Semoga ada feelnya part kali ini
??????
Please, kalo ada sesuatu di dalam isi cerita ini nanti, jangan bully Shin ya ????????????
Happy Reading!
Jejak kalian tetap ditunggu!
??????????
Zeline menelpon semua sahabatnya memberi kabar jika jadwal keberangkatan mereka ke Bali dimajukan menjadi nanti malam. Masih ada beberapa jam untuk bersiap. Namun sebelumnya, Zeline telah mengirimkan identitas para sahabat serta kekasih masing-masing sahabatnya pada Fello.
Pria itu memintanya demi untuk kepentingan pemesanan tiket pesawat yang akan membawa mereka ke Bali nanti. Berapa banyak tabungan yang dimiliki pria itu, Zeline tidak habis pikir. Dari pada kepalanya sakit memikirkan hal yang sulit diterkanya, lebih baik ia berganti pakaian dan menyiapkan barang-barangnya kemudian berganti membereskan barang-barang Fello.
Fello telah berbaik hati mengajaknya liburan dengan cuma-cuma akan terasa kurang ajar jika Zeline tidak melakukan sesuatu untuk pria itu.
Barang wajib yang dibawa Zeline saat ke Bali yaitu Bikini tentu saja. Wanita perawan yang memiliki pobia sex itu tetap menyukai memamerkan bentuk tubuhnya yang proposional. Bermacam bikini ia bawa masuk ke dalam kopernya.
Ponsel Zeline berdering, ID caller yang tertera pada layar ponselnya ternyata nama keramat yang sangat jarang sekali untuk meneleponnya.
My Papa?
"Papa..." gumam Zeline.
Jempol Zeline menggeser layar ponsel untuk menjawab panggilan keramat tersebut.
"Hallo, Zel. Apa kabar nak?"
"Baik luar biasa, Pa. Apa kabar, Papa dan Mama disana?"
"Luar biasa baik juga. Papa sedang berada di New York bersama mama-mu. Papa akan kirimkan tiket untukmu dan adikmu, agar kita berkumpul di sini,"
"Berapa lama Papa di sana?"
"Mungkin satu bulan. Papa sedang bernegosiasi dengan pihak di sini untuk bekerja sama membuka butik mamamu."
"Zel akan kabari Papa, kapan Zel ada waktu luang. Besok Zel berangkat ke Bali."
"Ke Bali? Masalah pekerjaan? Atau main bersama teman-temanmu?"
"Berlibur Pa. Zel pergi bersama teman-teman Zel."
"No Sex before Married, Zel! Ingat itu Zel, cukup teman-temanmu yang liar, kau jangan kecewakan Papa dan mama. Jika ingin berhubungan intim, lebih baik menikah."
Ini yang dimaksud Zeline panggilan keramat. Setiap kali Papa atau Mamanya yang menelepon, kalimat-kalimat keramat wejangan akan muncul. Kedua orangtua Zeline tahu bagaimana kehidupan yang dijalani oleh para sahabat Zeline. Maka dari itu, kedua orangtuanya menginginkan anaknya agar tidak ikut terjerumus dalam pergaulan bebas seperti yang dilakukan para sahabat Zeline.
"Iya, pa. Zeline selalu inget kok pesan Papa yang itu. Zel, ini anak yang berbakti. Ya sudah, Zel mau packing dulu ya. Nanti Zel kabarin kalau Zel sudah siap berangkat ke New York,"
"Take care ya. Inget pesan Papa, Zel,"
Zeline mematikan ponselnya dan menghela napas panjang. Seketika ia harus mengubur dalam keinginan untuk buka segel dalam waktu dekat.
?????
Mesya dan Pradipta memilih untuk ikut berlibur bersama dibandingkan menghadiri makan malam keluarga setelah acara pernikahan mereka. Hal yang cukup gila dilakukan pasangan pengantin baru tersebut. Vera memeluk lengan gebetannya dengan posesif. Mesya dan Pradipta juga begitu, khas pasangan pengantin baru. Fini berjalan sendiri tanpa pasangan namun, bisa dipastikan pasangan Fini akan ada di Bali nanti, entah siapa.
Mereka semua berjanji bertemu di Bandara. Begitu juga, Ricard dan Zeline yang sudah sampai di Bandara. Ricard dengan setelan kemeja biru muda dan celana pendek biru dongker. Penampilan santai namun tetap modis. Ricard hanya membawa sebuah tas berukuran sedang berwarna coklat tua di tangannya.
Setiap mata wanita tertuju padanya, bahkan bukan hanya mata tapi bidikan kamera ponsel juga mengarah padanya. Zeline berasa berjalan di samping seorang Supermodel Internasional. Sayangnya yang menjadi objek tidak memperdulikan keadaan sekitarnya sama sekali.
