7

Romance Series 1927

Malam berirama dengan suara jangkrik dan suara langkah binatang pengerat yang bergerak di balik pagar kandang. Kencang angin yang datang seiring debur samudera yang menerjang pantai, gesek dedaunan yang beradu bergoyang bersama lampu listrik yang tergantung terang.
Mata yang resah menatap sunyi Rumah Gayatri hanya lampu dapur yang terlihat menatapnya.
Hati yang mulai merintih terukir di pintu dapur yang tertutup rapat seakan ingin menembus hingga ke dalam mencari wajah yang telah pergi.
Lukijo meluruhkan tatapnya dari Rumah Gayatri, menahan sesak yang menjalar di dada. Baru kemarin rasanya Ia mengenal rasa yang indah, baru kemaren rasanya Ia melihat wajah yang membuatnya bahagia. perlahan menatap langit kelam di balik genting Angkringan, mencari wajah Gayatri yang biasanya tersenyum menatapnya.
Segudang tanya kembali menyeruak di hati, mengapa semua cepat sirna dimana hati mulai merasakan kasih sayang? mengapa perjalanan cintanya tiada semulus pasir pantai yang membentang? selalu ada kendala dalam setiap Ia mencintai seseorang. Meski Gayatri pergi bukan untuk selamanya namun mengapa hati begitu berat melepasnya? rindu hati yang mulai merindu akan kembali menyiksa di saat malam,akan meronta di saat mata terbuka. Sunyi lagi akan kembali mengukir hari-hari.

"jo!"

Lukijo terkaget,.langsung berdiri melihat seseorang mendekatinya. Lalu mesem, mengetahui pak Rinto yang memanggilnya.
Pak Rinto adalah kakak dari Ibu Gayatri yang gerobaknya sapinya membuatnya terjatuh.
Gayatri yang memberitahunya tentang Pak Rinto.

"Bapak di suruh menemanimu,sebelum mereka kembali setelah mengantarkan Gayatri."
Ucap Pak Rinto yang memegang lampu senter.

Lukijo tersenyum senang, setidaknya Ia bisa bertanya tentang Gayatri, mengapa semuanya Dia lakukan.
"duduk Pak."

Pak Rinto senyum lebar dengan duduk, melepaskan nafasnya yang terasa menyengal.

"jalan Pak?"
Lukijo seperti melihat lelah di wajah Pak Rinto.

"Tidak jo, di antar menantu Bapak tadi."
Pak Rinto dengan meletakkan senternya.
"Bagaimana jo?"
Dengan menatap satu-persatu kandang yang berisi beberapa Kambing di setiap Kandangnya.

"bersyukur Pak, sepertinya Lancar Pak Maulana."
Tawa Lukijo melihat Kambing di dalam Kandang.

Pak Rinto tertawa kecil.
"Maksud Bapak kau dan Gayatri?"
melihat wajah Lukijo.

Lukijo tertunduk.

"Bapak tidak menyangka, ternyata hati Gayatri tersangkut padamu."
senyum Pak Rinto lagi.

"mungkin saya terlalu kaut melempar hatinya hingga tersangkut Pak.."
Tawa lukijo di tahan.

"tapi tetep jo ,kena Gaya..,"
"Gravitasi hati!
Tawa Pak Rinto lepas.
Lukijo pun tertawa, menatap haru kelam yang tengah menyelimuti, jika saja Gayatri ada dan belum pergi mungkin malam akan semakin meriah dengan candanya.

"biasa ,jika sudah tiada baru lah terasa..,"
"arti hadirnya seseorang,"
"tinggal rindu yang menggebu."

Lukijo mengangguk perlahan dengan sisa tawanya. Sungguh Ia menjadi Rindu Gayatri begitu terasa menjalar di pelupuk mata ,seakan wajah Gayatri tiada pernah bisa hilang terukir manis dalam fikiran, menjelma manja di liang anganya.
Gurat malam menarik bayang wajah nan ayu kian menjauh, menjauh dengan senyum yang menghiasi angkasa luas, menyentuhnya dengan kata hanya dengan kata"Gaya, aku tak tahu, aku harus bagaimana? aku rindu padamu." terucap pilu menggigit hati.

"baru pagi tadi, belum sampai setengah tahun."
Pak Rinto meneliti wajah Lukijo yang sembunyi di mesem getirnya.

Lukijo langsung menatap tanya Pak Rinto.

"biasanya sampai setahun lebih."
jelas Pak Rinto lagi.

wajah Lukijo semakin berpualam, licin dengan resah dan gelisah bercampur rasa yang bimbang
Baru saja mencinta harus menelan rindu yang cukup lama, "Gaya!" jerit hatinya melengking di angkasa sanubari. Detik pasti kan terasa lambat menuju waktu, malam kian terasa panjang beranjak pagi, Lena pasti kan sulit terusik kenangan. namun semua tiada bisa di cegah, Ia tak mungkin menahan Gayatri untuk pergi.

"Jo, tenang jo."

Lukijo menelan ludahnya pahit, Menatap Pak Rinto yang tertawa kecil kepadanya. Bagaimana Ia bisa tenang? saat ini saja fikiranya seakan hilang di telan ombak yang kecil. Hati saja seakan tiada merasa Indahnya bintang yang tengah bermutiara dan Pak Rinto bilang tenang?.
Pak Rinto menepuk pundaknya.
"kalau jodoh tidak akan lari jo."
Pak Rianto meyakinkan.
Lukijo mesem Getir, Kata yang sering kali Ia dengar. Masalahnya kini Gayatri tidak lari tapi pergi, Mesem Lukijo bertambah getir.

"percayalah Gayatri selalu punya cara untuk cepat atau lama untuk pulang, tergantung keinginanya,"
"apalagi sekarang, hatinya telah kau miliki,"
"Bapaka jamin tidak sampai seminggu Gayatri akan pulang."

Lukijo terpana, tak percaya dengan yang baru saja Ia dengar.

"Rumah Sakit atau pun tempat mana pun tiada akan sanggup mengobatinya."
Pak Rinto tertawa, mengingat peristiwa di mana Gayatri selalu membuat onar dengan kepura-puraanya saki jiwa.
Lukijo ikut tertawa, masuk akal dengan apa yang di katakan Pak Rinto. Bayangkan saja bagaimana Gayatri di sembuhkan jika Gayatri tidak sakit, sepertinya obatnya pun tidak akan pernah di temukan di setiap apotik manapun, atau ramuan paling mujarab pun dari zaman Majapahit pun tidak akan mampu menyembuhkanya.
Pak Rinto terus menepuk pundak Lukijo sambil tertawa menghidupkan suasana yang berbintang rindu.
"Obatnya hanya kau jo!"
Pak Rinto makin ngakak melihat wajah Lukijo.
"sehari tiga kali ya pak.., Dosisnya."
sahut Lukijo ngakak di tahan.Berselang suara mengembek kambing yang merasa terganggu dari jeda malamnya.
larut yang kian beranjak menapaki tiap tawa dan kata yang terucap di mulut Pak Rinto, Lukijo hanya mengangguk, mesem dan terpana setiap kali Pak Rinto membicarakan Gayatri. masa kecil, dewasa dan semua yang terjadi pada Gayatri.
semua tercurah, semua terungkap dan semua membuat Lukijo mengerti bagaimana Gayatri sebenarnya. Benih-benih cinta yang kian tumbuh semakin tersenyum menyambut warna yang kan cerah berkuncup rindu, debar di dada kian bertambah setiap kali bibir mengucap nama yang telah terukir dalam di relung paling dalam. Sesaat resah gelisah menjadi sirna, semua telah di dengar tinggal rindu yang tersisa menanti gaya manja seorang kekasih, melihat gaya dari tawa di bibir ranum, rebah di gaya sebuah senyum yang putih di jiwa.
Lukijo tertunduk lega, semua telah Pak rinto ceritakan. Semua tentang Gaya, Gayatri.
****

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience