12

Romance Series 1927

Lukijo berdiri terpana menatap bidadari di depanya, bagaimana tidak? Gayatri begitu cantik di pagi hari. Rasa minder kembali menyeruak di hati, bagaimana Ia bisa berjalan di samping Gayatri? Laksana Putri dengan pengawalnya, pikirnya mulai terkotori rasa lemah hati.
"jo?"
Gayatri menatap heran wajah Lukijo.
Lukijo mesem kaku.
"silahkan, Tuan Putri jalan duluan. Biar hamba di belakang."
Mesem Lukijo dengan hormat seperti seorang pengawal seorang Putri Raja.
Gayatri tertawa kecil.
"Aku ingin kau jalan di sampingku, untuk menjagaku."
Ucapnya kemudian.
"Maaf Tuan Putri Titah Tuan Putri tidak bisa hamba laksanakan,"
"mengingat Jalan setapak hanya bisa di lalaui seorang saja, jika hamba di samping Tuan Putri, hamba takut tersangkut pagar berduri."
Lukijo dengan tertunduk.
Gayatri makin tertawa lebar menarik hidung super mini Lukijo.
"lelaki hanya pandai berkata manis, dan egois hanya memikirkan dirinya sendiri."
ucap pula.
Lukijo tetep mesem.
"maaf, jika hamba terluka, siapakah gerangan yang menjaga tuan Putri?"
Lukijo tambah mesem.
"sudah ah! Buruan."
Gayatri dengan paksa menarik tangan Lukijo untuk berjalan.
"Pak Rinto sudah pulang?"
Lukijo menoleh kebelakang melihat Rumah Gayatri.
"pagi sekali paman Rinto pulang"
Jawab Gayatri.
"Gaya bagaimana bila ada yang melihat?"
Lukijo melihat tanganya yang masih di pegang Gayatri.
"Biarkan saja."
Acuh Gayatri.
Lukijo hanya menggaruk kepalanya, melangkah risih di belakang Gayatri. Tengok kiri - kanan dengan cemas, bagaimana pendapat orang bila melihatnya dan Gayatri bergandengan. Belum lagi Gayatri sudah berdadan layaknya wanita biasa yang seperkiraan orang-orang sekitar Gayatri berpenyakit gila. Dan bagaimana pula seandainya mereka mengetahui jika Ia dan Gayatri menjalin hubungan, bisa kacau dunia persilatan di Keluarga Gayatri, Lukijo makin menggaruk kepalanya lebih keras.
"Kenapa jo ? gatal?"
"mau ku elus?"
senyum Gayatri melihat polah Lukijo yang serba salah.
Lukijo mesem -mesem.
"bukanya kalau gatal di garuk?"
Geli Lukijo.
"Iya memang, hanya gatal mu perlu di elus bukan di garuk."
Gayatri menahan tawanya.
Lukijo pun ikut menahan tawanya.
"aku takut jika kau mengelusku."
Lukijo dengan suara takut jika ada yang mendengar.
"mengapa?"
Gayatri menghentikan langkahnya. Lukijo mesem menatapnya.
"aku takut aku yang pingsan nantinya."

Gayatri langsung menarik hidung Lukijo.
"biar mancungan dikit!"
gereget Gayatri.
Lukijo meringis.

