25 - Hari Penuh Masalah

Romance Completed 40057

Btw, part ini panjang banget! 3000an kata, selevel sama Double update ????

Part paling absurd yang pernah Shin tulis
???? semoga kalian gak njelimet bacanya yah!

happy reading!

Baca sampe abizzzz!!

??????????

    

Zeline dan Ricard sampai di Restoran tempat mereka membuat janji temu dengan para sahabat Zeline. Keduanya melangkah masuk ke dalam resto dengan diiringi tatapan iri dari para pengunjung lainnya. Terang saja, di New York Ricard begitu terkenal, ia bahkan setara dengan artis hollywood ketenarannya. Hanya saja, orang-orang tidak menggila jika bertemu ditengah jalan, memaksa meminta foto atau kontak fisik lainnya.

Ricard mengeratkan pelukannya di pinggang Zeline. Wajah datarnya sama sekali tidak menyeramkan, bahkan terlihat menggemaskan. Entah mengapa, kali ini Ricard merasa begitu bangga berjalan disamping wanita yang kini menjadi kekasihnya.

Jika dahulu ia selalu menolak bahkan memilih tempat privat agar tidak begitu dilihat bahkan diketahui masyarakat umum, berbeda dengan saat ini. Mungkin karena kali ini, kekasihnya adalah pilihan hatinya sendiri. Tidak melalui perjodohan konyol seperti sebelum-sebelumnya.

Sedangkan Zeline memilih tak acuh terhadap tatapan yang diperlihatkan orang-orang padanya. Zeline memilih untuk menjadi dirinya sendiri apa adanya.

Dari kejauhan Zeline mengamati pergerakan heboh yang dilakukan Mesya. Zeline memicing curiga, pasti sesuatu yang aneh atau lebay yang biasa Mesya lakukan akan terjadi sebentar lagi.

?????

"Sstttt, diam semuanya. Bos besar kita sudah tiba. Haruskah kita beri penghormatan seperti di bandara waktu itu?" Mesya sedikit memukul meja, membuat Pradipta, Vera dan Robert terfokus padanya.

Mereka berempat sontak menoleh, mengikuti bisikan yang disampaikan Mesya.

"Maksudnya, kita berdiri seperti bodyguard waktu di bandara itu?" tanya Vera menanggapi ucapan Mesya.

"Ya, kan, Fello itu bos besar," desis Mesya.

"Sudah! Bertingkahlah seperti biasa saja. Jangan membuat malu, baby. Jangan bertindak berlebihan," bisik Pradipta.

Mesya melotot garang pada Pradipta, sedangkan Robert dan Vera terkikik geli melihat ekspresi Mesya.

"Maaf ya, sudah membuat kalian menunggu lama." Zeline menyapa semua orang disana dan bercipika cipiki dengan sahabatnya.

"It's okay. Kita sangat mengerti betapa padatnya jadwal seorang bos besar seperti Fello," kata Mesya.

Zeline melirik Mesya, sepertinya dugaannya tidak meleset. Mesya akan selalu menjadi Mesya yang lebay.

"Mr Fello, sini. Duduk sini, jangan berdiri terus, nanti kakinya lelah." Mesya menepuk-nepuk kursi yang tak jauh dari tempatnya.

Ricard terlihat bingung dengan tindakan Mesya. Ricard menoleh ke Zeline, meminta isyarat penjelasan namun Zeline hanya terkekeh geli melihat ekspresi kaget pada wajah Ricard. Sedangkan Pradipta hanya bisa mengurut pelipisnya pelan.

"Kenapa malah melamun. Ayo, duduk. Nanti lelah. Cepat duduk, jangan berdiri terus." Mesya dengan tingkah absurdnya membuat Ricard kehabisan kata-kata dan hanya menurut.

Sesaat setelah Ricard duduk ditempatnya, Mesya bertopang dagu menatap wajah Ricard.

"Zel, beruntung yah kau mendapatkan tangkapan ikan paus mewah seperti Fello. Ckckck! Nyatanya perawan sepertimu memiliki magnet kuat untuk menggaet pria macam ini," bisik Mesya yang kebetulan duduk disamping Zeline.

"Salah sendiri kau mencicip sosis lebih cepat, coba saja mengikuti jejakku, tentu kau juga akan mendapatkan paus mewah," sindir Zeline. Mesya mendengkus mendengar ucapan Zeline.

"Sialan! Kau belum tahu saja rasanya jika sekali mencicipi sosis pria, kau akan ketagihan. Ah, bukankah kau sudah bersama Fello berhari-hari, kau pasti sudah menyicilnya dengan menjilat-jilat sedikit demi sedikit bukan? Mengakulah?" tuding Mesya, Zeline melotot mendengar ucapan Mesya.

"Apa yang kalian bicarakan dengan berbisik seperti itu?  Kalian tidak mengajakku?" sela Vera saat melihat Mesya dan Zeline berbisik-bisik saat semua orang diam seperti patung disitu.

"Maaf! Tidak penting, Ver. Ah-kemana Fini?" tanya Zeline dan semua orang disana kecuali Ricard menatap satu titik.

Vera menunjuk keberadaan Fini dengan ujung dagunya. Zeline mengikuti arahan Vera.

"Kenapa dia disana?" tanya Zeline.

"Kau tanya saja sendiri dengan orangnya. Aku sudah malas berbicara dengannya," sinis Vera.

"Fini sepertinya ada masalah, mungkin dia mau berbicara denganmu Zel," kata Pradipta.

"Ya ampun, semakin lama aku memandang wajah tampan Fello, semakin ingin aku memiliki anak laki-laki sepertimu," ucap Mesya membuat semua yang disana menoleh bingung.

"Astaga, Mesya!" keluh Pradipta.

"Istrimu semakin lama tidak kulihat ternyata dia semakin gila," sindir Zeline pada Pradipta.

"It's okay, Honey." Ricard menenangkan Zeline sedang-kan Mesya tetap memandangi Ricard intens.

Zeline berdiri, Ricard memegang lengannya.

"Mau kemana?" tanya Ricard.

"Aku mau mengajak Fini kemari. Tunggu sebentar yah." Zeline melakukan sesuatu yang mengejutkan, yaitu mencium pipi kanan Ricard membuat semua orang disana terkejut. Tak terkecuali Ricard sendiri.

Zeline meninggalkan mereka semua dengan ekspresi beragam. Mesya berpindah tempat duduk mendekati Ricard.

"Suatu kemajuan yang pesat jika Zeline mau menciummu di depan kami semua. Astaga, sebentar lagi aku rasa dia akan berubah menjadi wanita agresif seperti aku atau Vera, ah... bahkan Fini," ucap Mesya sambil memegang lengan Ricard.

"Kau tahu, itu hal yang paling tidak pernah terjadi. Zeline bukan tipikal wanita yang mengobral keromantisan di depan kami semua," timpal Vera bersemangat.

"Benarkah?" tanya Ricard memastikan.

Mesya dan Vera mengangguk bersamaan layaknya ipin dan upin.

"Kau berhasil merubah seorang Zeline hanya dalam hitungan hari. Great job!" puji Vera.

"Dia tidak berubah. Dia tetap menjadi Zeline dirinya sendiri. Dia cukup keras kepala untuk dirubah pola pikirnya," curhat Ricard.

"Semua butuh waktu, Mr Ricardo. Sepengetahuanku, Zeline memang sangat berbeda dari tiga sahabatnya yang lain. Tentu kau butuh kesabaran ekstra untuk menghadapi segala pemikirannya." Pradipta ikut dalam obrolan yang ada.

"Panggil aku Ricard saja. Tidak perlu formal memakai Mr. Kita sudah jadi teman, bukan?" ucap Ricard merendah.

Pradipta tersenyum mengangguk.

"Ya, kau benar. Butuh kesabaran ekstra untuk menghadapi wanita semacam Zeline. Ia berbeda dan unik. Tapi, aku tidak akan menyerah untuk menjadikannya istriku," kata Ricard.

Perkataan Ricard sukses membuat Mesya menyemburkan wine yang tengah berada di dalam mulutnya ke arah Pradipta, lantas sukses membuat wajah Pradipta basah.

"Astaga, my Laki. Maafkan aku, aku tidak sengaja." Mesya membersihkan air cipratan diwajah Pradipta.

Robert, Vera dan Ricard berusaha menahan tawa mereka agar Pradipta tidak merasa malu.

"Kau akan menikahi Zeline?" tanya Robert.

"Ya. Secepatnya kalau bisa. Aku sudah menemui kedua orangtuanya," kata Ricard mantap.

"Bukankah kau baru saja mengenal Zeline, Bro. Maksudku, dalam waktu sesingkat ini, kau sudah begitu yakin untuk menjadikannya istrimu?" Robert semakin tertarik ketika mendengar jawaban Ricard.

