11

Romance Series 1927

Gelisah, mungkin itulah yang tengah di rasakan Lukijo. Matanya terus mengawasi di pintu kandang, sementara semua pintu Rumah telah Ia kunci mengingat Pak Maulana dan isterinya telah pergi sejak siang tadi dan esok baru kembali. Suara mengembek seperti hal biasa yang sering di dengar tiada dapat mengusik rasa gelisah hatinya. Berulang kali matanya hanya tertuju di pintu pagar kandang dan jam beker kecil yang di letakan di tiang angkringan. Mengapa Gayatri belum datang juga? tanya hantinya setelah melihat jam yang berdetik halus, telah hampir jam 10 malam namun Gayatri belum datang juga.
Perasaanya mulai khawatir, tapi bukankah Gayatri bersama Pak Rinto?, kecapnya pelan seperti mengusir dugaan buruknya.
Dengan Resah bangkit dari duduknya menuju pintu pagar kandang menenteng senter menyinari sekitar luar kandang, lalu mengamati dapur dengan melangkah di sisi Rumah di antara jendela kaca menuju depan Rumah. Hening dan. sepi hanya terdengar kepak sayap kelelawar besar yang hinggap di atas rapat pohon pisang yang tumbuh di perkarangan dan samping Rumah. Matanya menatap hampa di kegelapan, sepertinya tidak tampak tanda-tanda kendaran atau orang yang mendekati Rumah. Dengan menghembuskan nafas resah beranjak di beranda Rumah yang terdapat kursi panjang dari bambu, namun rasa enggan membuatnya urung duduk, entah mengapa perasaanya semakin gelisah. Dengan bergegas Ia pun kembali ke kandang belakang, menutup Pintu pagar kandang dan menggemboknya. lalu tergesa meuju kembali ke depan dan langsung ke arah jalan yang berjarak 300 meter dari Rumah, jalan yang belum di aspal halus jalan desa yang menuju jalan raya.
Cukup gelap dengan pepohonan yang biasa tertanam di di sisi-sisi pekarangan Rumah. Rumah Pak Rinto sepertinya yang menjadi tujuannya, mengingat Gayatri ada di sana dan lumayan jauh. Debar jantungnya semakin cepat seiring langkah yang kian cepat, pikirnya hanya ingin cepat sampai dan melihat Gayatri lalu cepat kembali lagi mengingat Rumah yang kosong.
Gelap baginya bukanlah masalah, di Bukit suasananya lebih mencekam dari yang tengah di lewati, ngeri di antara pepohonan liar dan pohon pisang lumrah menurutnya hanya keyakinan akan langkahnya yang kan membuatnya mampu menembusnya. Keringat mulai membasahi kening meski angin malam cukup kencang, wajahnya berubah tegang saat menoleh di jalan setapak di sisi jalan, dan semakin tegang melihat sesuatu melintang di dalamya, dengan memberanikan diri meski gelap karena semak di jalan setapak Ia pun mendekatinya, persaanya semakin tidak karuan, ternyata tubuh seseorang ya ng tergeletak. Rambut yang di kuncir kuda menunjukan adalah seoarang wanita, dengan menghidupkan senternya Ia pun duduk untuk melihat wajah orang yang tengah tergelatak.
Piasnya berubah panik, Mulutnya hampir berucap kaget dengan langsung membawa wajah yang menutup mata tersebut di pangkuanya.
"Gaya, gaya?"
"bangun Gaya,"
dengan Mata berkaca melihat wajah Gayatri yang tengah pingsan.
"Gaya jangan pingsan lagi Gaya,"
Dengan tetes yang mulai jatuh. menoleh sekeliling yang gelap. dan melihat wajah Gayatri kembali.
Peralahan mendekap wajah Gayatri di peluknya,membelainya dengan iba. Pikiranya semakin tak menentu, bagaiman bila Gayatri sedari tadi jatuh pingsan? sulit rasanya merasakan sesuatu yang menusuk di hati. perlahan menatap wajah gayatri, mengusap kening dan wajahnya. sekilas teringat sesuatu, dengan cepat Ia pun menggendong tubuh Gayatri di belakang, lalu berjalan menembus gelap jalan setapak yang bisa tembus di jalan raya meski harus melalui gelapnya kebun warga. Senter sengaja tidak Ia hidupkan, Ia pernah melalui jalan saat mencari rumput. Seakan hilang segala rasa takut di hati akan suasana , hanya rasa yang bertengger di dada untuk cepat sampai di tempat yang ada di benak, semua tiada terasa terlewati dari mitos warga yang berkembang di mana di jalan setapak ada pohon beringin angker yang tumbuh sering terjadi sesuatu yang aneh bila malam, namun semua terlewati tanpa rasa ngeri hanya ngeri di benak membayangakan yang akan menimpa Gayatri jika cepat Ia tidak menemukanya.
Lukijo menghentikan langkahnya dengan sengal yang cukup membuat dadanya turun -naik, menutupi tubuhnya di balik semak saat sinar mobil melewatinya, Hanya tinggal menyeberangi jalan Raya, menunggu kendaran yang lewat sepi. Ia tidak ingin warga melihatnya, untungnya jalan setapak yang baru di lewati jarang di lalui warga saat malam, mungkin karena mitos yang lama berkembang.
Dengan berlari Lukijo menyeberangi jalan lintas dan cepat berjalan di jalan setapak pula menuju pantai, terus menembus gelap dan mempercepat langkahnya saat sinar dari lampu yang redup terlihat olehnya. Dan terlihat pula Dua Orang keluar dari pintu Gubuk, Lukijo segera mendekatinya dengan sedikit berlari.

"Kak, ayuk."
Ucap nya dengan Nafas yang hampir putus.
Kedua orang tersebut menoleh kaget dengan langsung menurunkan tubuh Gayatri.

"Bawa masuk."
dengan memapah berbicara dengan istrinya.
Lukijo langsung terduduk ,menenangkan nafasnya..dengan mengusap keringat yang mengucur deras dari wajahnya.

"apakah sudah lama Gayatri pingsan?"

Lukijo langsung berdiri melihat Kak Eko yang berdiri di ambang pintu.
"tepatnya aku tidak tahu kaka Eko, aku menemukanya sudah pingsan."
Lukijo dengan nafas masih tersengal.

"masuk Jo."

Lukijo mengangguk, masuk ke dalan gubuk melihat Gayatri yang di tidurkan di kursi bambu panjang seperti yang ada di rumahnya.

"Kak aku minta tolong, biasanya Gayatri akan cepat siuman bila mencium aroma air gula yang tengah di masak."
Ucap Lukijo dengan duduk bertumpu tumit kakinya di dekat kepala gayatri menatapnya dengan rasa pilu di dada.

"Aku tidai mau membantunya!"
seru istri kak Eko dengan keluar dari gubuk.
Lukijo segera berdiri kembali menatap tanya Kak Eko di sampingnya.
"Maaf kan istri ku jo, biar aku hidupkan dulu apinya jo."

Lukijo mengangguk pelan. Kembali duduk di dekat kepala Gayatri, membelai rambutnya pelan.
matanya kembali berkaca-kaca, ada perih yang menusuk di hati melihat wajah yang telah mengisi hatinya.
sentuhan tangan di pundak membuat Lukijo kembali berdiri.
"Kak."
Mesem Lukijo menutupi sedih hatinya,lalu mengikuti Kak Eko yang menuju tungku besar dari tanah yang mulai tersulut api.
Lukijo mengikuti Kak Eko meletakan belahan kayu kering di dalam tungku.
"Apa kalian menjalin hubungan?"
Kak Eko tanpa melihat Lukijo merapihkan kayu kering yang tengah terbakar.
Lukijo mesem terdiam
"jo, ambilkan wajah itu."
Kak Eko menunjuk wajan kecil yang tergantung di paku di dinding gubuk.
Lukijo segera mengambilnya.
"Aku sering melihat kalian berduan di pantai."

Lukijo seperti terkejut dengan ucapan Kak Eko.

"Aku tahu Gayatri tidak gila, Aku dan istriku sudah mengetahuinya sejak lama. Namun kami merahasikanya sampai sekarang,"
"Apa kalian menjalin hubungan?"

Lukijo mengangguk pelan.
Kak Eko tersenyum menepuk pundak Lukijo.
"Kak Eko maaf, ada apa dengan Ayuk?"
Lukijo yang merasa sepertinya Istri Kak Eko begitu membenci Gayatri.
Kak Eko menarik nafasnya dalam.
"Maafkan istriku jo,"
Dengan menengok Gayatri, lalu menuangkan air hasil sadapan di dalam dirigen kecil ke dalam kuali.
"Adik iparku, dulu menyukai Gayatri,"
"Dan banyak pula remaja kampung kita dan kampung lain yang menyukai Gayatri,"
"Sayangnya Adik iparku di tolak Gayatri, kehidupan kami seperti ini jo."
senyum Kak Eko menatap Lukijo.
"seperti lomba saja mereka para remaja merebutkan hati Gayatri, termasuk Adik Iparku,"
"Namun sekarang Adik Iparku telah berkeluarga dan memiliki anak di kampung lain dan bekerja sama seperti ku jo,"
"di sinilah.., di depan kuali saat air sadapan tengah bergejolak di depan Ayuk, Gayatri menghina Adik iparku jo,"

Lukijo melihat Kak Eko seperti tidak berkedip.
Kak Eko senyum kecil.
"hingga saat ini Ayuk belum bisa melupakan peristiwa itu."
Dengan menoleh kembali Gayatri, Lukijo pun melihat Gayatri, kini Ia memahami akan sikap istri Kak Eko barusan.
kepulan asap tipis mulai memenuhi kuali kecil. pancaran hangat api di atas kayu bakar cukup meredamkan dingin yang masuk dari sela-sela dinding papan yang jarang.
"sebenarnya Gayatri tidak sepenuhnya bersalah, Adik iparku mungkin terlalu berharap juga,"
"Tapi Ucapan Gayatri terlalu menyakitkan keluarga istriku."

Lukijo kembali menatap wajah Kak Eko.
"Kak boleh aku meminta maaf atas nama Gayatri?"
pelan Lukijo.
"Bukan ke pada ku jo."
Lukijo mesem mengangguk mengerti.
Lukijo menatap air sadapan yang mulai bergejolak, seperti sebuah luka yang tengah ada.
Lukijo dan Kak Eko cepat menoleh ke arah kursi bambu yang bersuara karena gerakan di atasnya.
Lukijo segera berdiri menghampiri Gayatri yang terlihat mulai siuman, di ikuti kak Eko dengan menepuk pundak Lukijo.
"Jo, aku tinggal pulang dulu."
dengan kembali ke tungku pembakaran, lalu mematikan apinya, dengan cepat keluar dari Gubuknya, meninggalkan Lukijo dan Gayatri yang mulai membuka matanya.
Wajah Lukijo begitu terlihat lega menatap Gayatri dengan penuh haru, mengusap keningya dengan perasaan sayang. Gayatri tersenyum getir.
"Bagaimana mimpimu?"
Lukijo seperti berbisik sambil mesem.
"Buruk."
lirih Gayatri tersenyum.
Lukijo menahan tawanya.
"jo, dimana?"
Gayatri menatap atap gubuk.
"Di tempat Kak Eko."
Lukijo dengan beranjak duduk di kursi di sebelah Gayatri dengan memegang tangan Gayatri.
Gayatri menggerakan tubuhnya bangun, Lukijo membantunya dengan memegang pundaknya.
Gayatri langsung memeluknya erat dengan terisak. Lukijo hanya membelainya.
"jo."
Bisik gayatri diantara isaknya di bahu Lukijo.

"Tiada manusia yang tidak melakukan kesalahan,
"kodrat kita sebagai manusia,"
"yang paling baik yang mengakui kesalahanya lalu meminta maaf, bukan yang merasa yang paling benar dan memiliki segalanya."
Lukijo dengan menempelkan pipinya di kepala Gayatri.
Gayatri semakin memeluk erat tubuh Lukijo.
"maafkan aku ."
isak Gayatri.
"mereka pasti memaafkan mu Gaya, esok kita temui mereka."
Hanya anggukan yang terasa di pipi Lukijo.
Lukijo mesem haru.
"Gaya , jangan pingsan lagi."
belai hangat lukijo di kepala gayatri.
kembali anggukan terasa.
"bukan apa-apa,"
"tubuhmu berat di gendong."

Gayatri langsung melepaskan pelukannya, menatap Lukijo yang mesem geli.

"apa kau menggendongku dari tempat ku pingsan?"

Lukijo mesem mengangguk.

"sejauh itu?"

lukijo kembali mengangguk.

"tidak capek?"

Lukijo menggelengkan kepalanya.
"hanya sekarang terasa pegal."
keluh Lukijo pelan.

Gayatri senyum lebar. lalu meletakan keningnya di dagu Lukijo. Menggenggam erat kedua tangan Lukijo.
Lukijo menyentuh mesra kepala Gayatri. melepaskan genggaman tangan Gayatri, lalu membawa wajah gayatri di dadanya.
"aku berharap jika nanti kau pingsan lagi, ku ingin kau pingsan di pelukku,"
"jadi aku tak perlu repot -repot menggendong atau membopongmu."
"capek Gaya."

Gayatri memukul-mukul pundak Lukijo dengan tertawa kecil. Lukijo menahan tawanya mendekap hangat kekasih hatinya.
*****

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience