Bacanya pelan-pelan aja
??????
Betewe!! Maaciuw buat semua Followers baru, readers baru, semua yang baru2, pesen Shin kalian rajin2 Komen yah, kayak readers lama Shin, biar Shin makin sayang sama kalian ??????
kalo gak mau ketinggalan spoiler ttg cerita2 Shin,
Follow akun instagram Shin yah
[ Akubebbyshin ]
Selamat membaca
Siapkan hati, jiwa dan raga
??????
Sepanjang perjalanan menuju New York, Mesya, Fini dan Vera tak henti-henti mengagumi isi jet pribadi ini. Mereka bahkan tidak menyangka jika pada akhirnya bisa menaiki jet pribadi mewah seperti yang sering Syahrina, salah satu artis populer di Indonesia lakukan.
Meskipun mereka memiliki uang lebih, tapi tetap saja mereka harus berpikir ulang untuk sekedar menyewa apalagi membeli jet yang harganya tidaklah murah.
"Apa Fello seorang mafia?" bisik Mesya membuat Pradipta melotot mendengarnya.
"Atau Fello itu bandar narkoba?" tebak Vera.
"Mungkin dia teroris!" celetuk Fini.
"Lebih baik kalian tidur, perjalanan masih panjang. Jangan buang energi untuk menebak-nebak. Fello tentu akan memberitahu kita semua." Pradipta menengahi para wanita yang sibuk bergosip mengenai Fello.
Sedangkan Fello dan Zeline berada di ruangan khusus. Saat masuk ke dalam pesawat dan sudah hampir 4 jam berada di perjalanan, Zeline hanya diam. Wanita itu memilih bungkam.
Zeline bingung dan takjub dengan semua ini. Pertanyaan terbesar yang bercokol di kepalanya hanyalah, "Siapa Fello sebenarnya?" Namun, pria itu memilih untuk tidak menjawab apa pun sampai mereka tiba di New York.
"Kau benar-benar akan mendiamkanku selama perjalanan ini, honey?" tanya Fello pada Zeline.
Zeline melirik tajam ke arah Fello. Baru saja Zeline ingin berkata sesuatu tapi suara perutnya menginterupsi. Sontak Fello tersenyum lalu mengacak puncak kepala Zeline, sedangkan Zeline sendiri memegang perutnya dan menunduk malu.
'Kenapa harus memalukan diri sendiri! Sial!' gerutu Zeline dalam hati
Terdengar Fello memanggil pramugari untuk mengantarkan makanan.Steak dan red wine menjadi sajian untuk mengisi perut semua isi penumpang di dalam jet ini, termasuk Zeline dan Fello.
Wanita cantik itu masih sedikit gengsi bercampur malu untuk segera melahap makanan yang ada di depannya.
"Mari makan. Simpan dulu kekesalanmu, setelah kenyang, silakan lampiaskan padaku," ucap Fello.
Zeline menyantap dalam diam makanan yang ada dihadapannya, matanya sesekali mencuri lirik ke arah Fello yang telah selesai makan dan kini memandanginya intens. Siapa pun orangnya, tentu tidak akan nyaman jika dipandangai secara intens oleh seseorang, begitu pula Zeline.
Zeline meletakkan pisau dan garpunya ke atas daging steak, matanya menatap tajam Fello.
"Bisakah tidak usah memandangiku sebegitunya," ketus Zeline.
"Tidak ada yang menarik lainnya yang bisa kupandangi selain wajah cantik kekasihku," jawaban Fello membuat wajah Zeline mendadak memanas.
Mulut pria itu selain nikmat untuk dilumat, dijilat dan dikecup ternyata kalimat yang keluar dari sana juga tak kalah manis.
"Kau bisa melihat keluar jendela atau lakukan apa pun yang membuatmu berhenti memandangiku. Aku risih, aku tidak bisa makan dengan benar," gerutu Zeline dan Fello tertawa.
"Oke...oke! Aku tidak akan memandangimu lagi. Silakan selesaikan makan malammu." Fello kemudian mengambil Macbook-nya dan Zeline kembali meneruskan aktivitas makannya yang tertunda.
?????
Sebenarnya Ricard ingin menunggu Zeline tertidur baru ia akan mulai bekerja lagi. Begitu rutinitasnya selama Ricard tinggal bersama Zeline. Ia tetap bekerja dan mengontrol perusahaannya saat Zeline tertidur pulas. Namun, saat ini ia memilih bekerja untuk mengisi kekosongan waktunya.
Zeline sedang tidak ingin diganggu, padahal Ricard tidak mengganggunya hanya sekedar memandangnya saja. Tapi pada dasarnya, wanita itu sedang kesal dengannya jadi lebih baik Ricard mengalah.
Wanita itu mulai kesal padanya semenjak menginjakkan kaki masuk ke dalam pesawat. Semenjak pertanyaan yang diajukannya tidak dijawab oleh Ricard. CEO tampan itu sadar, begitu banyak pertanyaan yang ingin diajukan oleh Zeline ataupun semua sahabatnya yang lain tapi Ricard memilih untuk membuat mereka tetap penasaran.
Setelah mereka sudah sampai di New York dan Ricard selesai mengurusi pekerjaannya baru ia akan membuka identitas aslinya pada mereka semua.
Sudah 2 jam Ricard larut dalam pekerjaannya sampai ia lupa bahwa ada Zeline diruangan lain yang sendirian, karena Ricard mengajak Zeline untuk duduk diruang pribadi miliknya. Wanita itu berselonjor dengan mata yang tertutup rapat alias sudah tertidur pulas. Ricard mengambil selimut tebal untuk menyelimuti kekasihnya.
Ricard mencium lembut dahi Zeline dan menggosok puncak kepalanya lembut. Ia begitu bahagia memiliki kekasih seperti Zeline, paket lengkap untuk seorang Ricardo Fello Daniello.
Ricard memilih untuk beristirahat sejenak sebelum ia melanjutkan semua pekerjaannya lagi yang tadi sempat terhenti.
Kurang lebih 14 jam perjalanan dari Bali menuju New York. Dua jam yang lalu Ricard sudah bangun dan bersiap-siap karena tidak lama lagi pesawat akan mendarat di New York. Tidak lupa, Ricard membangunkan Zeline yang terlihat begitu nyenyak tidurnya, untuk bersiap-siap.
Ricard memilih untuk sarapan di atas pesawat sehingga nanti ketika mendarat triliuner itu langsung bisa pergi ke kantornya. Ia menyuruh pramugari menyiapkan French Toast sebagai menu sarapan mereka pagi itu.
Zeline mendelik tak suka.
"Aku akan ikut ke kantormu. Aku akan menunggu di lobi tempatmu bekerja." Ricard tersedak saat mendengar keinginan Zeline.
"Kau yakin?" tanya Ricard meyakinkan.
"Tentu saja! Aku ingin tahu, apa pekerjaanmu sebenarnya. Aku tidak ingin mati penasaran," kata Zeline lugas.
Ricard meneguk kopinya cepat dan meraih telapak tangan Zeline untuk dikecup. "Aku rasa, pekerjaanku akan cepat selesai jika kau berada di dekatku."
?????
Lagi dan lagi, Zeline dibuat ternganga dengan deretan pria tinggi memakai jas hitam menyambut mereka ketika turun dari jet. Bukan hanya Zeline namun para sahabatnya pun terkaget-kaget melihat pemandangan itu.
"Fello bukan anaknya Ratu Elizabeth kan?" bisik Vera.
"Sembarangan! Ratu Elisabeth itu di Inggris bukan di New York," sanggah Fini.
"Oh iya yah, Ah, apa mungkin Fello ini sebenarnya Mr Grey?" bisik Vera lagi.
"Aku seperti Anastasia Steele kalau begini," timpal Mesya.
"Apa Fello ini anak Donald Trump?" Vera semakin menebak-nebak.
Fini membekap mulut Vera dan wanita itu meronta tidak terima. Semua memandang apa yang ada dihadapan mereka. Zeline tidak bisa menyembunyikan rasa terkejut, takjub dan bingungnya.
Ia menatap deretan pria berbadan besar yang Zeline yakini itu adalah bodyguard. Selama ini Zeline hanya menonton di film-film hollywood atau korea, hal-hal seperti ini. Tapiuntuk kali ini, ia sungguh merasa sedang bermimpi.
Pintu Maybach Exelero dibuka oleh salah satu pria berjas yang berdiri dalam barisan. Zeline merasa tangannya digenggam untuk berjalan mengikuti arah langkah Fello yang bergerak ke depan pintu mobil super mewah itu.
Dengan ragu, Zeline memasukkan kakinya satu per satu di dalam mobil dan mendudukan bokongnya ke atas jok mobil tersebut. Demi apa pun Zeline bersumpah, lututnya benar-benar lemas. Matanya bergerak ke sana kemari mencari kamera tersembunyi, barangkali ia sedang ikut dalam sebuah reality show.
Fello tersenyum menatap Zeline yang wajahnya penuh dengan ekspresi terkejut. Zeline benar-benar tidak ingin berkaca. Ia bukan wanita miskin tapi ia juga bukan wanita kaya raya yang memiliki segalanya. Untuk mendapatkan tas hermes harga 500 juta pun ia perlu menabung. Memiliki mobil mini cooper yang kata beberapa orang di Indonesia sudah mewah pun terasa tak ada apa-apanya dengan mobil dan segala fasilitas yang ia dapatkan dari kemarin dan sebelum-sebelumnya dari Ricard.
Zeline meneguk ludah susah payah, memperhatikan interior mobil ini. Bau parfum yang biasa dipakai Fello benar ketara di sini, seakan itu menyatakan jika mobil ini memang kepunyaannya, tapi impossible bukan.
Fello mengendarai mobil mewah ini dengan kecepatan sedang, disusul oleh mobil-mobil lainnya yang lebih gagah berada di belakang mereka. Zeline hampir tidak memikirkan nasip para sahabatnya dan barang-barang miliknya. Ia masih kehilangan kata-kata dan sibuk memikirkan hal-hal lainnya.
Keadaan hening, Fello pun sepertinya memilih untuk bungkam dibanding mengajaknya berbicara.
Mobil berbelok ke sebuah bangunan gedung bertingkat yang sangat mewah, tapi tidak lama kemudian mobil yang dikendarai Fello berhenti di depannya. Zeline pikir, gedung itu adalah hotel berbintang, namun tebakan Zeline meleset. Itu adalah sebuah kantor, diatasnya tertulis Daniello's Corp.
"Kita sudah sampai," ucap Fello santai.
Zeline menaikkan sebelah alisnya.
"Inilah duniaku sebenarnya!" tambah Fello, Zeline semakin dibuat penasaran.
Fello menunggu Zeline yang berjalan tertatih menuju tempat Fello berdiri. Rasanya kaki Zeline sudah berubah menjadi agar-agar, benar-benar lemas. Saat Zeline sudah berada di samping Fello, pria itu dengan cepat mengapit pinggang Zeline untuk merapat kepadanya.
Mereka masuk dan di sana sepanjang yang Zeline lihat, semua orang membungkuk saat melihat kedatangan Fello. Fello juga memilih untuk naik melalui jalur lift khusus.
"Welcome, Mr Ricard. Senang bisa melihatmu kembali ke perusahaan," sapa wanita yang sama sekali tidak Zeline kenal.
Bagaimana mungkin Zeline mengenalnya, jika ini kali pertama Zeline menginjakkan kaki ke gedung ini, tentu tidak ada satu orangpun yang Zeline kenal. Tapi tunggu, Zeline tadi mendengar wanita itu menyapa Fello dengan nama Mr. Ricard. Siapa dia?
"Kau bisa menghabiskan waktumu di sini. Jika kau bosan, kau bisa menyuruh Sandra untuk membantumu. Aku akan sibuk sebentar, sebelum lunch, aku berusaha agar aku sudah kembali."
"Ruangan itu bebas untukmu. Jika mengantuk, ada sebuah kamar di dalam sana. Maaf harus meninggalkanmu sendiri," jelas Fello, tak lupa Fello memberikan kecupan di bibir Zeline.
Belum sempat Zeline membalas dan Fello sudah pergi meninggalkannya. Zeline terpaku melihat ruangan yang besar dihadapannya. Ruangan ini sebesar seluruh ruangan apartemennya yang terbilang mewah itu, bahkan mungkin ruangan ini jauh lebih besar. Di sana terdapat dua set sofa berwarna abu-abu dan hitam. Kursi besar di ruangan bos-bos yang sering Zeline lihat ada di depan matanya. Tidak terlalu banyak barang yang tidak bermanfaat.
Simple namun mewah itu yang Zeline rasakan saat berada dalam ruangan ini. Saat berjalan-jalan mengamati isi ruangan, mata Zeline menangkap wajah yang dirasa familiar. Sebuah majalah yang menampilkan kekasihnya, Fello. Namun, hal yang membuat Zeline kembali menganga terkejut, kekasihnya itu menjadi cover majalah Forbes. Sebuah majalah yang memuat semua pemberitaan bisnis dunia. Tertulis disana jika nama kekasihnya yaitu Ricardo F Daniello, CEO Daniello's Corp.
Zeline membaca satu per satu kalimat yang tertera di dalam majalah tersebut. Semakin ia baca, semakin pening kepalanya. Zeline menutup majalah yang dipegangnya, lalu menghembuskan napas panjang.
"Aku pasti sedang bermimpi! Mana mungkin Fello pemilik perusahaan ini? Seorang pengusaha muda terkaya? Halusinasiku terlampau tinggi!" gumam Zeline.
"Mungkin jetlag ini membuatku tidak bisa membaca tulisan itu dengan benar. Lebih baik aku tidur sejenak." Zeline bermonolog.
Ia memilih untuk tidur di sofa panjang yang berada di dekat jendela.
?????
"Welcome home, my bro!" sapa hangat Steven saat melihat Ricard berjalan menuju ruang meeting.
"Bagaimana? Kenapa bisa klien kita ingin membatalkan kerjasamanya? Kau benar-benar tidak becus, Stev!" Ricard tidak membalas dengan ramah sambutan Steven padanya.
"Keep calm, bro! Kau baru saja tiba, bersantailah sejenak," ucap Steven.
Ricard mengarahkan telunjuknya ke wajah Steven dengan tatapan tajam serius. "Berhenti bercanda. Aku masih banyak urusan lain. Di mana kliennya, aku tidak ingin rugi ratusan juta dollar hanya karena pembatalan itu."
Steven membuka pintu ruangan meeting, semua orang yang ada di sana berdiri dan sedikit memberikan bungkukan pada Ricard. Hanya ada lima orang, termasuk Ricard dan Steven.
"Maaf menunggu lama, Mr Gordon. Senang bertemu dengan anda secara langsung." Ricard menyapa kliennya yang sudah menunggunya.
Mr Gordon adalah seorang pengusaha pertambangan yang sukses. Ia merupakan owner dari perusahaan yang mengelola Tambang South Deep, yang memiliki kandungan 81,4 juta ons emas yang berlokasi di dekat Johannesburg, Afrika Selatan.
Mr Gordon mengancam akan membatalkan kerja-samanya jika ia tidak bertemu langsung dengan CEO Daniello's Corp yaitu Ricard. Hal yang sangat disayangkan oleh Ricard, karena biasanya jika ia terlalu sibuk, semua hal bisa beres ditangan Steven, sahabat sekaligus tangan kanan Ricard. Maka dari itu saat ini Ricard ada di hadapan Mr Gordon.
"Saya dengar anda tidak ingin menandatangani perjanjian kerjasama kita yang sudah kita sepakati sebelumnya. Bisakah saya tahu apa yang menyebabkan anda ingin membatalkannya? Apakah persentase laba yang saya ajukan terlalu kecil?" Ricard langsung masuk inti pembicaraan, tidak ingin bertele-tele.
"Saya ingin mengucapkan terima kasih pada Mr Ricardo yang telah bersedia untuk menemui saya langsung. Saya rasa, lebih nyaman jika saya langsung berbicara dengan anda dibanding dengan assisten anda, Mr Steven," ucap Mr Gordon berbasa basi.
Ricard melirik jam tangan mewah yang melingkar di pergelangan tangannya. "Bisakah kita langsung pada inti permasalahan saja."
Mr Gordon tertawa menanggapi ucapan blak-blakan Ricard.
"Oke, baiklah. Anda ternyata ingin semua cepat selesai." Ricard hanya diam dengan senyum tipis di bibirnya.
"Saya akan menandatangani surat perjanjian kerjasama itu jika Mr Ricard bersedia untuk mengenal dan menjalin hubungan dengan anak saya," ucapan Mr Gordon membuat semua orang yang disana tercengang, terlebih Steven tersedak mendengarnya.
Hal yang berbeda diberikan Ricard. Pria itu tampak datar memandang lurus Mr Gordon. Semua orang di situ menantikan jawaban Ricard. Kerjasama yang menghasilkan laba senilai jutaan dollar atau setara dengan ratusan milyar rupiah.
Ricard akhirnya tersenyum manis. Steven melirik tajam sahabat sekaligus bosnya ini. Ricard menyangga wajahnya dengan kedua telapak tangan yang disatukan di atas meja.
"Hanya itu persyaratan dari anda?" tanya Ricard santai.
Mr Gordon tersenyum, "Hanya itu. Dan semuanya akan berjalan sesuai dengan perjanjian awal kita. Bagaimana? Menguntungkan bukan? Kau mendapatkan laba jutaan dollar dan mendapatkan kekasih sekaligus calon istri."
"Kaupasti mengenal Patricia Gordon, seorang artis Papan atas yang kini namanya sedang meroket. Jika kau berhubungan dengan anakku, otomatis namamu akan semakin dikenal dunia," jelas Mr Gordon berbangga.
"Patricia Gordon," gumam Ricard lantas ia tersenyum setelah membayangkannya.
"Baiklah..." ucap Ricard.
Senyum lebar ditampilkan oleh Mr Gordon mendengar ucapan Ricard.
?????
??????????
Please, jangan bakar Shin!!
Jangan bilang gantung, karena shin gak nyuci atau abis setrika pakaian yah ????????
Share this novel