"Tentu saja. Jika terus mencari yang sempurna, tentu kau tidak akan pernah menemukannya. Aku pikir dan aku meyakinkan diriku sendiri, Zeline merupakan pilihan terbaik untukku. Kami akan sama-sama belajar melengkapi satu sama lain. Kau tidak ada keinginan untuk menikahi Vera?"

Robert tersentak mendengar pertanyaan skakmat dari Ricard. Robert melirik Vera yang sedang menunggu jawaban darinya.

"Entahlah. Aku belum begitu yakin untuk membangun sebuah keluarga," jawab Robert akhirnya.

Vera mendesah,"Sudah bisa kutebak, kau memang tidak mau serius berhubungan denganku," lirih Vera.

"Jangan berdebat disini," Mesya tiba-tiba menyela karena ia tahu Vera biasanya akan marah jika sesuatu tidak sesuai dengan kehendaknya.

?????

"Kenapa kau disini?" Zeline mengambil tempat duduk persis disebelah Fini.

Fini menoleh dan tersenyum lesu.

"Kau sudah datang rupanya, perawan." Fini kembali lagi menatap gelas berisi cairan putih bening dalam genggamannya.

"Tidak biasanya kau seperti ini. Apa yang terjadi?" tanya Zeline.

Fini mendesah, ia menunduk tanpa berniat menoleh Zeline.

"Kau tidak akan pernah mengerti permasalahanku," ucap Fini.

Zeline menatap lurus kearah botol-botol alkohol yang tersusun begitu rapi dihadapannya.

"Jika aku tidak mengerti solusi dari permasalahanmu, kau bisa menceritakannya pada mereka semua yang ada disana. Mungkin satu diantara mereka, akan memberikan solusi untuk masalahmu. Tidak ada masalah yang tidak menemukan jalan keluarnya," kata Zeline bijak.

Fini berdecih mendengar kata-kata bijak Zeline. Ia tidak bisa menampik jika Zeline adalah orang yang paling rasional pemikirannya dibanding sahabatnya yang lain. Zeline tidak pernah menjudgeapa pun yang mereka lakukan, meskipun itu adalah hal salah sekalipun. Fini bersyukur memiliki satu dari sekian sahabatnya yang memiliki pemikiran lurus seperti Zeline.

"Melihatmu seperti ini membuatku iba dan prihatin bukan khawatir," kata Zeline.

"Sialan! Aku benci dikasihani," umpat Fini.

Perkataan Zeline ternyata berhasil membuat Fini menggeram kesal. Ia begitu tahu jika sahabatnya satu ini paling benci dengan orang-orang yang mengasihani keadaannya.

"So? Mau berapa lama kita di sini, duduk dipojokan? Aku takut jika Mesya akan menerkam kekasihku jika kutinggalkan lebih lama," kata Zeline.

Akhirnya kedua wanita itu berjalan meninggalkan meja bartender menuju meja khusus yang telah berisikan orang-orang terdekatnya.

Zeline memegang lembut bahu Ricard membuat pria itu menoleh dan tersenyum. Ricard mengambil telapak tangan Zeline lalu mengecupnya, Mesya menarik kemeja Pradipta, sedangkan Vera cemberut masih kesal dengan jawaban Robert dan Fini hanya mendengus melihat adegan romantis itu.

"Baby, kenapa Zel dan Fello romantisnya kelewatan. Aku mau kita begitu juga," rengek Mesya pada Pradipta.

"God! Istriku, bahkan kita sudah lebih dari itu melakukan hal romantisnya. Astaga! Kau membuatku malu," keluh Pradipta.

"Dasar suami tidak peka," rajuk Mesya.

"Kenapa jadi kalian yang berdebat?" Zeline menengahi.

"Kau juga kenapa?" tanya Zeline pada Vera.

"Ya Tuhan, kenapa suasana malam ini seperti air mendidih? Panas, tidak tersentuh. Ada apa dengan kalian semua? Bukankah kemarin aku mendapatkan kabar hal-hal bahagia dari kalian semua? Jelaskan padaku satu per satu ada apa dengan kalian semua. Ini sangat tidak menyenangkan." Zeline meminta penjelasan atas apa yang terjadi pada mereka semua disana.

Ricard hanya orang baru yang bisa menyimak tanpa mau mencampuri persoalan yang ia tidak tahu apa akar masalahnya.

"Vera? Robert? Kalian tidak ingin mengatakan sesuatu?" tanya Zeline.

Posisi Zeline selalu saja menjadi hakim untuk ketiga sahabatnya jika salah satu dari mereka bermasalah.

Vera membuang wajahnya kearah berlawanan. Menolak membuka mulut terlebih dahulu. Begitupun Robert, pria itu hanya diam, menatap bersalah kearah Vera.

"Jika kalian memilih diam dari pada menceritakan apa yang terjadi, lebih baik aku dan Ricard pergi saja dari sini. Aku tidak ingin berkumpul dengan orang-orang berkepala batu dan bisu, seperti kalian semua." Zeline berdiri sambil menarik tangan Ricard, sontak semua yang disana ikut terfokus pada Zeline dan Ricard.

"Baiklah aku akan bercerita. Ancamanmu sangat tidak lucu," desis Vera pada Zeline.

Zeline tersenyum menang, ia dan Ricard duduk kembali.

"Aku memang tidak ada bakat menjadi seorang pelawak," balas Zeline dan Ricard menggeleng mendengar jawaban kekasihnya.

"Aku kesal dengan sikap Fini. Aku hanya menanyakan apa yang terjadi padanya, kenapa sikapnya begitu dingin malam ini. Namun ia membentakku. Sungguh, aku sangat kecewa dengan sikap kasarnya." Vera memulai ceritanya.

Fini berdecih mendengar ucapan Vera.

"Bukankah kau tahu, jika aku memiliki masalah aku tidak ingin diganggu. Kau berisik, itu sebabnya membuatku membentakmu," jawab Fini.

"Tapi tidak begitu juga. Kau bisa bicara dengan baik-baik. Aku hanya menanyakan keadaanmu. Jika kau tidak ingin menceritakan masalahmu, aku tidak akan memaksamu. Lagi pula, bukan hal penting untuk kupikirkan," dengkus Vera.

Zeline mengurut pelipisnya, jika Fini dan Vera sudah mulai berdebat, maka keduanya akan menjadi api yang besar.

"Diam! Astaga, kalian tidak malu berdebat didepan khalayak ramai begini?" desis Zeline menahan emosinya.

"Fini, ada apa denganmu? Kau bilang aku tidak akan bisa memberi solusi atas masalahmu. Sekarang, kau ceritakan saja disini. Mungkin diantara mereka semua ada yang bisa membantumu," kata Zeline.

Semua orang disana menatap Fini dengan rasa penasaran tinggi.

"Aku menginginkan untuk kembali bertemu dengan pria yang bermain denganku semalam. Dia pria berbeda dari pria-pria sebelumnya. Ia meninggalkanku begitu saja tanpa meninggalkan satu petunjuk apa pun tentangnya," cerita Fini akhirnya

"Kau jatuh cinta pada pria itu? Pria one night standmu?" tanya Mesya.

"Entahlah, ini cinta atau bukan. Yang jelas aku menginginkan bertemu dan mengulang kegiatan semalam bersamanya," ucap Fini.

"Seperti apa orangnya? Maksudku, apa kau tahu bagaimana orangnya? Siapa tahu aku bisa membantumu mencari tahu identitas pria yang kau maksud." Ricard ikut menimpali.

"Dia dewasa. Wajahnya tampan, hm—maksudku wajahnya garang namun tampan mempesona. Dia memiliki jambang serta kumis yang cukup tertata rapi. Ia tidak memiliki tato di tubuhnya. Hanya itu yang bisa ku jabarkan," kata Fini

"Hmm—cukup sulit tapi, aku akan mencoba meminta bantuan asistenku untuk mencari tahu pria itu siapa. Kau bertemu dengannya dimana?" tanya Ricard lagi.

"Terra Blues, aku bertemu, berkenalan disana dengan-nya," jawab Fini tegas.

"Baiklah. Tunggu sebentar, aku akan menelepon asistenku. Berdoa saja jika pria itu salah satu member club disana, semua akan jauh lebih mudah untuk dilacak," Ricard berdiri menelepon Steven, ia memilih berdiri agak jauh dari mejanya.

"Lalu, kau kenapa masih terlihat muram?" tanya Zeline pada Vera.

"Kau bisa menanyakan penyebabnya pada pria brengsek disebelahku," sinis Vera.

Robert menghela napas, Fini dan Zeline serempak menoleh ke Robert.

"Aku belum bisa memberikan kepastian mengenai hubungan kami. Aku belum ingin menikah," ucap Robert seperti seorang tawanan yang sedang diperiksa polisi.

"Hah?" Zeline dan Fini lagi-lagi terkejut bersamaan.