"ini yang kau sebut mengelus?"
Seraya memegangi hidungnya yang terasa sakit.
Gayatri tertawa mendekatkan wajahnya.
Lukijo seperti mematung, perlahan menundukan wajahnya.Debar di dadanya menjalar cepat di dinding hatinya, harum yang terasa seperti mengguncangkan puncak indahnya, menaburkan berjuta rasa yang berpanorama.Decak cintanya beraurora di relung malam kasihnya.
Lukijo mencoba menatap mata Gayatri, dan seakan hilang segala daya di tubuhnya, gemetar terasa yang merambati sekujur tubuhnya, sungguh Ia tiada menyangka Gayatri menyentuh hidungnya dengan bibirnya.
Gayatri tersenyum ,lalu menarik kembali tangan Lukijo untuk kembali berjalan.Lukijo tersentak kaget, tersadar dari kilau lamun singkatnya. Baru kali ini rasanya hidungnya di cium, sambil mesem-mesem mengikuti langkah gayatri. selongsong warna kalbu seperti menghujani daya khayalnya larut terbawa angin sepoi yang menari.
Cinta yang kian bersemi, kian hangat dalam gengam tangan yang penuh kasih. berjuta Bunga laksana menumbuhi dahan-dahan pohon pisang yang kering.
Rona ceria tersulut mesra di bibir yang terbalut merah tipis lipstik, Gayatri seperti tidak ingin melepaskan tangan Lukijo meski tatap-tatap mata penuh rasa heran dan curiga menatap saat berpapasan dengan mereka, belum lagi bisik-bisik tanya yang tersembunyi di balik-balik pintu Rumah yang di lewati.

"Gaya?"
Lukijo semakin risih.
"Biarkan jo, selama ini mereka menganggap ku gila mereka tidak pedulikan ku, hanya kau yang menganggapku waras."
senyum Gayatri tetap memegang tangan Lukijo melangkah di sampingnya. menatap wajah serba salah Lukijo, mengengan kembali saat Lukijo menyapanya, sering menyapanya, terkadang Lukijo hanya mesem tertahan denganya, meski tidak pernah dirinya jawab, mesemnya pun tak pernah di balas. Meski dirinya pun terkadang melihat rona takut di wajah Lukijo saat menyapa, dan dirinya pun hanya diam, Namun tetap Lukijo selalu menyapa. Saat memperhatikan Lukijo bekerja terkadang Lukijo hanya mesem kecil saat melihatnya, terkadang Lukijo hanya menundukan wajahnya seperti malu di perhatikan, dan mungkin Lukijo pun menganggapnya gila hingga terkadang merasa cuek dalam bekerja . Namun secuek-cuek Lukijo akan tertunduk pula bila merasa ada yang melihat.
Gayatri menahan geli tawanya dan menghentikan langkahnya melihat sebuah tulisan dengan kapur tembok di selokan air ,CINTA TIDAK MESTI HARUS MEMILIKI,
"Jo, bagaimana menurutmu?"

Lukijo mesem menatap Gayatri setelah membacanya.
"Aku setuju saja."
Ucapnya setelah mengingat ucapan Bu Kartini padanya.
"harus punya pendirian jo, setuju, Setuju,! tidak-tidak!"
Kesal Gayatri melihat Lukijo seperti ikut saja.
"lalu kau sendiri?"
Lukijo balik bertanya.
Gayatri tersenyum, kembali berjalan.
"itu cinta yang telah lalu ,cinta saat ini,"
Gayatri membalikan tubuhnya dengan masih memegang tangan Lukijo.
"Harus Ku miliki."
kembali berjalan kembali.
Lukijo mesem mengikutinya.
"Gaya aku seperti anak kecil yang di paksa pulang sama Ibunya."
Lukijo memperhatikan tangan Gayatri.
"Kalau begitu jalan di sampingku, jalan sudah lebar dan singsingkan rasa rikuh di hatimu."
senyum Manis Gayatri.
"Gaya kau tidak akan rugi meski tak memiliki -ku."
Lukijo berjalan di sisi Gayatri.
"Seperti kau memilih sesuatu di sebuah dealer, Kau harus memilih dan memiliki yang bagus, enak buat harian enak juga buat tampilan di muka umum."
mesem Lukijo menatap jalan aspal yang belum halus.
Gayatri menghentikan langkahnya.
"Apakah kau selalu seperti itu?"
Gayatri menatap serius Lukijo. Lukijo hanya tertunduk.
"Apakah kau benar-benar mencintaiku?"
Gayatri lagi.
Lukijo menggelengkan kepalanya.
"Aku tak tahu?"
Lukijo pelan.
Gayatri menghela nafasnya.
"Hanya ada wajahmu di hatiku saat ini, Apakah itu cinta begitu bahagia saat menatapmu, Apakah itu cinta selalu mengenangmu di setiap usai bertemu dengan mu, apakah itu cinta tak ingin melihat mu jauh dari mataku?"
Lukijo menatap halus wajah Gayatri.
"hanya itu yang kurasa, atas pertanyaan mu barusan."

"oke, pacaranya lanjut!"
Dengan kembali menggandeng tanga Lukijo.
lukijo mesem tertahan.

"seusia kita apa masih pantas pacaran?"
Lukijo dengan melepaskan tangan Gayatri melihat kendaran motor di kejahuan mendekat.

"oke, kapan kau menikahiku?"
Gayatri menggandeng kembali tangan Lukijo.
"tes mental."
ucapnya lagi.
"jika nanti kau menikah dengan ku."
pelan Gayatri melihat motor yang semakin mendekat.
"gaji ku belum cukup untuk membeli bedak dan lipstikmu?"
pelan Lukijo seperti berbisik.
"Aku sudah tidak memakai keduanya setiap hari, cukup saat bersama-mu saja, Lagian aku hanya membelinya di warung bukan di salon kecantikan."

Lukijo mesem tertahan.
"awas luntur kena keringat."
ucap Lukijo semakin lirih, langsung mengaduh tertahan ketika tangan Gayatri mencubit perutnya.
keduanya terdiam sesaat saat kendaraan bermotor melewati mereka dengan tatapan penuh tanya. Lukijo menoleh kebelakang terlihat olehnya seorang yang berada di belakang tengah berbicara kepada oramg di depanya. Lukijo menatap Gayatri, sudah Ia duga pastinya yang tengah melihat mereka akan membicarakan kebersamaan mereka. Lukijo menundukan wajahnya menatap langkahnya sendiri.
Gayatri seperti Cuek, tetap menggandeng tangan Lukijo.
Lukijo mesem-mesem tertunduk.
"Ada apa?"
Gayatri geli melihat wajah Lukijo.
"tidak, Aku hanya membayangkan bibir tetap manis meski tanpa gincu."
mesem Lukijo.
Gayatri langsung menarik hidung mini Lukijo, tersenyum lebar menapak cerah di pelupuk hati. Debar alam sedebar kasih yang lirih menyentuh harum pucuk-pucuk sayang.
"Tidak usah membayangkan, bukankah hidungmu pernah merasakan manisnya bibirku?"
Gayatri meski pipinya bersemu.
Lukijo menghela nafas hatinya.
"Begitu manis, hingga sulit aku menghilangkanya,"
"Hanya dengan mata terlana aku bisa melupaknya sesaat, "
"Dan ketika aku terjaga, aku menyentuh hidungku kembali,"
"Ternyata masih tetap hangat, sama seperti saat kau sentuh."
Tunduk Lukijo seperti malu Gayatri memperhatikan-nya. Gayatri menggenggam tanganya lebih erat seperti tidak ingin melepasakan. Lukijo pun menggengamnya erat. Mungkin baginya kebersamaan yang terjalin biarkan menuai bahagia meski sesaat. Harapan yang lain tengah menanti saat semuanya kembali seperti sedia kala, saat Gayatri kembali bercengkrama dengan keluarganya. Saat itu Ia pun harus merelakan cinta di hatinya, biarlah kini sejenak merasakan arti dari sebuah kasih sayang yang telah di curahkan kepadanya.
Lukijo mesem, Gayatri tersenyum manis kepadanya menyusuri jalan yang kian berbatu kerikil dengan kebun kopi dan coklat yang memenuhi sisi-sisi jalan. Hanya hati berbisik," sungguh di sisi mu adalah hal terindah yang pernah aku rasakan."
Lukijo semakin mesem Gayatri menarik kembali hidung super mininya.
****

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience