkah masuk ke dalam ballroom hotel yang begitu besar, megah dan mewah. Semua ornamen di sana dipenuhi oleh bunga mawar putih dan bunga tulip. Zeline begitu terkesan atas kemewahan yang dihadirkan pada pernikahan perak Om Hendrik dan Tante Jasmine.
Mereka berdua adalah pembisnis yang juga salah satu orang terkaya di Indonesia, mereka berdua cukup dekat dengan keluarga Zeline, mengingat pasangan itu tidak memiliki anak namun tidak ingin mengangkat anak orang lain. Mereka lebih memilih untuk memiliki beberapa panti asuhan di Indonesia yang tersebar diseluruh daerah.
Untung saja, Zeline dan Ricard memilih untuk memakai gaun malam ketika diajak bertemu Jacobs dan Marina yang notabenenya orangtua Zeline sendiri. Zeline mengedarkan pandangan ke sekelilingnya, tidak begitu banyak mengenal bahkan hampir seluruh tamu undangan tidak Zeline kenal. Tapi tidak dengan Ricard, pria itu beberapa kali menyalami koleganya yang juga ternyata hadir disana.
"Tempat ini disulap begitu indah dan luar biasa," gumam Zeline.
"Dekorasi pernikahan kita nanti akan jauh lebih mewah dan indah dari semua ini, honey. Percayalah," bisik Ricard.
"Semoga saja takdir membawa kita menuju harapan kita berdua," gumam Zeline lagi.
"Aku akan berusaha mewujudkannya asal kau tetap bersamaku dan percaya padaku," ucap Ricard mengecup lembut punggung tangan Zeline.
Zeline tersenyum dan bergumam mengangguk. Mereka berdua yakin bisa melewati semua masalah yang ada.
Sorot lampu mengarah ke Ricard dan juga Zeline. Keduanya sontak memicing menghindari silaunya cahaya lampu sorot itu.
Tak lama dari itu, suara yang begitu Ricard kenal bergema di telinganya dan juga semua tamu yang hadir di situ.
"Terima kasih atas kehadiran kalian semua di sini. Malam ini, saya begitu bahagia menyambut semuanya dan juga bahagia ketika ingin menyampaikan kabar bahagia ini," ucap pria paruh baya yang terlihat begitu gagah dengan setelah tuxedo berwarna abu-abu di atas panggung.
Ricard mengerenyit dan bergumam, "Daddy?"
Dengan senyum yang begitu lebar dan juga pancaran mata yang bahagia, pria yang digumamkan Ricard sebagai ayahnya itu terus berbicara diatas sana. Zeline menoleh ke arah Ricard yang begitu terpaku serta penuh pertanyaan dalam otaknya.
"Kau kenal pria itu? Kenapa wajahnya sedikit mirip denganmu?" bisik Zeline pada Ricard.
"Daddy! Dia ayahku," jawab Ricard singkat.
Zeline terkejut ditempatnya, menutup mulutnya dengan sebelah telapak tangannya. Tidak menyangka jika pria yang didepan sana adalah ayah Ricard.
"Malam ini adalah malam spesial untuk kami semua. Saya mewakili keluarga besar akan mengumumkan suatu kabar bahagia untuk keluarga kami dan juga untuk kalian semua." Ricard dan Zeline memasang telinga sebaik-baiknya sambil menggenggam erat tangan masing-masing.
"Apa pun yang terjadi, kumohon tetap bersamaku jangan lepaskan genggaman ini," bisik Ricard dan Zeline mendongak menatap Ricard sambil mengangguk ragu.
Ricard memicing tajam ke arah panggung. Ia sudah begitu tahu, bagaimana kedua orangtuanya jika sudah berambisi, terlihat dengan perjodohan gagal yang pernah ia jalani waktu itu. Ricard tidak akan membiarkan semua itu terjadi lagi untuk kedua kalinya.
"Anakku, satu-satunya penerus Daniello's Corp malam ini akan resmi bertunangan dengan seorang wanita cantik. Aku bersyukur di usianya yang menginjak ke 28 tahun, ia akhirnya bertunangan," ucap Daniel diiringi tepukan yang gemuruh oleh semua tamu.