"Tsk! Semua berawal dari cerita Fello yang sudah mengajakmu menikah dan pertanyaan Fello pada Robert yang menyebabkan semua ini terjadi," timpal Mesya.

"What? Fello sudah menceritakannya? Pada kalian semua?" lagi-lagi Zeline mendapatkan kejutan.

"Steven akan datang kemari membawa data-data yang aku pinta," seloroh Ricard tanpa mendengar pekikan terkejut Zeline.

"Honey, kenapa dengan ekspresimu," tanya Ricard yang baru menyadari wajah Zeline ditutupi dengan kedua telapak tangannya.

"Nyatanya, hidup kita penuh dengan masalah," keluh Mesya.

"Jadi, apa maumu sekarang?" tanya Fini pada Vera.

"Aku tidak menginginkan pria yang tidak memiliki kepastian denganku. Come on, usiaku semakin hari semakin bertambah tua. Aku tidak ingin terus seperti ini, aku ingin berhubungan serius dan mengikuti jejak Mesya dan Pradipta," tegas Vera.

"Jadi maksudmu, hubungan kita berhenti sampai disini?" suara Robert meninggi.

"Ya! Kita sudahi sampai disini. Harus berapa lama lagi aku menunggu kepastian darimu?" kata Vera.

"Hah, bedebah! Kau wanita menyusahkan. Kau sendiri yang dari awal menyetujui hubungan kita seperti ini, tapi pada akhirnya kau juga yang mengakhirinya dengan mempermalukanku didepan semua sahabatmu. Aku kecewa padamu." Robert berdiri dan meninggalkan semua orang disana.

"Robert! Hei... tunggu," panggil Zeline.

Vera menahan Zeline yang akan berlari mengejar Robert.

"Biarkan saja! Masih banyak pria lain yang jauh lebih baik darinya, jadi tidak perlu membuang banyak tenaga untuk mengejarnya. Aku akan tetap baik-baik saja hidup tanpanya," jelas Vera.

Zeline melihat kesungguhan kata-kata Vera dari mata sahabatnya itu.

"Aku juga akan bertobat pada Tuhan, jika pria yang aku cari saat ini, mengajakku menikah," ucap Fini.

Mesya tertawa sedangkan Pradipta mengaminkan.

"Asistenku sudah ada di lobi dan akan segera kemari," kata Ricard saat mengecek ponselnya.

"Steven?" tanya Zeline.

"Yes."

"Kau tidak menyuruh Steven membawa nenek lampir bersamanya kan?" bisik Zeline mengejek.

Ricard terkekeh dan menarik dagu Zeline lantas mengecup bibirnya secara singkat.

"Tidak akan. Dia begitu berisik, kau pasti tidak akan suka," jawab Ricard.

Wajah Zeline tersipu, merah merona. Semua sahabatnya disana hanya tersenyum geli melihat pemandangan yang baru saja terjadi.

?????

Steven berjalan menuju tempat yang sudah diarahkan big bossnya. Ia memakai setelan serba hitam dan topi hitam. Banyak mata wanita yang memandangnya selama ia berjalan memasuki tempat dimana Ricard dan sahabat-sahabat kekasihnya berkumpul.

Ditangannya sudah ada beberapa informasi yang diminta oleh Ricard, yang entah untuk apa keperluannya. Steven tidak banyak bertanya, ia lebih memilih hanya menjalankan tugasnya saja sebagai asisten.

"Selamat malam, permisi, Apakah aku mengganggu kalian semua?" sapa Steven berbasa-basi pada Ricard dan juga para sahabat Zeline yang tengah asyik bercerita.

Mereka semua terlihat sangat akrab dan intim. Steven jadi iri ingin ikut serta bergabung dengan mereka semua di sana.

"Kau sudah datang ternyata." Ricard menyapa Steven dan memperkenalkannya pada semua orang yang ada di sana kecuali Zeline.

Wajah muram Fini kini berganti menjadi jauh lebih cerah ketika Steven duduk di sebelahnya. Keduanya saling melempar senyuman. Zeline mengangkat sebelah alisnya melihat perubahan secara cepat yang dilakukan Fini ketika Steven hadir.

Steven memulai menjabarkan apa yang Ricard perintahkan padanya. Ia mengeluarkan semua data-data dan foto-foto tamu kemarin yang datang di kelap tersebut. Rata-rata tamu yang fotonya ada ditangan Steven adalah member di kelap mewah itu.

