Happy Reading yah ??????
??????????
Triliuner tampan yang hanya mengenakan celana pendek tanpa pakaian menutupi tubuh bagian atasnya itu, menjatuhkan tubuh Zeline ke atas ranjang king size yang berada di dalam kamarnya.
Tubuh Zeline sontak kaku, pikiran buruk dan ketakutan-ketakutannya segera muncul. Bulir-bulir peluh membasahi dahinya membuat Ricard tersentak kaget melihatnya.
Pria itu menyadari jika fobia Zeline mulai timbul. Ia segera menegakan tubuhnya sedikit memberi jarak antara dirinya dan Zeline. Wanita itu memejamkan matanya dengan tubuh gemetaran.
"Honey, it's okay. Aku tidak akan melakukan apa pun."
Ricard mengelap peluh yang membasahi sekujur wajah kekasihnya. Sungguh, ia tidak berniat apa pun dan melakukan apa pun. Ia hanya becanda, tapi ia tidak tahu jika akibatnya akan sefatal ini. Ini pertama kali bagi Ricard melihat bahkan membuktikan jika ucapan Zeline mengenai genophobia yang wanita itu derita bukan sekedar alasan Zeline untuk menolak ajakannya melainkan benar-benar wanita itu alami.
Zeline berangsut menjauhi Ricard, ia mengambil selimut untuk menutupi tubuhnya yang tiba-tiba menggigil dan berkeringat.
"Ma-maafkan aku. Aku tidak normal.Aku begitu mengerikan, bukan?" kata Zeline terbata.
Ricard menggeleng. "No. Kau normal. Kau juga tidak mengerikan sama sekali. Aku yang seharusnya meminta maaf candaanku kelewat batas sehingga membuatmu seperti ini."
"Aku benci diriku sendiri..." gumam Zeline.
Ricard berdiri dan berjalan menjauhi ranjang membuka satu lemari yang berisi seluruh pakaian Zeline. Ternyata, ia telah menyuruh seseorang untuk membereskan pakaian Zeline bersama pakaiannya.
Ricard menyodorkan satu set bra dan celana dalam milik Zeline dan sebuah kaos putih berukuran besar miliknya.
"Gantilah pakaianmu. Tubuhmu penuh peluh, setelah itu beristirahatlah," ucap Ricard penuh perhatian.
Saat pria itu akan melangkah keluar, Zeline menahan lengannya sehingga Ricard berhenti begitu saja.
"Stay with me, please," lirih Zeline. Ricard menatap Zeline ragu.
"Bantu aku sembuh," lanjut Zeline dan akhirnya Ricard mengangguk.
Wanita itu perlahan melepaskan pegangan di lengan Ricard dan berjalan menuju kamar mandi. Zeline menatap pantulan wajahnya melalui cermin yaang berada di depannya. Ia merasa miris akan apa yang terjadi barusan. Bukan sengaja tapi ia benar-benar takut jika Ricard mengajaknya berhubungan intim.
Tubuhnya bereaksi secara spontan. Zeline takut dan belum siap dengan apa yang terjadi seperti yang tertanam di dalam pikirannya selama ini. Zeline bertekat memberanikan diri untuk tidur satu ranjang bersama Ricard. Ia ingin sembuh, sungguh. Ia akan mencoba rileks.
Satu set bra dan celana dalam hitam yang diberikan Ricard tadi padanya sudah terpasang sempurna di tubuhnya. Lalu Zeline memakai kaos putih yang menutupi separuh pahanya. Ia berjalan keluar dan melihat Ricard tengah menelepon seseorang di ujung anak tangga.
Zeline duduk di atas ranjang, benar-benar ia membenci saat dirinya lemah.Ricard kembali ke kamar dan menutup pintu. Ia memberikan senyum pada Zeline. Zeline hanya membalasnya dengan senyum kaku.
"Sudah lebih baik?" tanya Ricard. Zeline mengangguk sebagai jawaban pertanyaan singkat kekasihnya.
"Jika kau tidak nyaman, aku bisa tidur di bawah," kata Ricard lagi.
"Tidak. Aku tidak mau sendiri. Jika kau memiliki syarat, aku juga punya syarat untukmu," ucap Zeline.
Ricard menatap kedua mata coklat terang kekasihnya.
"Syarat apa?" tanya Ricard.
"Kau mau aku tetap berada disampingmu, bukan? Kau tidak ingin aku pergi setelah aku tahu semua mengenaimu?"
"Tentu saja. Aku tidak akan membiarkanmu pergi. Apa yang sudah menjadi milikku, tetap akan menjadi milikku sampai kapanpun," desis Ricard.
"Kalau begitu, bantu aku sembuh," ucap Zeline mantap.
Ricard melotot terkejut mendengar ucapan Zeline. Tanpa diminta menjadi persyaratan, tentu saja Ricard akan melakukannya. Hanya saja, ia tidak menyangka jika wanita itu akan memintanya secara frontal.
"Apakah itu persyaratan yang kau maksud?" tanya Ricard meyakinkan.
Zeline mengangguk. Ricard tersenyum dan mengulur-kan tangannya kedepan wanita itu. Zeline menyambut uluran itu.Kini Ricard bersandar di kepala ranjang dengan Zeline yang menyandar di dada telanjangnya.
"Apakah posisi ini membuatmu tidak nyaman?" tanya Ricard.
Tentu saja Zeline menggeleng. Tempat favoritnya saat ini menurutnya adalah dada Ricard. Meskipun masih sedikit nervous tapi sebisa mungkin Zeline merilekskan tubuh serta pikirannya.
Ricard mengelus lembut rambut Zeline. Sedangkan wanita itu sibuk memilin-milin jari jemarinya.
"Kau yakin akan bertahan denganku yang aneh ini?" tanya Zeline membuka obrolan mereka.
Ricard menunduk dan mengecup dahi Zeline singkat membuat wanita itu terkesiap. "Tentu saja. Lagi pula ini bukan sesuatu yang aneh untukku. Ini hal istimewa, sesuatu yang sangat langka didapatkan di jaman sekarang."
"Mantan kekasihku hampir seluruhnya berselingkuh dan kami berakhir begitu saja." Zeline membuka cerita tentang dirinya.
"Apa mereka sudah gila? Berselingkuh darimu? Yang benar saja!" umpat Ricard terkejut.
"Mereka tidak gila. Mereka hanya pria normal yang memiliki kebutuhan biologis yang tidak bisa aku penuhi. Aku selalu menolak ajakan mereka, apa lagi ketika mereka tahu fobia yang aku derita, mereka semakin ilfeel dan menjauh. Memilih wanita lain yang bisa memenuhi kebutuhan mereka," jelas Zeline.
"Awal pertama aku mengenalmu, aku begitu ragu. Aku sama sekali tidak memikirkan tentang apa pekerjaanmu, hanya saja pikiranku selalu dipenuhi ketakutan dan trauma masa lalu."
"Kau pria asing, kita berbeda adat kebiasaan. Kau dibesarkan di negara bebas yang terbiasa dengan sex. Aku takut ketika mendapati kenyataan aku begini, kau akan menganggapku kuno dan jauh lebih ilfeel dari pada mantan kekasihku yang lainnya," kata Zeline melanjutkan.
"Tidak benar. Aku bahkan bahagia ketika kau mengatakan jika kau masih uhm— perawan. Hanya pria bodoh yang menyia-nyiakan wanita sepertimu," jawaban Ricard membuat Zeline tersenyum simpul.
Hati Zeline menghangat. Terlepas dari segala kekayaan yang dimiliki oleh Ricard, bolehkah Zeline berpikir dan berharap, Ricard adalah Takdir indah yang Tuhan tulis untuknya.
"Aku tidak akan melakukan apa pun padamu, percayalah. Semua akan kita lakukan secara perlahan ketika kita menikah, bagaimana?"lirih Ricard dan tak luput telinga Zeline mendengarnya membuat wanita itu tersentak.
Wanita itu mengangkat kepalanya dari sandaran di dada Ricard dan menoleh cepat menatap Ricard.
"Ap—apa? Menikah? Kau dan aku, menikah?" tanya Zeline cukup bingung.
"Lupakan, lebih baik kita tidur." Ricard merebahkan tubuh Zeline ke atas ranjang.
Zeline mendesah pasrah, mungkin telinganya sedikit bermasalah atau dia sedang berhalusinasi.
Zeline tidur membelakangi Ricard. Tubuh wanita itu kaku, namun gosokan lembut diberikan Ricard pada pucuk kepalanya dan lengan Zeline membuat wanita itu perlahan merasa rileks.
Ia terus merapalkan mantra pada dirinya sendiri agar tidak gugup, kaku dan kalah dengan fobia-nya. Zeline memilih memejamkan matanya sembari Ricard mengusap-usap puncak kepalanya.
Keduanya tertidur pulas tanpa melakukan hal apa pun. Ricard memeluk erat tubuh Zeline sepanjang malam.
?????
Untuk Ricard, semalam adalah malam yang terbaik untuknya, sepanjang tidur malamnya. Ketika ia terbangun, wajah cantik kekasihnya yang tengah ia peluk menjadi pemandangan yang begitu menyejukan hatinya. Bisakah setiap hari akan seperti ini.
Ricard melepaskan pelukannya perlahan agar kekasihnya tidak terbangun. Zeline tidur sangat nyenyak. Meskipun semalam, tubuhnya tiba-tiba berkeringat dan gemetar lagi, membuat kaos yang dipakainya basah. Mau tidak mau Ricard membukanya. Membiarkan Zeline hanya tidur dengan bra dan celana dalam namun dibalut dengan selimut tebal untuk menutupi tubuhnya.
Godaan terbesar dihidupnya, ia tidak bisa bertindak apa pun meskipun sangat ingin. Ricard harus bersabar dan pelan-pelan, agar tidak membuat wanita itu takut lagi. Risiko yang harus ia terima saat memilih Zeline sebagai kekasihnya bahkan mungkin calon istrinya.
Setelah Ricard mandi dan kembali lagi ke dalam kamar, Zeline mengeliat di atas tempat tidur. Ricard menyapa kekasihnya dan mengambil ponselnya.
"Morning, honey," sapa Ricard.
"Morning," balas Zeline dengan suara khas bangun tidur.
Ricard mengarahkan ponselnya pada Zeline yang masih berada di atas tempat tidur. Tentu saja Zeline menghindar.
Wanita itu menutup matanya dengan sebelah lengan-nya sambil tersenyum.
"Apa yang kau lakukan? Astaga wajahku pasti jelek sekali," kata Zeline.
"Kata siapa? Kau tetap saja cantik. Aku menyukainya. Apalagi jika kau mau memberiku morning kiss," canda Ricard.
"Aku belum gosok gigi. Kau menyebalkan. Cepat pergi, aku malu," gerutu Zeline.
Ricard menarik selimut Zeline dan menarik lengan wanita itu agar tidak menutupi wajahnya. Rona merah bersemu di pipi Zeline akan tindakan Ricard padanya.
"Berikan aku morning kiss, setelah itu aku pergi," ucap Ricard yang berada di samping tubuh Zeline.
Wanita itu menutup matanya sambil tersenyum dengan menggeleng-gelengkan kepalanya. "No... no... no," tolak Zeline.
"Baiklah, aku akan seperti ini sampai kau menciumku," ancam Ricard.
"Oh Lord! Dasar pria pemaksa. I hate you," umpat Zeline.
Secepat kilat Zeline mencium pipi Ricard namun, kekasihnya tetap saja bergeming. Ricard menyangga kepalanya dengan sebelah lengan, membuat Zeline ikut berpose yang sama sambil bertatapan dengan pria pemilik mata indah ini.
Hidung mereka bersentuhan, senyum terukir diwajah keduanya. Tubuh Zeline sudah mulai merasa nyaman berada di dekat Ricard.
"Aku benar-benar membencimu, pria otoriter." Tak ayal, Zeline mencium bibir Ricard yang disambut gembira oleh pria itu.
Ricard memeluk erat tubuh Zeline, tubuh mereka saling berhimpit dan melekat satu sama lain, meskipun Zeline masih memakai bra dan celana dalamnya sedang Ricard masih memakai celana pendeknya.
Zeline merasakan tonjolan keras di area bagian bawahnya. Otaknya menyadari namun demi Tuhan, ia harus bersorak, tubuhnya tidak bertindak seperti kemarin lagi.
"Mandilah, aku akan membuatkan sarapan untuk kita berdua," ucap Ricard ketika mereka telah melepaskan ciumannya.
Zeline tersenyum dan mengangguk. Ia yakin, perlahan fobia-nya akan hilang dan ia akan menjadi wanita normal seperti yang lainnya.
?????
Zeline turun dari kamar menuju dapur, disana terlihat kekasihnya yang ia bingung harus memanggilnya dengan nama Fello atau Ricard tengah memasak sesuatu untuk mereka berdua.
"Apakah kau memerlukan bantuan?" tanya Zeline sembari menyapa Ricard.
"Tidak. Cukup duduk diam disana, sebentar lagi akan selesai," kata Ricard membelakangi Zeline.
Pria itu suka sekali tidak memakai bajunya. Jika karyawan di kantornya tahu kelakuan CEO-nya seperti ini, tentu saja liur mereka akan membasahi lantai setiap saat. Untung saja, Zeline sudah mulai terbiasa dan tidak sampai meneteskan air liur hanya meneguk liurnya susah payah.
"Sarapan kita sudah siap?" Ricard berdiri dengan menenteng kedua piring di tangannya dengan wajah sumringah.
Entah bagaimana bisa atau dengan cara apa Ricard memasak sarapan mereka sehingga otot dadanya dipenuhi taburan gula putih begitu juga pipinya. Zeline menatapnya dengan tatapan memuja.
"Honey, kau mau yang mana?" tanya Ricard.
'Aku mau menjilat gula putih yang menempel di dadamu saja.' jawab Zeline membatin.
??????????
Semoga ketika menemukan Bold ini, Hati kalian bahagia dan berbunga-bunga yah
????????
Terima kasih untuk Vote, Komen dan Waktu yang kalian luangkan buat baca cerita ini dan cerita lainnya
????????????????
Share this novel