Zeline menoleh dan melirik tajam ke arah Ricard, ia berniat mengendurkan genggaman tangannya namun Ricard menahannya. Ricard juga terlihat mengetatkan rahangnya menahan emosi mendengar ucapan Daddynya yang bahkan ia sama sekali tidak ketahui.
"Kau berbohong!" desis Zeline.
"Demi Tuhan, aku tidak tahu apa pun!" tekan Ricard.
"Silakan naik ke atas panggung anak kesayanganku, Ricardo Fello Daniello," panggil Danielnamun, Ricard tetap berdiri bergeming dari tempatnya. Sedangkan Zeline berusaha melepaskan genggaman tangan Ricard.
"Ucapan Papaku ternyata benar! Kita tidak selevel, lepaskan tanganku," desis Zeline marah.
"Sudah kukatakan aku tidak tahu menahu tentang semua ini. Aku juga tidak akan melepaskanmu meskipun taruhannya kekuasaan yang saat ini kumiliki," desis Ricard penuh penekanan dan emosi.
Ricard berbalik arah sambil menarik tangan Zeline untuk mengajak wanita itu keluar dari acara yang sialan ini. Bukankah itu katanya acara ulang tahun pernikahan tante dan om Zeline tapi mengapa Daddy-nya yang berada di atas sana mengatakan sesuatu yang sangat tidak masuk akal.
"Kau yakin akan pergi dari tempat ini, Ricardo?" ucap Daddynya dengan mic membuat langkah kaki Ricard dan Zeline terhenti secara spontan.
"Berbaliklah, bawa kekasihmu ke mari. Tunjukkan pada dunia jika kau akan bertunangan dengannya malam ini dan katakan secara lantang jika kau hanya menginginkan dia sebagai pendamping hidupmu," ucapan panjang Daniel membuat Ricard dan Zeline tercengang, shock dan blankseketika.
"Hah? Ap—apa?" ucap Ricard tergagap.
Lampu sorot tetap saja menyoroti Ricard dan Zeline. Semua mata tertuju pada mereka. Di atas panggung saat ini tidak hanya ada Daniel, tapi di sampingnya sudah ada Mommy Ricard, Jacobs, Marina, Jacco serta tiga sahabat baik Zeline. Mereka semua tersenyum lebar.
Zeline dan Ricard seperti dua orang bodoh yang dikelabuhi oleh semua orang. Mereka berdiri saling bertanya lewat tatapan masing-masing. Zeline mencubit pipinya kuat, mencari tahu apakah ia sedang berada di alam mimpi atau kenyataan.
"Ricardo Fello Daniello, Zeline Zakeisha! Apalagi yang kalian tunggu? Sampai kapan kalian akan berdiri di sana? Apa kalian tidak ingin memasang cincin pertunangan ini?" kata Jacobs melalui mic yang dipegangnya.
Zeline meneteskan airmata haru dan bahagia sambil terkekeh bodoh dibarengi oleh tawa kecil dari Ricard. Keluarga mereka berdua sukses memberikan kejutan yang benar-benar memicu adrenalin.
Ricard menggenggam tangan Zeline erat, tersenyum lebar melangkah maju menuju panggung dan orang-orang tersayang mereka. Daniel memberikan pelukan hangatnya pada Ricard.
"Bagaimana kejutannya?" Daniel menggoda Ricard.
"Selamat datang di Keluarga Daniello. Kau lulus ujian Zeline. Kau wanita tanggung yang teguh pendirian yang aku cari untuk mendampingi anak manjaku. Maafkan sikapku kemarin," ucap Mommy Ricard sambil memeluk erat Zeline.
Zeline tak kuasa lagi menahan sesegukan tangisannya. Sungguh, ia bahkan tidak pernah membayangkan atau memikirkan hal seperti ini akan terjadi. Semuanya begitu pandai berakting, terutama Mama dan Papanya.
"Papa dan Mama, sudah siap menjadi artis populer ketika kembali ke Indonesia," canda Marina sambil menghapus airmata Zeline.