Ricard menyapa semua sahabat Zeline beserta pasangannya. Begitupun juga Zeline melakukan hal yang sama. Pria itu melepas genggaman tangannya pada Zeline dan meminta izin sebentar, ia sedikit menjauh guna menelepon seseorang untuk mengantarkan tiketnya.
Seorang pria bule berperawakan sedang dengan memakai kemeja maroon dan berpenampilan begitu rapi dengan earphone ditelinganya menghampiri Ricard. Ia memberikan lembaran tiket dan juga sedikit memberikan penjelasan mengenai segala sesuatu ketika berada di Bali nanti.
Ricard kembali bergabung, ia berjalan mendekati Zeline dan memeluk Zeline dari belakang. Wanita itu terkesiap, terkejut akan perlakuan manis tiba-tiba yang diberikan Ricard.
"Wow!! Thank you, Mr Fello!" ucap Vera ketika menerima tiket yang diberikan Ricard.
Kejutan yang diberikan Ricard bukan hanya selembar tiket yang harganya fantastik namun fasilitas penjemputan pun mewah. Mobil sedan mewah lagi-lagi menjadi pilihan Ricard, tidak hanya satu melainkan empat mobil. Ricard dan Zeline berada di mobil pertama dan terdepan, begitu selanjutnya. Hanya Fini yang sendirian berada di dalam mobil dan itu bukan suatu masalah.
Ricard hanya tersenyum menanggapi omelan yang dilayangkan oleh Zeline untuknya. Ia senang membuat wanita itu terkejut akan tindakannya.
"Ini berlebihan, Fello! Kau sudah membelikan tiket pesawat mahal dan mobil ini, Oh God! Tidak seharusnya kau menyewa mobil sampai empat! Demi Tuhan, Empat, Fello. Kau melakukan pemborosan. Aku tidak ingin menjadi wanita matre di matamu, Sialan!" Oceh Zeline di dalam mobil.
"Simpan uangmu, jangan habiskan dengan hal-hal yang tidak beguna. Kau masih butuh hidup di New York. Oh, Lord! Jika uangmu habis, bagaimana kau bisa memberiku makan ketika aku meng-iyakan menjadi istrimu,"
Ricard menarik tubuh Zeline agar sepenuhnya menghadapnya. Tatapan Ricard begitu intens, membuat Zeline gugup.
"Jadi kau mau menikah denganku?" tanya Ricard tegas.
?????
Zeline terkesiap. Pertanyaan Fello lagi-lagi menyentak alam sadarnya. Ia menyadari jika, ia sudah salah berucap. Ia secara tidak sengaja, menyinggung tentang pernikahan. Tidak seharusnya, Zeline memarahi Fello mengenai urusan keuangan pria itu.
"Kau mau menikah denganku?" ulang Fello.
Zeline memutar matanya dan mengecup pipi Fello dengan cepat. "Nikmati saja liburan kita." Zeline memilih untuk mengelak atas pertanyaan Fello.
Raut wajah Fello tidak terbaca dan Zeline tahu, pria itu pasti kecewa atas jawabannya. Kemudian mereka berdua diam, keheningan begitu terasa sampai mereka berhenti disebuah Resort.
Mata Zeline dan juga para sahabatnya tak henti mengagumi apa yang tengah mereka lihat. Sebuah Resort yang memiliki beberapa kamar, yang bernuansa kayu dengan pemandangan sungai yang begitu jernih dan hening. Zeline bahkan tidak tahu jika Bali memiliki surga seperti ini.
"Kau yakin kita akan menginap disini, Fel?" tanya Mesya.
Fello mengangkat wajahnya yang sedang fokus mengetikan sesuatu di ponselnya. Matanya memandang resort di depannya.
"Ya. Ini resort yang aku pilih. Bagaimana? Jika tidak menarik, kita bisa pindah," kata Fello enteng.
Zeline melirik tajam, "No! Ini jauh lebih dari ekspetasi kami semua. Lebih dari cukup dan ini luar biasa."
Zeline memberanikan diri untuk sedikit berjinjit dan memberikan ciuman singkat di bibir kekasihnya, sebagai ucapan terima kasih atas setiap kejutan yang diberikan pria itu.
"Berjanjilah, kau akan menciumku lebih lama, honey!" goda Fello yang dihadiahi cubitan diperut beton Fello oleh Zeline.
Tanpa menunggu waktu lama, mereka semua menempati kamar masing-masing dan Zeline harus berada di satu kamar dengan Fello, karena tidak ada sahabatnya yang mau berbagi kamar dengannya.
??????????
Mesya sudah menceburkan diri ke dalam kolam renang dalam balutan bikini berwarna putih. Tubuh padat berisi begitu terlihat seksi, tubuh yang begitu dipuja oleh seorang Pradipta.
Vera tidak ingin kalah seksi dari Mesya, ia memakai bikini berwarna hijau tua, memperlihatkan dada yang cukup besar. Vera begitu menikmati liburan dadakan mereka ini. Vera tidak ragu-ragu memperlihatkan kemesraannya bersama Robert.
Bagaimana mungkin seorang pria tidak bertekuk lutut pada seorang Fini. Dengan melihat bentuk tubuhnya saja, banyak pria yang rela antri ingin berkenalan dengannya. Untuk itu, Fini dapat dengan mudah berganti pria setiap harinya. Ia bahkan tidak ingin berkomitmen serius pada satu pria. Seperti liburan kali ini, ia memilih pria bule asal Swedia untuk menemaninya.
Untuk pertama kalinya, Zeline berpenampilan dengan memakai bikini di depan Fello. Pria itu sempat terdiam saat menatap Zeline yang memakai bikini berwarna abu-abu. Kaki jenjang terekspos sempurna, bukit kembar yang memiliki bentuk begitu bulat berisi serta bokong yang begitu sintal. Tidak hanya Fello, tapi Pradipta, Robert dan Miguel (gebetan Fini) menatap tubuh Zeline tanpa berkedip.
??????????
"Shit!" umpat Ricard saat melihat Zeline yang memakai bikini.
Di hadapannya sudah ada Mesya, Vera dan Fini yang terlebih dahulu berenang dengan memakai bikini. Namun, tidak ada satupun dari wanita itu yang menggoda iman Ricard. Namun, begitu Zeline keluar dengan bikini-nya, sontak saja milik Ricard bereaksi cepat.
Ricard melirik sinis pada Robert, Miguel dan Pradipta yang turut mengamati tubuh kekasihnya. Sialan! Rasanya ingin Ricard mencongkel satu per satu mata pria seperti mereka semua. Sudah jelas-jelas, setiap pria di sana memiliki pasangan masing-masing tapi mengapa pria-pria itu masih saja melirik tubuh Zeline.  Â
Ricard keluar dari kolam renang dan berjalan mendekati Zeline. Wanita itu tersenyum canggung saat menyadari keberadaan Ricard.
Tubuh atletis Ricard menjadi fokus utama mata Zeline dan juga bagian bawah yang begitu ketara. Meskipun pekerjaan Ricard menumpuk sekalipun, pria itu selalu menyempatkan waktu untuk berolahraga. Ia tidak ingin memiliki tubuh yang lemah dan jelek tentu saja. Terbukti dari hasil berolahraga rutin, Ricard memiliki perut sixpack serta otot dada yang begitu kencang.
Ricard mengapit tubuh Zeline. Tubuh keduanya menempelsehingga Ricard dapat merasakan kelembutan dan kenyalnya Squishy bukit kembar milik Zeline dan tentu saja Zeline pasti bisa merasakan kekerasan sosis milik Ricard. Kulit Zeline juga terasa begitu halus.
Pria itu mendekatkan wajahnya untuk menggapai bibir Zeline. Wanita itu dengan pasrahnya mengalungkan lengannya ke leher Ricard. Ricard melumat semua bagian bibir Zeline dengan lembut dan ritme sedang. Lidah mereka saling membelit satu sama lain, bertukar saliva.
Lidah Ricard menjilat bagian belakang cuping telinga Zeline, salah satu area sensitif wanita. Mau tak mau, Zeline mendesah pelan.
"Pemula jangan bermain di tempat terbuka. Lebih baik kembali ke kamar," Fini menginterupsi kegiatan Ricard dan Zeline.
Keduanya memisahkan diri dan menatap kepergian ketiga pasangan itu meninggalkan Zeline dan Ricard berdua. Zeline mengancungkan jari tengahnya pada Fini dan Fini hanya tertawa menanggapi kekesalan sahabat perawannya itu.
Ricard memegang dagu Zeline dan membuat Zeline kembali fokus memandangnya. Kalimat yang diucapkan Fini tadi cukup mengusik pikiran Ricard. Tidak mungkin, Fini mengatainya sebagai pemula. Tersangka lainnya tentu saja, Zeline.
"Apa maksud Fini mengatakan pemula? Aku tidak mengerti," ucap Ricard.
?????
Zeline terlihat gugup dan gelisah saat Fello mengajukan pertanyaan yang tidak mungkin ia sembunyikan terus menerus. Mungkin ini waktu yang tepat untuk membicarakan perihal pobia-nya pada Fello, sebelum pria itu mengetahuinya dari orang lain.
Zeline berdoa dalam hati, semoga Fello tidak meninggalkannya setelah mengetahui kenyataan jika dirinya memiliki pobia yang cukup aneh yang ia derita selama ini.
"Ada yang ingin kau katakan?" Fello mengangkat dagu Zeline lagi.
Keraguan terlihat jelas di kedua manik mata Zeline. Bagaimanapun, ia sedikit trauma akan kenyataan kekasihnya menyelingkuhinya ketika mengetahui pobia yang ada di dalam dirinya. Tidak mungkin, baru menginjak hari ketiga ia harus putus dari Ricard. Tapi, Zeline juga tidak mau terus menerus menutupi rahasianya.
Saat itu Zeline dilanda dilema. Pikirannya berkecamuk. Ia mengambil napas panjang dan menghelanya dengan berat. Kedua bola matanya menatap mata abu-abu milik Fello, kekasihnya. Bibir Zeline kelu.
"Honey," panggil Fello lembut.
"Aku... Aku punya sa... satu rahasia."
"Jika kau mendengarnya, kau pasti akan terkejut dan melepaskan genggaman tangan ini." Zeline menatap tangan mereka yang saling menggenggam satu sama lain.
Dahi Fello berkerutnamun, pria itu tidak me-ngomentari apa pun yang diucapkan oleh Zeline.
"I'm a virgin!" ucap Zeline cepat.
"Aku juga menderita genophobia. Ketakutan untuk melakukan hubungan intim." Akhirnya rahasia Zeline terucap dari mulutnya.
Genggaman tangan mereka benar-benar terlepas, Fello mencengkram rambutnya kuat dengan kedua tangannya. Wajahnya terlihat terkejut, ia bergerak mundur dua langkah. Zeline memejamkan matanya, berharap air mata tidak membasahi pipinya.
Lagi! Sebuah kenyataan pahit akan menyerangnya. Zeline menggenggam kedua tangannya sendiri. Tidak mudah memang untuk seorang pria normal menerima keadaannya yang memiliki sebuah pobia aneh seperti yang ia rasakan. Ia bertekat setelah pulang dari Bali, ia akan segera menemui psikiater.
Zeline berlari masuk ke dalam resort. Meninggalkan Fello yang masih berdiri kaku sambil mencengkram rambutnya. Zeline duduk di kursi yang berada di kamarnya, ia menangis tanpa suara di sana diiringi backsound desahan para sahabatnya yang sedang bermain kuda-kudaan di kamar masing-masing.
Zeline menutup telinga dengan kedua telapak tangannya, menelungkupkan kepalanya diantara kedua lutut yang merapat. Dirinya menyesali mengapa ia berbeda dari para sahabatnya. Ia ingin hidup normal seperti ketiga sahabatnya dan orang pada umumnya. Bagaimana mungkin dirinya melakukan pernikahan, jika dirinya saja tidak akan bisa menjadi istri yang baik, ia tentu tidak bisa melakukan salah satu kewajiban terpenting dalam sebuah pernikahan yaitu melayani suaminya dalam hal berhubungan intim.
Mungkin dirinya akan selamanya menjadi seorang perawan atau pilihan terbaik lainnya, dia menjadi seorang biarawati. Oh, tentu saja pilihan kedua begitu berat untuknya.
Zeline kali ini begitu frustasi akan pobianya. Kepalanya me-flashback hubungannya dengan Fello yang terjalin dari mulai awal perkenalan sampai akhirnya bertemu secara langsung. Pria itu sudah banyak berkorban untuknya, melakukan hal-hal romantis dan mengejutkan namun, menyenangkan hati Zeline. Tapi hari ini dan saat ini, Zeline begitu takut dengan situasi yang dihadapinya.
Pria itu melepaskan genggaman tangannya, berjalan mundur menjauhi tubuh Zeline. Wajah pria itu terlihat begitu shock dan ekspresi lainnya tidak mampu terbaca oleh Zeline. Lebih perih hari ini, dibandingkan ketika mantan kekasih Zeline berselingkuh darinya. Kali ini hubungannya ibarat bunga yang baru berniat tumbuh namun sudah mati duluan.
Demi Tuhan, Zeline tidak rela melepaskan Fello. Pria itu, pria baik dan tidak banyak menuntut padanya. Zeline bertekat akan melawan pobianya. Ia tidak boleh hanya duduk dan meratapi situasi seperti ini. Ia harus melakukan sesuatu, HARUS!!
Zeline berdiri, menghapus air matanya dan begitu tangannya memegang kenop pintu, wajah Fello muncul dihadapannya. Mereka berdua saling bertatapan.
?????
Phewh!! akhirnya selesai juga...
Gimana? Bahagia kan isinya?
Share this novel
bab 13 nya kok gak ada?