Follow Instagram Shin
[ Akubebbyshin ]
Jangan lupa tinggalin jejak Kalian yah!
Btw, makasih buat semua yang udah nunggui cerita ini
Happy Reading
??????????
"Kau siapa?" tanya wanita paruh baya itu dengan tegas. Wanita itu begitu fashionable dan memakai make up begitu pas di wajahnya
Zeline sampai susah menjawab pertanyaan simple yang diajukan wanita itu, karena Zeline begitu terpukau dengan penampilannya. Wanita yang berkelas dan elegan.
Belum sempat Zeline membuka mulutnya untuk menjawab pertanyaan wanita paruh baya itu, ada suara lain yang memotongnya.
"Mama..."
"Tante..."
Zeline hanya diam memperhatikan kedua pria yang baru masuk ke dalam ruangan yang sama dengannya.
Fello dan pria yang tidak Zeline kenal menyapa wanita itu secara serempak.
"Mama, ada apa Mama tiba-tiba kemari?" tanya pria yang datang bersama Ricard.
Ricard berjalan mendekati Zeline dan merangkulnya, ikut melihat apa yang akan dilakukan kedua orang dihadapan mereka.
"Ada apa? Kau tanya ada apa? Sudah berapa lama kau tidak pulang kerumah? Kau memang anak durhaka Steven!" hardik Mamanya.
"Stop it! Simpan dulu omelan Mama padaku. Kita lanjutkan dirumah. Aku ingin berkenalan dengan seseorang terlebih dahulu," ucap Steven menghentikan ocehan mamanya.
Wanita paruh baya itu menatap Zeline sinis kembali. Berbeda dengan Steven yang terlihat begitu antusias saat bertemu Zeline secara langsung.
"Kenalkan, ini Steven, sahabatku sekaligus assistenku." Ricard memperkenalkan Steven pada Zeline.Zeline menerima uluran tangan Steven padanya dengan sopan.
"Dan ini, Mama Steven. Namanya Lidya. Seorang pemilik brand pakaian ternama, Topshop," ucap Fello.
Lidya, mengamati penampilan Zeline dari atas ke bawah. Zeline tampak risih saat diberi tatapan seperti itu.
"Siapa dia, Ri?" tanya Lidya sinis mengabaikan uluran tangan Zeline.
'Sialan nenek lampir ini, percuma saja aku memujinya tadi' umpat Zeline dalam hatinya.
Ricard menarik tubuh Zeline kembali merapat padanya. Wajah Ricard juga tiba-tiba mengeras.
"Dia kekasihku," jawab pria itu.
"Oh, sangat tidak berkelas," balas Lidya meremehkan.
Zeline menggeram mengepalkan tangannya.
"Mama!" bentak Steven.
Lidya terlihat santai, acuh tak acuh merasa tak bersalah apa pun.
"Mommy-mu pasti akan kecewa melihat kekasihmu seperti ini. Tidak sepadan denganmu," sinis Lidya.
"Memangnya aku kenapa?" Zeline sudah tidak bisa menahan mulutnya untuk membalas nenek lampir di depannya ini yang terus menerus menyindirnya.
Lidya menatap Zeline dengan raut wajah meremehkan, "Lihatlah, masuk ke dalam perusahaan sebesar ini hanya memakai pakaian tidak layak pakai seperti itu."
"Ma!" desis Steven.
Zeline menatap pakaiannya dari atas ke bawah. Ia merasa tidak ada yang salah dengan penampilannya.
"Lucu sekali, pemilik brand ternama tapi tidak mengerti mengenai fashion terkini, apa anda tipikal orang tua yang kolot?" balas Zeline tak ingin kalah.
"KAU!!! Beraninya padaku..." geram Lidya dengan wajah kesal saat mendengar balasan Zeline.
Zeline mengangkat dagunya tinggi, wanita tua sombong ini tidak bisa dibiarkan. Zeline tidak ingin seseorang mengejeknya dengan kalimat kasar. Zeline juga bukan tipe wanita yang lemah hanya diam ketika diremehkan orang lain, ia tidak terintimidasi, apalagi dengan nenek lampir yang tidak dikenalnya seperti sekarang ini.
"Bawa mamamu keluar, Steven!" desis Ricard.
"Kau mengusirku, Ricard?" kaget Lidya saat mendengar Ricard menyuruh Steven membawanya keluar.
"Ya, jadi silakan pergi dari sini," kata Ricard lagi.
"Kau! Akan kuadukan tindakan tidak sopan ini dengan ibumu. Dan kau wanita jelek, aku masih tidak terima akan ucapanmu," geram Lidya pada Ricard dan Zeline.
Steven berhasil membawa ibunya keluar dari ruangan Ricard. Zeline menghela napas panjang setelah kepergian Lidya.
"Maafkan perlakuan dan ucapan kasarnya padamu. Ibunya Steven memang sinis dengan semua orang, apalagi yang belum dikenalnya," jelas Ricard.
"Aku tidak peduli!" jawab Zeline sekenanya.
Tubuh Zeline ditarik mendekat dan menempel pada tubuh Ricard. Zeline mendongak menatap wajah tampan Ricard yang juga tengah menatapnya. Pria itu menundukkan kepalanya dan mencium bibir Zeline pelan.
Zeline menjauhkan wajahnya dari Ricard dan melepas pegangan tangan Ricard yang kini berada dipinggangnya. Pria itu menatap Zeline bingung.
"Kau siapa?" tanya Zeline sinis. Zeline bersedekap tangan di dadanya.
Ricard tersenyum mendengar pertanyaan Zeline.
"Tentu saja kekasihmu," jawab Ricard santai.
Pria itu menyandar ke meja kerjanya yang besar, melepas jas yang dipakainya hingga hanya memakai kemeja putih yang menjadi dalamannya. Zeline berusaha tidak tergoda melihat tindakan yang dilakukan Ricard dihadapan-nya.
Zeline menatap Ricard menantang. "Bukan itu! Maksudku, siapa kau sebenarnya? Kenapa kita di sini? Kenapa aku ada diruangan besar sebesar apartemenku? Kenapa kita naik pesawat pribadi? Kenapa kau dikawal para pria berjas itu? Dan kenapa semua orang menunduk melihatmu?"
"Ah! Jangan bilang kau benar-benar cucu Ratu Elisabeth? Atau anak pemilik Google? Kau bukan anak Donald Trump kan?" Zeline menumpahkan semua pertanyaan yang bersarang di kepalanya.
?????
Ricard tertawa terbahak sambil memegangi perutnya mendengar rentetan kalimat panjang yang dilayangkan Zeline padanya.
Wanita yang merangkap sebagai kekasihnya itu hanya diam memandanginya. Ricard sangat paham atas keingintahuan Zeline mengenainya, tapi ia tidak menyangka akan seperti saat ini.
"Okay. Okay. Tenang. Aku akan menjelaskan semuanya padamu tanpa kecuali," ucap Ricard setelah tawanya mereda.
"Tapi setelah kita makan. Aku sudah melewatkan makan siangku dan kudengar kau juga melewatkan makan siangmu, honey."
"Lebih baik kita makan, setelah itu aku berjanji akan menceritakan semuanya padamu. Tanpa terkecuali." Zeline terlihat menimbang ucapan Ricard.
Akhirnya wanita itu mengangguk mengiyakan karena Ricard tahu, wanita itu juga sama membutuhkan asupan makanan untuk tetap hidup.
Keduanya keluar dari perusahaan Ricard menuju salah satu restoran mewah di tengah kota New York. Zeline tampak tidak ingin mendebatkan apa pun. Wanita itu hanya diam dan menurut ketika Ricard membawanya ke sana dan kemari. Mereka makan dengan hikmat dan bijaksana. Tidak ada argumen bahkan tidak ada obrolan apa pun. Keduanya memilih untuk hening selama makan siang merangkap makan malam berlangsung itu.
Ricard membawa Zeline pulang ke penthousenya. Ricard memilih tinggal di penthouse ketimbang tinggal bersama kedua orangtuanya.
Pria tampan itu melihat Zeline sedikit terkagum melihat isi dalam penthousenya. Tempat tinggal di kawasan elit namun dekorasi ruangan begitu minimalis dan simple.
Tanpa menunggu lama ketika Ricard mendudukan bokongnya pada sofa empuk berwarna cream itu, Zeline mulai membuka suara lagi.
"Cepat ceritakan," Zeline berucap tanpa basa basi.
Ricard berjalan ke arah minibar yang ada di dalam penthousenya, mengambil sebotol vodca untuk menemani-nya duduk bercerita.
"Baiklah, aku akan memulai semua cerita yang ingin kau ketahui." Ricard meneguk perlahan vodca yang sudah ia tuang kedalam gelas.
Zeline menyandarkan punggungnya di kepala sofa. Mengambil posisi paling nyaman untuk mendengarkan semua penjelasan Ricard.
"Nama lengkapku Ricardo Fello Daniello. Ayahku bernama Michael Daniello berasal dari Manhattan, Ibuku bernama Irizka Jessie Iren berasal dari Dubai. Ayahku seorang pengusaha yang kini memilih pensiun dini, ia memilih untuk berkeliling dunia menikmati masa tuanya, sehingga kini aku yang mengurusi perusahaan milik keluargaku karena aku anak tunggal di keluarga Daniello."
"Aku CEO Daniello's Corp, perusahaan yang hampir memiliki semua bidang usaha. Perusahaan terbesar nomor satu di New York. Selain mengurus perusahaan milik keluarga, aku sendiri memiliki perusahaan yang tidak kalah besar namanya dengan Daniello's Corp yaitu RFD corp."
Ricard memperhatikan wajah Zeline sebelum ia melanjutkan ceritanya. Wanita itu terlihat sedikit menganga dan terpesona mendengar semua bagian cerita pembuka Ricard.
"Apakah aku harus meneruskan ceritaku?" tanya Ricard.
Zeline mengangguk antusias tanpa mengalihkan tatapannya pada wajah Ricard.
"Karena pekerjaanku cukup penting, menyangkut nasib ribuan karyawan yang mencari nafkah, tentu saja aku memerlukan penjagaan yang ketat. Mencegah lebih baik sebelum terjadi sesuatu yang berbahaya."
"Aku juga memerlukan waktu yang sesingkat-singkatnya untuk menyelesaikan segala pekerjaanku yang begitu padat. Untuk itu aku menggunakan fasilitas pribadiku, bukan untuk pamer jika aku kaya raya, melainkan itu sebuah kebutuhan untukku dan pekerjaanku."
"Kau membohongiku!" desis Zeline tiba-tiba menyela ucapan Ricard.
"No! Tidak sepenuhnya," bela Ricard.
"Kau bilang kau bekerja sebagai karyawan biasa ternyata...Oh, God! Ini fakta yang mengerikan!" ucap Zeline dengan kekalutan di wajahnya.
"Aku bisa jelaskan semuanya. Bukankah kau memintaku untuk menceritakan semuanya? Aku belum selesai bercerita. Bisakah kau tenang dan dengarkan ceritaku sampai selesai?" pinta Ricard.
Zeline gelisah dalam duduknya. Zeline harus menghadapi konsekuensi yang akan diterimanya setelah mendengar segala penjelasan Ricard padanya.
"Langsung ke inti!" ucap Ricard kembali tenang.
"Aku tidak bermaksud membohongimu. Aku memang berniat untuk mencari jodoh melalui aplikasi itu. Aku sudah muak bermain-main dengan wanita yang hanya menyukai kekayaanku."
"Aku membayar mahal seorang hacker untuk membersihkan semua data-dataku yangberedar di Internet, sebelum aku mendaftarkan diri ke aplikasi itu. Aku ingin mencari wanita yang sama sekali tidak mengenalku, tidak mengetahui latar belakangku dan tidak mengetahui apa saja yang aku miliki."
Ricard menghela napas sebelum melanjutkan penjelasannya.
"Sebelum mengenalmu dan menjalin hubungan ini, sudah ada beberapa wanita yang aku kenal lewat aplikasi itu, tapi hanya satu wanita yang sama sekali tidak agresif. Mereka semua menginginkan aku untuk datang ke negara mereka meskipun aku sudah mengatakan jika aku seorang karyawan biasa. Tapi berbeda saat aku mengenalmu."
"Kau berhasil membuatku penasaran. Responmu begitu lambat. Bahkan setelah perkenalan pun, kau tidak pernah menyinggung apa pun mengenai keinginan untuk bertemu denganku. Kau hanya menerima apa pun yang aku ceritakan."
Zeline angkat bicara mengenai penjelasan Ricard kali ini.
"Tanpa kau memakai hacker-pun, aku tidak mengenal siapa kau. Kau tau bukan, bagaimana kehidupan kita? Kita berbeda terutama dalam kasta."
"Cukup sampai di sini saja, jangan teruskan lagi. Kau terlalu menakutkan untukku." Zeline mengatakan semua itu dengan raut wajah penuh keputusasaan.
?????
Ricard berdiri, wajahnya mengeras mendengar ucapan Zeline. Tatapan Ricard tidak seperti biasanya, kini ia menghujami Zeline dengan tatapan tajam mengintimidasi.
"Sudah cukup sampai di sini penjelasanmu. Sudah cukup informasi yang kau berikan. Aku tidak bisa mengimbangimu. Aku mau pulang," ucap Zeline. Zeline mengambil tasnya dan ingin keluar dari penthouse Ricard.
Wanita cantik itu berdiri dan melangkah menuju pintu keluar. Sedang Ricard, pria itu hanya berdiri menyandar di minibar sambil menatap tubuh Zeline yang perlahan menghilang dari pandangannya.
Ricard meneguk segelas vodca dengan santai, namun, tatapannya penuh emosi dan begitu menakutkan. Sengaja Ricard tidak mengejar Zeline, ia membiarkan wanita itu pergi.
Tak lama kemudian, hanya dalam hitungan menit. Zeline kembali lagi dihadapan Ricard dengan wajah marah. Wanita itu berjalan bergegas menghampiri Ricard yang masih berdiri menyandar pada meja minibar sambil menyesapsegelas minuman favoritnya.
"Mana kunci pintunya? Aku mau pulang," desis Zeline.
Ricard hanya diam tidak menjawab ucapan Zeline. "Jangan mendadak tuli. Kau mendengar ucapanku. Buka pintunya, Ricardo!"
Saat namanya disebut seperti itu, Ricard menaruh gelasnya ke atas meja dan menarik lengan Zeline sehingga tubuh wanita itu yang tidak siap segera merapat dan menempel pada tubuhnya.
Zeline terkesiap, cluthnya bahkan terlepas dari genggaman tangannya saat mendapati tindakan tiba-tiba yang dilakukan Ricard padanya. Tanpa mengalihkan pandangan, Ricard menatap Zeline dengan tatapan yang begitu sulit diartikan.
"Apa yang kau lakukan?" Zeline meronta agar genggaman dilengannya dilepas oleh Ricard.
"Kau pikir kau bisa pergi dari sini semudah itu?"
"Jangan mimpi, Zeline Zakeisha!" desis Ricard.
"Aku tidak mengizinkanmu kemana-mana. Aku juga benci kau memanggil nama depanku lengkap. Aku lebih menyukai kau memanggilku Fello seperti biasa," bisik Ricard dan Zeline hanya bisa menelan ludahnya susah payah.
"Lepaskan aku, aku mau pergi!" Zeline kembali meronta.
"TIDAK AKAN! Jangan bermimpi untuk lepas dariku. Aku tidak akan melepaskanmu sampai kapanpun!" Ricard membungkam bibir Zeline dengan ciuman yang pada awalnya ditolak Zeline namun, perlawanannya melemah sehingga wanita itu pasrah begitu saja.
??????????
Gimana tebakan kalian di awal part? Ada yang bener? Sukses semua? ????
ending yang manis kan yah?
Gak gantung lagi kan ?
??????????
Share this novel