18

Romance Series 1927

Lukijo mengusap keringatnya, Samsul tertawa kecil melihatnya. Mendorong gerobak di jalan yang tidak rata setelah jalan raya. Mentari baru saja pergi menyisahkan gelapnya senja. Tumben sekali hari ini Samsul pulang lebih cepat, yang biasanya selepas isya baru pulang berdagang itu pun sudah terbilang cepat. jika di kebanyakan hari sekitar Jam sepuluh malam ke atas baru pulang. Namun kini baru saja mangkal dari jam Empat sore gorengnya sudah habis. Dan yang membuat Samsul selalu tertawa cara Lukijo mendorong gerobak begitu kaku, meski dirinya pun mengerti mungkin baru pertama kali Lukijo membawa gerobak gorengan.
"Capek Mas Jo?"
Samsul dengan tangan memegang gerobak.
"berat sih, tidak Mas Samsul. hanya melihat jalan di depan susah."
Lukijo dengan melihat jalan berbatu tertutup pasir namun banyak berlubang, terkadang kepalanya harus menengok di sisi kanan dan kiri gerobak untuk melihatnya.
"Butuh kebiasan Mas Jo." tawa Samsul.
Lukijo mesem, wajahnya begitu serius melihat di depan gerobak.
"Gimana Mas jo, tadi?"
"Yang beli gorengan cantik-cantik tidak?"
Canda Samsul.
"Malu aku Mas, jika melayani wanita."
Mesem Lukijo.
Samsul tertawa lebar.
Lukijo menoleh kembali Ban gerobak melalui lubang, Namun benaknya teringat wajah Gayatri.
terkadang Ia harus beberapa kali mengusap keringatnya untuk menghilangkan wajah Gayatri, Jika mengingat apa yang di katakan Samsul kepadanya, terkadang memang di hatinya selalu bertanya seperti sulit menerima bahwa Gayatri memang benar Mencintainya.
Lukijo tersentak, Samsul menepuk pundaknya.
"Aku perhatikan Mas Lukijo diam saja bila melayani pembeli?"
Samsul dengan menahan Gerobaknya melewati jalan berlubang.
Lukijo hanya mesem.
"Sering melamun juga bila ku lihat?"
Ucap Samsul melihat Lukijo.
"Tidak apa-apa Mas, Aku hanya bingung dengan apa yang aku kerjakan."
Sahut Lukijo tertunduk.
"Iya, lama-kelamaan juga akan tahu Mas.."
"Tapi sepertinya bukan itu, sepertinya Mas Lukijo lemas kurang bersemangat begitu.
Samsul meneliti wajah LUkijo.
"Tidak Mas aku semangat."
Mesem Lukijo lebar, meski apa yang di katakan Samsul memanglah benar. Ia merasa begitu tidak bersemangat, Ia merasa selalu teringat Gayatri, Ia memikirkan Gayatri. Rindu di hati seakan membuatnya lemas karena Ia merasa rindu yang seperti tidak lah mungkin, seperti hanya merindukan angan-angan saja.
"Mas Jo, aku tidak bermaksud menjelek-jelekan Gayatri agar Mas jo tidak berhubungan denganya,"
"Namun apa yang aku alami cukup Aku saja, Jangan sampai terulang pada Mas Jo."
Samsul dengan pandangan ke depan seperti ingin menembus remang di antara lampu teras Rumah yang di lewati.
Lukijo mesem mengerti.
"Sebenarnya Aku terbiasa dengan hinaan Mas Samsul, tapi jika tentang sebuah rasa kasih sayang aku Tak pernah bisa melawanya."
Lirih Lukijo.
Samsul tersenyum.
"pantas lemas, seperti kekurangan energi!"
Tawa Samsul pelan.
Lukijo mesem lebar.
"Mas jo sangat mencintainya?"
senyum Samsul.
Lukijo mesem tertunduk.
"Terkadang aku malu mengakuinya bila mengingat diri ku Mas Samsul,"
"Aku merasa...."
Lukijo menghentikan langkahnya.
Samsul menatapnya.
"Aku harus bagaimana Mas Samsul,?"
"Gayatri..., Aku merasa Gayatri..,"
Lukijo seperti sulit mengungkapkan perasaanya.
"Gayatri benar-benar mencintai Mas Jo?"
Samsul seperti mengerti dengan apa yang ingin di Ucapkan Lukijo.
"Aku akan bertahan Mas, meski akhirnya apa yang di katakan Mas Samsul akan terjadi pada diriku."
Lukijo dengan mengalihkan tatapanya
Samsul menghela nafasnya dalam menatap kelam di depan gerobak.
Perlahan kembali berjalan, mendorong gerobak gorengan menapaki kelam dan debu.
"lantas apa yang akan Mas Lukijo lakukan?"
"sedang kan kedua orang tua Gayatri tidak menyukai Mas Lukijo?"
Samsul dengan ikut mendorong gerobak.
"untuk saat ini?"
Lukijo seperti berfikir, tersenyum getir dalam kelam. Lalu tersenyum kepada Samsul.
"Aku hanya bisa merindukan Gayatri dalam hati ku, menyebut namanya dalam hatiku saat aku rindu,"
mesem lukijo semakin lebar dengan tertunduk.
"Dan itu aku lakukan setiap hari."
lanjut Lukijo seperti malu.

"Bisa murka kedua orang Tua Gayatri! jika mereka tahu apa yang dilakukan Mas Lukijo tiap harinya!"
tawa Samsul dengan menggelengkan kepala.
Lukijo tertawa tertahan.

Lampu-lampu dari sepeda motor dan mobil yang terkadang lewat seperti sinar penghibur lara dari hati yang mulai kelam kembali, canda -tawa terdengar dari Rumah kontrakan yang kebanyakan di isi oleh para pedagang perantawan cukup membuat keduanya saling bertatapan meski apa yang tengah di tertawakan mereka tidak mengerti, hanya ikut tertawa sembunyi saja mendengarnya. Kontarakan cukup banyak di daerah tempat Samsul yang termasuk masih dekat pasar membuat pagi dan malam hari cukup ramai.

"Apakah Gayatri masih cantik seperti dahulu?"
Tiba-tiba Samsul bertanya.
Lukijo tergagap, lalu mesem.
"Dahulu Aku tidak pernah melihatnya Mas Samsul, Tapi menurutku lebih cantik lagi."
Mesem Lukijo seperti malu mengakui.
Samsul mengerutkan keningnya,tersenyum kep adanya.
"Apakah bibirnya berubah?"
Samsul tertawa kecil
Lukijo menatap heran.
"Maksudku..., apakah masih sering ngejek orang?"
jelas Samsul kemudian.

"Bibirnya, Begitu manis."
Lukijo tertunduk menahan debar hatinya.

Samsul tertawa geli.

"terlalu manis untuk orang seperti ku."
Lukijo masih dengan mesemnya.
Samsul langsung terdiam.

"Hingga terkadang Aku menghianati perasaan ku sendiri, untuk menyerah..,"
"Tapi hangat belai Gayatri di wajahku, seperti meyakinkan hatiku seperti membesarkan jiwa ku,"
"Bawha dirinya bukanlah mimpi."
Lukijo lirih dengan menghentikan laju gerobak, memberi jalan saat motor lewat di jalan depan kontrakan.
Samsul tersenyum kecil, lalu melihat ke arah depan pintu kontrakan-nya. terdengar suara anak kecil memanggilnya dengan berlari di susul seorang lagi.
Samsul menepuk pundak Lukijo, dan bergegas menghampiri ke dua anaknya.
Lukijo mesem, mendorong kembali gerobak memasuki Kontrakan. Menatap senang Ayah dan anak yang tengah bercengkrama.Nampak pula pintu lain kontrakan masih terbuka semua, nyala televisi di masing-masing Ruangan mewarnai berbagai aktifitas untuk esok berdagang pada setiap sorot mata yang menyaksikannya, Ada pula yang sempat menoleh kehadiranya danSamsul.
Lukijo segera membereskan perabotan dagang yang kotor yang menumpuk di atas gerobak, menuju ke sumur melewati samping Kontrakan.
Lukijo membasuh wajahnya dengan air yang berada dalam timba di atas sumur, Malam belumlah larut namun rasa begitu sayup mendengar rintih bintang yang Ia tatap. tiap tetes air yang jatuh dari wajah seperti linang rembulan yang turun ke bumi.Hanya wajah kekasih yang nampak membayangi di setiap desir yang menerpa wajah, sebuah nama kembali tersebut di hati.
"Gaya, sedang apa kau saat ini?"
"Gaya, Aku rindu padamu."
Begitu lirih, namun seperti menggema memenuhi dalamnya sumur.
***

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience