Happy Reading!
Makin banyak komentar, makin semangat nulisnya
????????????
??????????
Empat hari sebelum keberangkatan Zeline dan Fini ke New York!
Aku mau bunuh diri!
Tulis Fini di obrolan grup yang langsung dicecar berbagai pertanyaan oleh para sahabatnya, tak terkecuali Zeline. Wanita yang kini tengah sibuk mempersiapkan brand kosmetiknya, sehingga jarang berkumpul dan berbincang dengan para sahabatnya. Entah itu lewat ponsel atau secara langsung.
Tulisan Fini tentu mampu memancing ketiga sahabatnya yang lain bergabung dalam obrolan di grup.
Apa maksudmu?
Jangan gila, Fini!
Ini bukan April mop, candaanmu tidak lucu!
Tidak mendapatkan sosis besar milik suami orang itu, apa membuatmu begitu frustasi.
Klienku saat ini banyak bule tampan, kau bisa memilihnya
Jangan mati bunuh diri, dosamu makin menumpuk. Kau tidak akan diampuni Tuhan.
Dengarkan ucapan biarawati seperti Zeline!
Tidak ada sahutan apa pun lagi dari Fini atas ocehan dari ketiga sahabatnya itu. Fini menghilang membuat gelisah Zeline dan dua sahabatnya yang lain yaitu Mesya dan Vera.
Zeline memandang ponselnya nanar. Fini sangat tidak pernah menuliskan kata-kata konyol seperti itu. Biasanya sahabatnya itu menuliskan semua hal yang menjurus ke daerah selangkangan dan membanggakan surga dunia versinya. Tapi kali ini berbeda, Zeline tahu pasti ada sesuatu hal yang tengah melanda Fini.
Apakah mungkin sahabatnya itu terlilit hutang yang begitu banyak akibat kebiasaan foya-foya dan hidup hedonnya. Atau mungkin ia ditipu milyaran rupiah oleh kliennya? Berbagai pemikiran muncul dikepala Zeline.
Saat Zeline sibuk dengan berbagai dugaan di dalam pikirannya mengenai beberapa kemungkinan yang melanda Fini. Bel apartemennya berbunyi, ia bergegas berdiri dan meninggalkan laptop serta kertas-kertas pekerjaannya di atas meja untuk melihat siapa tamu yang berkunjung kerumahnya malam-malam begini.
Zeline mengintip dari interkom, dari perawakan tubuhnya sangat mirip dengan Fini. Segera Zeline membuka pintu dan Fini berhambur begitu saja memeluk Zeline dengan erat sambil menangis.
Terkejut! Hanya itu yang dirasakan oleh Zeline saat ini. Kali pertama sepanjang hubungan persahabatannya yang terjalin bertahun-tahun melihat Fini menangis. Zeline memeluk Fini balik dan mengelus punggungnya lembut.
Zeline menutup pintu dan mengarahkan Fini ke sofa. Fini menunduk sambil menyeka airmatanya. Zeline berjalan ke dapur mengambil segelas air mineral untuk diberikan pada Fini agar lebih tenang.
"Kau bisa cerita jika sudah merasa lebih tenang," ucap Zeline.
Zeline membereskan semua pekerjaannya yang masih ada diatas meja untuk dibawa masuk ke dalam kamarnya. Setelah itu, Zeline kembali duduk disamping Fini. Wanita itu memeluk Zeline dengan tubuh menggigil dan pucat serta kembali lagi menangis dalam diam.
"Aku mau mati saja," lirih Fini.
Zeline melotot tak suka mendengar ucapan Fini.
"Apa yang kau bicarakan. Bunuh diri tidak menyelesai-kan masalahmu, masih banyak solusi lain untuk semua masalah," ucap Zeline.
"Aku hamil, Zel," lirih Fini kembali.
Zeline menegang dengan kedua tangan gemetaran dan terkejut setengah mati, Zeline mengangkat tubuh Fini agar bisa ditatapnya.
"Ap-apa? Ha-hamil?" tanya Zeline terbata.
Fini mengangguk lemah. Pertama kalinya Zeline melihat Fini rapuh seperti malam ini. Tangisan serta ucapan lemah sarat keputusasaan.
"Siapa pelakunya?" tanya Zeline.
Fini duduk menegakkan tubuhnya dan memandang Zeline dengan tatapan nanar, airmata dibiarkan mengalir begitu saja di wajah cantiknya.
"Steven..." ucap Fini lirih.
Zeline melotot terkejut bukan main.
"What! Steven? Asisten Ricard? Gurauanmu sangat tidak lucu, Fin!" kaget Zeline dan ia memijat pelipisnya dengan kedua tangannya.
"Zeline, aku tidak bercanda. Aku serius."
"Tiga minggu lalu aku dan Steven berlibur ke Thailand, kami berdua menghabiskan waktu berdua selama satu minggu penuh. Aku lupa untuk meminum pil pencegah kehamilan padahal saat itu aku sedang dalam masa subur."
"Memangnya kau tidak melakukan kegiatanmu dengan pria lain setelah pulang berlibur," tanya Zeline.
Fini menggeleng.
"Tidak. Sepulang dari sana aku begitu sibuk, aku harus meeting kesana kemari bersama para investor untuk planning clubku yang baru," cerita Fini.
"Aku baru menyadari ada hal yang janggal pada tubuhku. Payudaraku sedikit membengkak, perut bagian bawahku sering keram dan aku merasa migrain. Aku kira, aku sudah akan memasuki fase menstruasi tapi tidak. Semakin kutunggu, semakin tidak datang. Aku mulai curiga dan pergi membeli test pack. Lalu tentu kau tahu apa yang terjadi selanjutnya. Hal yang sangat tidak ingin aku rasakan. Hal yang sangat aku hindari, aku tidak ingin hamil, Zel. Aku tidak mau punya anak saat ini," keluh Fini.
Fini kembali lagi menangisi keadaannya. Zeline memeluk Fini untuk menenangkannya.
"Lantas apa yang akan kau lakukan?" tanya Zeline lirih.
"Aku ingin aborsi!" jawab Fini mantap.
Zeline menggeleng kuat. "Tidak! Jangan lakukan tindakan bodoh itu, Fin."
"Kau sudah melakukan kesalahan dengan melakukan sex di luar nikah dan sekarang ketika hasil dari perkelahianmu diranjang itu berhasil, kau malah mau membuangnya. Bayimu sama sekali tidak bersalah. Aborsi itu tindakan melanggar hukum," nasehat Zeline.
"Tapi aku tidak menginginkan bayi ini, Zel,"tolak Fini bersikeras.
"Bicarakan dulu semua ini pada Steven. Ah- apa Steven sudah tahu mengenai kehamilanmu ini?"
Fini menggeleng, "Belum. Dia belum mengetahuinya. Aku belum memberitahunya, kau orang pertama yang kuberitahu, Zel," ucap Fini.
"Kau harus segera memberitahu Steven. Keputusan selanjutnya ada ditangan kalian. Aku rasa, kalian sudah bisa berpikir dewasa untuk memikirkan solusi dari masalah ini. Jalan keluarnya bukan dengan bunuh diri," ucap Zeline bijak.
"Aku akan memberitahunya besok. Kau mau kan menemaniku ke New York untuk bertemu dengan Steven?" tanya Fini dan Zeline tampak ragu untuk segera menjawab.
"Akan kupikirkan dulu. Lebih baik, kau beristirahat. Besok kita sambung lagi pembicaraan ini." Zeline menuntun Fini untuk masuk kedalam kamar tidurnya, menyelimuti sahabatnya itu dan menggosok puncak kepalanya dengan lembut.
Zeline menghembuskan napas berat. Ia menasehati sahabatnya agar tidak menghindari masalah tapi sebaliknya ia yang sendiri yang tidak berusaha berbicara dengan kepala dingin pada satu pria yang sengaja ia abaikan akhir-akhir ini.
?????
New York
"Zeline..." suara yang amat Zeline kenali dan juga ia rindukan.
Mau tak mau, konsekuensi yang harus dihadapinya ketika menginjakan kaki ke New York adalah bertemu kembali dengan pria yang diabaikannya dan masih berstatus kekasihnya.
Zeline menatap Ricard dengan ekspresi datar. Suara-suara hampir satu bulan yang lalu terngiang kembali ditelinga Zeline. Alasan yang membuatnya menghindari Ricard dan mencoba mengabaikan pria sempurna di depannya ini.
"Aku merindukanmu, honey. Kau kemana saja?" Ricard tiba-tiba memeluk tubuh Zeline erat, seakan menyalurkan semua kerinduan yang telah ia pedam selama satu bulan terakhir.
Kedua tangan Zeline hanya lurus berada di samping kanan dan kiri tubuhnya tanpa balas memeluk tubuh Ricard. Ia tahu, tindakannya membingungkan pria yang sama sekali tidak bersalah. Namun, harga dirinya seakan terinjak-injak saat kembali mengingat kalimat-kalimat yang dilontarkan padanya begitu kejam.
"Jelaskan padaku, apa yang terjadi, honey! Kau tidak bisa terus menghindariku, bukankah aku sudah bilang aku tidak akan melepaskanmu begitu saja. Aku akan mengejarmu ke manapun kau pergi. Jangan diam saja, katakan sesuatu? Apa aku telah membuat kesalahan fatal sehingga kau menjauhiku?" cecar Ricard dengan rentetan kalimat yang sudah bercokol di kepalanya.
"Aku tidak menghindarimu," ucap Zeline.
"Bohong!" hardik Ricard.
"Aku tahu kau menghindariku. Jelaskan padaku, apa yang sebenarnya terjadi. Aku bukan peramal yang mengetahui segala hal. Kita bicarakan semuanya baik-baik, okay?" Ricard menarik kursi yang berada tak jauh dari mereka berdiri.
Keadaan sekeliling cukup sepi, tidak begitu banyak orang yang memperhatikan mereka berdua.
Zeline menimbang, apakah ia harus menceritakan pada Ricard atau pergi dari sana meninggalkan pria itu. Sepertinya pilihan kedua adalah hal yang cukup buruk.
"Tiga minggu yang lalu, ibumu mendatangiku," ucap Zeline dan Ricard begitu terkejut.
"Ibuku? Bagaimana bisa ia ke Indonesia tanpa sepengetahuanku? Lalu?" tanya Ricard penasaran.
"Ia memperingatiku agar menjauhimu," ucap Zeline.
?????
Flashback :
"Kau yang bernama Zeline Zakeisha?" tanya seorang wanita paruh baya berwajah cantik dan terlihat begitu berkelas saat Zeline menghadiri jamuan makan malam pada sebuah event besar setelah mendandani ibu negara.
Zeline menatap wanita paruh baya yang cantik itu dari ujung kaki hingga ujung kepala. Tidak ada cela sedikitpun, semuanya tampak begitu sempurna.
"Ya, aku Zeline. Maaf, anda siapa?" tanya Zeline ramah.
"Aku Jessie, ibu dari Ricardo Fello Daniello. Kau mengenalnya bukan?" ucap Jessie dengan nada datar namun dingin.
Zeline terhenyak ditempatnya. Ia tidak menyangka jika akan bertemu dengan calon mertuanya disini dan malam ini. Mengapa Ricard tidak memberitahunya jika ibunya akan datang ke Indonesia. Ah, atau mungkin Ricard sedang memberinya kejutan seperti biasanya.
Zeline menoleh ke kanan dan kiri mencari keberadaan Ricard. Siapa tahu pria itu sedang bersembunyi dan membiarkan ia berbincang dengan ibunya secara langsung seperti ini.
"Tentu saja aku mengenalnya. Senang bertemu dan berkenalan dengan anda, Ny. Jessie," ucap Zeline ramah.
Senyum kecil namun terlihat meremehkan muncul di wajah Jessie, membuat Zeline berpikiran jika Ibu Ricard tidak jauh berbeda dengan ibunya Steven. Zeline merupakan wanita dengan kepekaan tinggi, ia bisa dengan cepat membaca ekspresi wajah seseorang. Alarm dikepalanya memperingati jika ia harus berhati-hati bersikap dengan Jessie ini.
"Kau bekerja sebagai Make Up Artist, benar? Dan itupun freelance?" tanya Jessie to the point.
Dugaan Zeline jika ibu Ricard tidak jauh berbeda dengan Lidya, ibu Steven sepertinya tidak salah. Lihat saja bagaimana wanita paruh baya itu mengajukan pertanyaan tanpa basa basi terlebih dahulu.
"Ya. Apa yang Anda katakan itu benar. Saya seorang make up artist freelance. Apakah itu mengganggu Anda?" jawab Zeline berani.
"Mendekati anakku dengan level seperti ini? Kau tahu bukan, siapa anakku? Bagaimana pekerjaannya? Keseharian-nya? Dan tentunya keluarganya? Ah-untuk yang terakhir sepertinya belum," ucap Jessie bernada pongah.
"Katakan saja jika kau mendekati anakku hanya karena kekayaannya yang berlimpah ruah. Apa yang tidak dimiliki oleh keluarga kami didunia ini? Sepertinya nyaris semuanya kami miliki, dan kau—kau dengan mudahnya akan mendapatkan semua itu karena berhubungan dengan anakku," kata Jessie lagi.
Zeline berdecih mendengar kalimat yang keluar dari mulut Jessie. Pelan namun menyakiti harga dirinya. Wanita tua yang menjadi calon mertuanya jika ia menerima lamaran Ricard memiliki mulut tajam, mampu merobek pelan seseorang dengan nada ucapan lembutnya.
"Jika kau merasa kau sudah memiliki semuanya, maka aku akan katakan jika kau tidak memiliki attitude yang baik. Kekayaan berlimpah, namun kesopananmu pada orang lain sangat minus. Kau mencurigai setiap orang yang dekat dengan anakmu tanpa kau mencari tahu terlebih dahulu kebenarannya," jawab Zeline.
"Jika kau pikir, aku akan diam ketika kau menganggapku wanita yang siap menguras harta kekayaan anakmu, maka jawabannya adalah Kau salah. Tanpa bantuan bahkan pemberian apa pun dari anakmu, aku tetap bisa hidup mewah dengan hasil kerja kerasku sendiri," tambah Zeline.
"Benarkah? Berapa upah seorang MUA sepertimu? Bahkan kau butuh waktu lama untuk menabung agar bisa membeli Hermes Ostrich seperti yang aku pakai. Bagaimana kau bisa hidup mandiri tanpa mengandalkan uang anakku untuk memakai barang-barang branded?" ucapan Jessie lagi-lagi sarat dengan ejekan pada Zeline.
"Dengar Nyonya Jessie yang terhormat. Aku bisa membeli semua barang branded seperti yang kau ucapkan itu dari hasil upah kerjaku yang kau sepelehkan itu. Tapi tidak! Aku tipikal wanita yang hanya ingin memiliki barang branded jika aku membutuhkannya, bukan hanya untuk koleksi semata. Aku lebih suka menabung dan berinvestasi pada hal lain yang jauh lebih bermanfaat."
"Ah—satu hal lagi. Kau harus tanyakan pada anak kesayanganmu. Apakah aku pernah memintanya untuk memberiku barang-barang mewah? Kau adalah ibunya tentu kau tahu bagaimana sifat anakmu yang tidak suka ditolak itu, jadi pikirkan sendiri, apa akibatnya jika aku menolak pemberiannya yang sama sekali tidak aku minta," jawaban Zeline cukup jelas dan menohok.
Sepertinya ia dan ibu Ricard akan menjadi lawan debat yang seimbang.
"Kau pandai berargumen ternyata yah," kata Jessie.
"Terima kasih atas pujiannya," ucap Zeline.
"Dengar Zeline Zakeisha, aku tidak ingin anakku berakhir bersamamu. Kau tidak selevel dengan keluarga kami. Lebih baik kau jauhi anakku, aku tidak ingin melihatmu berkomunikasi lagi dengannya. Aku pikir, kau cukup pintar untuk mencerna apa yang aku ucapkan ini," Jessie memberi Zeline peringatan.
"Baiklah, aku akan menjauhi Ricard. Tapi, jika Ricard yang terus mencariku dan ingin tetap bersikukuh bersamaku, kau tidak berhak melarangnya dan kau berhak memberiku restu," Zeline melempar balik ancaman pada Jessie.
"Shit! Kau cerdik. Baiklah, jika memang Ricard yang memohon-mohon padamu, aku tidak akan mencampuri urusan hubungan kalian lagi. Tapi, jika kau yang memancingnya dengan terus-terusan menghubunginya, maka aku akan menyingkirkanmu dengan cara kotor. Aku akan mengawasimu, Zeline. Dengar ini!" desis Jessie.
Zeline tersenyum smirk, tantangan yang menarik. Baru kali ini ia berhubungan dan ditentang terang-terangan oleh ibu dari kekasihnya yang sudah melamarnya dua kali. Zeline yakin dan berdoa, jika ia akan menang dan Ricard akan selalu bersamanya. Semoga saja, Pria itu tidak berubah pikiran ketika merasakan perubahan yang terjadi nanti.
"Deal! Awasi aku semaumu, bahkan kau boleh memasang alat pengintai khusus disetiap sudut rumah atau barang yang aku bawa sehari-hari," ucap Zeline.
"Akan kulakukan itu tanpa kau suruh." Setelah membisikan kalimat itu, Jessie berjalan meninggalkan Zeline sendirian.
Wanita paruh baya itu terlihat keluar dari ballroom diikuti deretan bodyguard yang menjaganya.
Zeline meneguk air mineral yang ada didekatnya. Mulai malam ini, ia harus meneguhkan hatinya agar tidak terpengaruh oleh chat-chat yang dikirimkan Ricard padanya. Ia tidak ingin, ibu Ricard menginjak-injak harga dirinya, Zeline akan membuktikan jika dialah wanita yang dikejar-kejar oleh anaknya bukan ia yang mengejar-ngejar Ricard demi harta.
?????
Zeline memilih untuk menceritakan semua yang terjadi tanpa harus ia kurangi atau tambahi. Ia menceritakan semua kejadian apa adanya pada Ricard. Jikalaupun, pria itu akan marah padanya dan memilih meninggalkannya karena Zeline sudah dengan lancang membalas tiap ucapan ibunya, Zeline sudah mempersiapkan hatinya untuk patah lagi.
Tanpa disangka Ricard kembali menarik tubuh Zeline ke dalam dekapannya. Dada bidang tempatnya menyandar-kan kepala yang begitu dirindukan oleh Zeline jika boleh berkata jujur.
"Aku tidak salah memilih wanita ternyata," bisik Ricard dan Zeline mengerenyitkan dahi mendengarnya.
"Bukankah sudah kukatakan sedari awal ketika kau menanyakan bagaimana perihal ibuku dan aku menjawabnya, kau harus nilai sendiri tanpa harus aku memberitahumu. Aku ingin kau menjadi dirimu sendiri. Dan saat ini, aku begitu bangga padamu, karena berhasil menjadi rival yang tepat untuk ibuku," ucap Ricard.
"Kau—menyebalkan persis ibumu!" desis Zeline.
Ricard tertawa, "Jangan terlalu sering mengejeknya. Ia akan segera menjadi mertuamu," sindir Ricard.
"Kau terlalu percaya diri memangnya aku mau menerimamu sebagai suamiku," ejek Zeline.
Ricard memegang dagu Zeline agar menatapnya. Kedua pasang mata itu bertatapan.
"Kau bukankah tahu jika aku pria pemaksa. Jadi, percuma saja menolakku, aku akan memaksamu agar menyetujui keinginanku," ucap Ricard sombong.
"Sialan! Bagaimana mungkin aku jatuh cinta pada pria pemaksa dan menyebalkan sepertimu," kata Zeline.
"Terima saja takdirmu, honey!" bisik Ricard.
Entah siapa yang memulai, bibir mereka menyatu begitu saja. Mereka bahkan tidak menyadari jika sedang berciuman mesra diruang publik. Ciuman yang sarat akan kerinduan dan perasaan cinta yang nyatanya semakin diabaikan maka semakin tumbuh berkembang.
??????????
Dah, segini aja dulu...
Biar rasa penasaran kalian gak menghantui
????????
Share this novel