Fini kembali fokus pada foto yang ditunjukan, ia terus menggeser setiap slide guna menemukan pria yang membuatnya murung seharian. Alhasil jarinya berhenti disatu foto yang membuatnya membelalakan mata, shock!

Seorang pria sesuai dengan ciri-ciri yang Fini sebutkan namun ada yang janggal dari foto itu. Pria itu memeluk seorang bocah laki-laki.

"Ini orangnya," tunjuk Fini membuat semua orang disana memperhatikan dengan seksama foto yang Fini maksud

"Mario Davino. Pengusaha kapal pesiar, ia sudah memiliki seorang istri dan dua orang anak, salah satu anaknya yang tengah ia gendong dalam foto itu," jelas Steven

"Oh ya Tuhan!" pekik Mesya, Zeline dan Vera berbarengan

"Kau menyukai pria beristri, Fini! Astaga!" kaget Vera

Fini menggeleng. "No way! Tidak ada dalam sejarah hidupku, aku jatuh cinta pada pria beristri. Lupakan saja, tidak penting lagi,"

"Shit! Aku seharian ini uring-uringan karena pria beristri ini, sangat tidak masuk akal. Menjijikan," gumam Fini

Semuanya tertawa tak terkecuali Steven. Pria itu memperhatikan Fini. Wanita yang unik dimata Steven.

"Jadi kelanjutannya bagaimana?" tanya Ricard

"Hell no! Lupakan saja. Aku tidak berminat pada pria beristri itu. Tapi, terima kasih kau sudah membantuku, menghilangkan rasa penasaranku," ucap Fini

"Baiklah kalau begitu," kata Ricard

Fini memainkan jemarinya pada lengan Steven. Steven menoleh dan tersenyum smirk mendapat perlakuan yang sangat Steven pahami dari seorang wanita.

"Jika kau tidak keberatan, Fello. Apakah aku boleh mengajak asistenmu ini untuk bersenang-senang malam ini?" tanya Fini

Zeline mendelik kearah Fini, mengisyaratkan pada sahabatnya itu untuk tidak melakukannya. Namun Fini mengabaikannya.

"Bagaimana denganmu Miss Zeline. Apakah kau memperbolehkanku bersenang-senang dengan salah satu sahabatmu ini?" pertanyaan Steven membuyarkan delikan Zeline, spontan membuat wanita itu mengangguk begitu saja.

'Astaga! Aku baru saja memperbolehkan Fini bertamu pada anaknya nenek sihir. Akan jadi apa jika Fini dan Steven benar-benar jatuh cinta dan menjalin hubungan. Aku yakin, nenek sihir itu akan mengamuk membabi buta. Kasihan Fini,' batin Zeline

Ketika sudah mendapatkan lampu hijau dari Zeline dan Ricard. Steven dan Fini menjauh dari mereka semua dan memilih untuk berbincang berdua dan tanpa canggung mereka sudah saling bertukar saliva.

Vera memutar bola matanya, ia merasa menjadi single yang kesepian saat ini. Ia memilih untuk pergi dari meja yang berisi dua pasangan romantis, ia akan mencari pengganti Robert secepatnya. Pria yang serius tentu saja, bukan pria untuk bersenang-senang seperti yang Fini temui.

Mesya memilih untuk turun ke lantai dance mengajak suaminya untuk bersenang-senang. Melupakan permasalah-an mereka tadi. Mesya merasa ia begitu kekanakan bertindak pada Pradipta.

Sedangkan Zeline dan Ricard memilih tetap duduk di meja yang mereka pesan. Mereka berdua memilih untuk menyesapi anggur merah.

"Kau harus tahu, jika malam ini kau yang tercantik," bisik Ricard pada Zeline.

Zeline terlihat begitu mengagumkan dengan memakai dress potongan sabrina berwarna hitam dengan rambut dibiarkan menjuntai. Ricard sangat menyukai penampilan kekasihnya itu.

Ricard menarik tubuh Zeline mendekat padanya dan mencium wanitanya dengan gemas. Malam ini, ia berjanji akan menghabiskan waktu dengan Zeline dengan bersenang-senang. Benar-benar memanfaatkan waktu sebelum mereka berdua harus terpisahkan jarak benua yang cukup jauh.

Zeline sendiri merasa bahagia, karena dikelilingi oleh orang-orang tersayangnya. Meskipun beberapa jam yang lalu, suasana mencekam karena berbagai permasalahan. Namun, kini sudah mencair. Hari yang melelahkan namun membahagiakan.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience