16 - Welcome to My World, Honey!

Romance Completed 40057

Zeline tidak bisa menyembunyikan rasa malunya di depan Fello. Setelah apa yang terjadi tadi diantara mereka berdua. Meskipun Fello sama sekali tidak menyinggung apa yang telah mereka berdua lakukan atau apa yang sudah Zeline rasakan lebih tepatnya. Pria itu tampak santai, berbincang dengan Pradipta, Miguel dan Robert.

Para pria sedang berkumpul entah membicarakan apa, Zeline tidak mau tahu dan tidak begitu peduli. Semua wajah pria di sana memancarkan kebahagiaan masing-masing.

Saat ini Zeline, Vera, Mesya dan Fini sedang duduk di teras resort, memandang langsung hamparan sawah dengan aliran sungai yang indah.

"Bagaimana rasanya menikah?" tanya Vera pada Mesya.

Mesya tertawa menanggapi pertanyaan Vera, Zeline menoleh penasaran akan jawaban Mesya.

"Rasa apa? Tidak ada yang berbeda."

"Sebelum menikah, aku sudah terbiasa tinggal dengan Dipta. Melakukan nananina pun bukan hal spesial lagi," jawab Mesya enteng.

"Itulah alasanku tidak ingin menikah," sela Fini dengan embusan asap rokoknya.

"Kenapa?" tanya Zeline cepat.

"Tidak ada hal menarik," ucap Fini menerawang.

"Apa maksudmu tidak menarik?" Zeline begitu penasaran.

"Apa guna kita menikah? Jika kita bisa melakukan semua hal yang dilakukan oleh orang yang menikah tanpa sebuah pernikahan. Belum lagi, begitu membosankan hidup bertahun-tahun dengan satu orang yang sama. Aku tidak menyukai hal monoton seperti itu," jelas Fini enteng.

"Sebenarnya aku setuju dengan Fini, mengenai tanpa menikahpun kita bisa melakukan segala hal yang dilakukan oleh orang yang menikah. Tapi, kita punya Tuhan dan aturan dalam hidup. Jadi, aku memilih untuk mengikuti ajaran Tuhan," sela Mesya.

"Aku pun berpikir sama dengan Mesya. Tapi aku juga memiliki pemikiran yang sama dengan Fini. Entahlah, aku akan berpikir lagi untuk  kedepannya," timpal Vera.

"Bagaimana denganmu sendiri, Zel?" tanya Mesya.

Zeline tampak diam, memandang lurus aliran air sungai di depannya yang melewati bebatuan.

"Aku bermimpi memiliki keluarga kecil yang bahagia dan hangat. Tentu saja aku menginginkan sebuah hubungan yang legal dimata Tuhan dan masyarakat. Pernikahan juga membangun perasaan cinta yang lebih kuat satu sama lain, apalagi saat kau memiliki anak. Jadi, aku memilih untuk menikah," ucap Zeline.

"Sudah kupastikan, anak Tuhan sepertimu akan memberikan jawaban seperti itu. Aku bangga memiliki sahabat yang waras pemikirannya," kata Fini.

"Kau hanya bangga pada Zeline? Hei, Fini!!Pemikiranku juga waras," ucap Mesya tidak terima.

"Jika kau tidak dipaksa dan diancam orangtuamu, aku tidak yakin kau akan menikah secepat ini," sindir Vera.

"Oh, kalian memang sialan! Aku merajuk," sunggut Mesya.

"Merajuklah sampai kau puas, Mes. I don't care! Aku lebih tertarik menanyakan hal ini pada Zeline," Fini mengeluarkan smirknya ke arah Zeline.

Alarm berbahaya berbunyi di kepala Zeline. Fini salah satu sahabatnya yang terlalu peka dengan segala ekspresi yang muncul di wajah Zeline.

"Ap-apa?" tanya Zeline gugup pada Fini.

Fini mematikan rokok yang baru diisapnya setengah ke dalam asbak. Pandangannya lekat pada Zeline. Zeline berdoa agar Fini tidak menanyakan hal aneh yang ia lakukan tadi dengan Fello.

"Apa yang sudah kau lakukan dengan Fello?" tepat sasaran, pemikiran Zeline tidak meleset, Fini pasti menanyakan hal yang berkaitan dengan urusannya bersama Fello. Mesya dan Vera juga mendekat, ikut tertarik dengan pembahasan kali ini.

Mesya sudah lupa akan kata-kata merajuk tadi pada Fini. Ia lebih tertarik mendengar informasi kemajuan dari sahabat perawannya ini.

"Tidak ada!" jawab Zeline cepat.

Fini berdecih dan mengancungkan jari telujuknya di depan muka Zeline.

"Kau tidak pandai berbohong Zel," bisik Fini.

Zeline memejamkan matanya. Fini memang wanita berbahaya terbukti bukan, jika tingkat kepekaannya terlalu tinggi untuk menjadi seorang manusia.

"Kau sudah nananina?" sela Vera antusias.

"Benarkah? Wow! Kemajuan! Bagaimana? Besar? Panjang? Atau sedang?" timpal Mesya lebih antusias.

Zeline mendorong semua sahabatnya agar sedikit menjauhinya. Wajah Zeline memanas.

"Tidak ada apa pun yang terjadi," elak Zeline.

Zeline begitu malu menceritakan aktivitas gilanya bersama Fello. Ia merasa itu aib yang hanya perlu ia simpan sendiri.

"Aku mendengar kau mendesah dan bahkan berteriak menyebut nama Fello dari kamarmu," selidik Fini.

'Double sialan! Kenapa harus Fini yang mendengar semua itu. Bagaimana Zeline bisa mengelak lagi jika Fini sudah mendengarnya sendiri,' batin Zeline.

"Ka... Kau pasti salah dengar. Aku tidak melakukan apa pun." Zeline bersikukuh mengelak.

"Kau yakin? Aku bahkan memiliki rekaman suaramu, Zel," ancam Fini.

Zeline melotot tak percaya, ia menganga mendengar ucapan Fini padanya.

"Kau becanda bukan? Fini, jangan main-main," sentak Zeline.

"Hei, Zel. Calm down! Jika kau tidak melakukan sesuatu, kau tidak perlu begitu panik," Vera mengingatkan.

"Oh, Shit! Kalian semua memojokanku," umpat Zeline kesal.

"Kami hanya ingin mengetahui kemajuan apa saja yang dilakukan Fello padamu. Aku tidak yakin, jika kau tidak tergoda akan pria seperti Fello." Mesya menggoda Zeline.

Percuma saja berkelit dari tiga wanita srigala ini. Zeline tetap saja kalah, lebih baik ia mengakui daripada terus menerus digoda oleh mereka semua.

Baru saja Zeline akan membuka mulut, menjawab semua pertanyaan yang dicecar oleh Mesya, Fini dan Vera, tiba-tiba Fello datang dan memanggil namanya.

Rasa malu belum hilang yang dirasakan Zeline, untuk menoleh pun rasanya berat, hanya saja jika Zeline mengabaikan Fello, tiga pasang mata di hadapannya ini tentu akan semakin mengolok-oloknya.

"Yah, kenapa?" Zeline menoleh ke arah Fello akhirnya, Wajah pria itu terlihat tidak tenang seperti biasanya.

"Aku harus kembali ke New York!" ucap Fello cepat.

Bukan hanya Zeline yang terkejut, melainkan ketiga sahabat Zeline ikut  dan terdiam mendengar penuturan Fello.

"Pu...pulang? Kapan?" tanya Zeline terbata.

Perasaan Zeline tidak karuan. Baru saja ia begitu senang dan menikmati waktu bersama Fello sebagai sepasang kekasih tapi kenyataan pahit harus ditelannya kembali. Ia dan Fello berasal dari negara yang berbeda. Sebenarnya inilah beratnya menjalani hubungan jarak jauh.

"Nanti malam. Ada sesuatu yang harus aku bereskan," kata Fello.

Fello bergerak mendekati Zeline yang terdiam menunduk. Fello mengangkat dagu Zeline agar menatap wajahnya.

"Ini semua di luar perkiraanku. Hal ini begitu mendesak. Aku bahkan akan sangat senang jika kau mau ikut menemaniku pulang ke New York," ucap Fello.

"Lusa, aku dan Robert akan terbang ke New York. Aku akan melakukan photoshootdi sana," Vera menyela ucapan Fello.

"Oh, yah. Kenapa kita tidak pergi bersama saja," ucap Fello enteng.

Zeline menarik lengan Fello, Fello seketika menoleh.

"Jangan becanda, Fel," desis Zeline.

"Bagaimana jika kita semua pergi ke New York saja." Mesya memberikan idenya.

"Aku setuju. Bukankah menyenangkan honeymoon ke Negara Adidaya?" Tiba-tiba Pradipta datang dan memeluk erat istrinya.

"Bukankah, kedua orangtuamu saat ini sedang di New York juga, Zel." Fini mengingatkan, Zeline menepuk dahinya pelan, ia sampai lupa jika kedua orangtuanya memintanya untuk menemui merekadi sana.

"Orangtuamu ada di New York?" tanya Fello memastikan.

Zeline mengangguk ragu, menjawab pertanyaan Fello padanya.

"Cepat kenalkan Fello pada orangtuamu, Zel. Siapa tahu, setelah bertemu Fello, Papamu segera mendorongmu untuk pergi ke Altar!" goda Mesya dan semua yang di situ tertawa.

Zeline benar-benar kehabisan kata. Mati kutu di depan semua orang yang ada di sana. Apakah tidak terlalu cepat, jika Zeline mengenalkan Fello pada kedua orangtuanya. Selama ini, belum ada Pria yang Zeline kenalkan kepada keluarganya. Ditambah lagi, Zeline yakin, Papanya cukup selektif memilih calon suami untuknya, mengingat begitu banyak petuah yang sering disampaikan Papanya pada Zeline. Zeline takut, saat Fello bertemu Papanya, Pria itu akan berpikir ulang padanya.

"Hei, kenapa kau melamun?" Fello menarik Zeline ke dalam pelukannya.

"Kau akan menemaniku pulang kan?" tanya Fello penuh harap.

Zeline mengangguk ragu. Semuanya perlu ia coba dan lewati.

?????

Belum ada 24 jam mereka menikmati waktu di Bali, kini mereka semua sepakat untuk pergi ke New York. Semua hanya karena klien Ricard yang membatalkan kontrak kerja sama mereka secara sepihak. Tentu saja, Ricard ingin tahu apa yang menyebabkan kliennya membatalkan kontraknya. Steven menginginkan Ricard untuk datang langsung menyelesaikan masalah itu. Untuk itu, Ricard harus kembali segera ke New York.

Setelah Zeline membereskan semua barang miliknya dan milik Ricard. Keduanya bergegas keluar.Kaos putih tipis serta jeans biru menjadi pilihan Ricard untuk kembali ke negaranya. Ia harus berdoa berulang kali setelah menutup sambungan telepon dari Steven. Ia berharap Zeline mau ikut bersamanya ke New York meskipun harapannya sangat tipis. Namun, ternyata dewi fortuna sedang berpihak padanya. Secara kebetulan, kedua orangtua Zeline juga sedang berada di New York, yang artinya kesempatan Ricard terbuka lebar untuk segera mengenal lebih dekat keluarga Zeline.

Ricard begitu berat untuk kembali berjauhan dengan wanita yang sudah berhasil menjungkirbalikan pikirannya. Ricard ingin secepatnya membawa Zeline ke altar agar selalu di sampingnya menemani kemanapun Ricard pergi.

Setelah semuanya siap, merekakembali memasuki mobil jemputan untuk menuju ke Bandara. Ricard sudah berpesan agar tidak perlu memesan tiket pesawat pada semua sahabat Zeline. Seperti biasa mereka semua menurut.

Rute yang dilalui oleh semua mobil iringan, tidak masuk ke dalam ruang tunggu bandara melainkan langsung menuju landasan pacu bandara. Wanita yang duduk di sebelah Ricard ini, menatap bingung ke kanan dan ke kiri. Ricard menahan tawanya agar tidak menyembur keluar melihat ekspresi terkejut Zeline saat mobil benar-benar berhenti di area parkir pesawat.    

Sebuah jet berwarna hitam mengkilap terparkir tepat di sebelah mobil yang membawa mereka, disusul oleh mobil lain yang membawa para sahabat Zeline.

Semuanya ternganga melihat apa yang ada di depan mata mereka. Ricard berdiri santai dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam kantung jeans miliknya. Dengan sangat terpaksa, ia harus membongkar identitasnya lebih cepat. Ia ingin lebih cepat sampai ke New York dan segera menuntaskan masalah di sana maka dari itu, ia memilih untuk memakai jet pribadinya yang secara kebetulan sedang berada di Singapore, beruntung bisa sampai lebih cepat ke Bali untuk membawanya pulang ke negara adidaya itu.

"Siapa sebenarnya dirimu?" pertanyaan Zeline menjadi rangkuman pertanyaan semua orang di situ yang me-mandang Ricard penuh selidik dan tanda tanya besar.

"Welcome to my world, honey!" ucapan Ricard malah mengundang semakin banyak pertanyaan.

?????

Maaciuw yah yang udah komen di part sebelumnya!!
????????????

Selow~ semua yang terburu-buru itu gak baik loh!
??????
*ngeleeesss

Jangan nananina terus nanti mlendung sebelum waktunya!
Shin kena marah papa Zeline loh
??????????

Share this novel

Pupu
2023-01-24 22:58:06 

kok main aja ke new York, emang mereka PD bawa passport? wkwkwk


NovelPlus Premium

The best ads free experience