"Kalian begitu jahat dan tega," keluh Zeline.
"Demi kejutan ini, Papa harus tega padamu. Berbahagialah selalu anakku. Jalani kehidupanmu dengan sebaik-baiknya dan jangan lupakan Tuhan," ucap Jacobs saat menyentuhkan dahinya dan dahi Zeline.
"Congratulations, Zel," teriak ketiga sahabatnya.
Zeline berhambur memeluk ketiga sahabatnya.Sahabat yang selalu ada dalam keadaan apa pun untuknya, baik bahagia, sedih, atau terpuruk sekalipun. Mereka adalah salah satu pemberian terindah yang Tuhan kasih dalam kehidupan Zeline.
"Jangan bilang kehamilanmu juga hanya akting," desis Zeline pada Fini.
"Ck!Aku tidak segila itu untuk bertingkah seolah aku sedang hamil palsu!Kau menyebalkan, Zel. Kau mengingatkanku lagi akan hal yang sedang aku kalutkan! Sialan," keluh Fini.
"Cepat pergi ke sana, pasanglah cincin pertunanganmu. Aku sudah tidak sabar untuk memotretnya." Vera menarik dan mendorong tubuh Zeline mendekat pada Ricard yang sedang berdiri menanti kedatangannya.
Di sana Ricard sedang memegang cincin indah berhias berlian senilai belasan miliar jika di rupiahkan. Cincin yang akan menjadi awal langkah ia dan Zeline meneruskan ke jenjang yang lebih serius..
Ricard menarik jemari Zeline dengan lembut. Dengan hati-hati, ia mulai menyematkan cincin pertunangan itu di jari manis Zeline.
Wanita itu tidak bisa menahan tangisan bahagianya. Tidak disangka, ide konyol dari Vera mengantarkannya menemukan calon pasangan hidupnya kelak. Berbeda benua, waktu, bahasa, adat kebiasaan, keseharian namun tidak menghalangi tumbuhnya benih-benih cinta dan berkembang besar setiap hari semakin dijalani.
Kepercayaan, komunikasi dan saling memahami menjadi kunci utama dari suatu hubungan jarak jauh. Tiga hal menjadi pondasi kokoh untuk memulai segalanya. Satu hal lagi yang menjadi poin tambahan yaitu kejujuran. Berusaha tidak ada suatu hal mulai dari yang kecil sampai besar yang ditutupi satu sama lainnya.
Setelah berbagai hal yang dilewati oleh Zeline, dari jatuh hati pada pria yang salahyang selalu berselingkuh darinya, yang tidak bisa menerima kekurangannya. Sampai akhirnya berkenalan dengan seorang triliuner dunia yang menyembunyikan identitasnya pada sebuah aplikasi kencan online, pertemuan yang mengejutkan, pertentangan hubungan yang dibumbui caci maki sampai akhirnya pertunangan yang tak terduga seperti malam ini.
Sungguh berwarna kehidupan Zeline yang telah dilewatinya. Mulai dari malam ini, Zeline dan Ricard memulai hubungan yang lebih serius dengan status baru yaitu sebagai tunangan. Pernikahan akan diadakan dua bulan setelah malam ini, setelah Ricard datang ke Indonesia dan berkenalan dengan seluruh keluarga besar Zelinedi sana.
Ricard mencium bibir Zeline penuh rasa cinta yang memuncah dan tentunya rasa bahagia yang luar biasa.
"Satu step menuju altar, berjanji dihadapan Tuhan," bisik Ricard.
Zeline mengangguk antusias dan senyuman tak lepas dari wajah cantiknya.
??????????
Tidak akan pernah ada yang tahu tentang rahasia Tuhan
Takdir mengantarkanmu untuk bertemu Jodohmu
??????????
The End
Sekian dan Terima Kasih
????????
??????????
Sisa PART kalian bisa baca dengan cara beli Novel cetaknya di akun shopee : Beemediashop
atau
langsung ke Google Play Books
INFO LENGKAP LANGSUNG CEK INSTAGRAM SHIN
{ AKUBEBBYSHIN }
Share this novel