17

Romance Series 1927

LUKIJOmesem melihat ke dua anak lelaki, adik dan kakak tengah saling berebutan mainan.

"hanya selisih dua Tahun Mas Lukijo."

Lukijo mesem, lalu melihat lagi kedua anak kecil yang bermain di dekatnya.

"Mas Lukijo jika ingin membersihkan diri,"
"Kamar mandinya di belakang."

"Iya Mas Samsul dari sore kemarin belum mandi."
mesem Lukijo malu.

"Di minum dulu Mas..."

"Iya Mbak... terimakasih, Mau ke belakang dulu."
Angguk Lukijo ke pada istri Samsul, dengan berdiri akan mengikuti Samsul yang mengajaknya ke belakang.

"oh Iya Mas, hanya kamar madinya di luar buat ramean,"
"Maklum Mas Rumah bedengan, kontrakan."
Istri Samsul dengan tersenyum lebar.

Lukijo mesem, lalu mengikuti langkah Samsul yang berjalan ke belakang.

"Itu Mas Kamar mandinya, ada tiga,"
"sementara penghuninya lima keluarga."
Samsul tertawa kecil.
"kalau pagi lumayan antri."
Lanjut Samsul menjelaskan.

"iya sudah Mas Lukijo, aku tunggu di dalam."

"iya Mas Samsul terimaksih."
mesem Lukijo.
Samsul hanya menepuk pundaknya dengan tersenyum, lalu kembali ke dalam Rumah.
Lukijo meletakan Tasnya di atas kursi bambu panjang yang tersandar di dinding Rumah. Mendekati sumur dengan tali timba yang tergantung di tengah sumur, memegang tali Timba tersebut dengan melihat ke dalam sumur.
Lampu listrik yang terletak di kamar mandi membuat dalam sumur tiada terlihat. Menggoyangkan Tali timba, terdengar suara air dari dalam sumur, perlahan menimbanya.
Tidak begitu lama Ia menimba, sebuah ember hitam berukuran berisikan air terangkat ke atas.
meletakannya di pinggir sumur, membasuh pelan wajahnya. Sudah sedari kemarin sore Ia memang tidak mandi, seharian berjalan mencari pekerjaan ke tempat yang belum pernah Ia lalui, Ia tidak perduli apakah Ia tersesat atau tidak hanya tekad di hati, pasti ada orang membutuhkan tenaganya apa pun itu. Dan bertemu Samsul tanpa sama sekali Ia sengaja, saat Samsul bersiap pulang dan tengah membereskan gerobak gorengannya.
Saat Ia merasa lapar dan ingin membeli gorengan. Tidak di sangka saat Samsul mulai bertanya ke padanya, dari mana dan mau kemana? Dan saat itu Ia pun menjelaskan tujuanya, dan ternyata pula Samsul membutuhkan orang untuk berdagang, yang biasanya Istrinya yang menemani, namun karena Istrinya amat repot dalam mengurus ke dua anak nya akhirnya samsul berdagang sendiri setiap hari. Dan yang paling membuat Ia tidak menyangka bahwa Samsul adalah adik ipar Kak Eko yang pernah di ceritakanya.
Lukijo mengusap wajahnya menatap gelapnya malam,mengingat kembali Gayatri.
"Jangan pingsan lagi Gaya." Bisiknya perih bila melihat yang pernah terjadi pada Gayatri.
Desir sejuk terasa di wajah yang basah dari angin malam menerpa.Perlahan menatap satu -per satu pintu bagian belakang Rumah Bedengan yang tidak terlalu besar, Mendekati Tasnya mengambil handuknya lalu melangkah mendekati salah satu kamar mandi.

Suara air yang jatuh ke lantai mengalir deras mengupas debu dari letih yang tersisa. dingin air yang tertampung di bak semen terkuras perlahan seiring segar raga yang terbasuh. Terdengar suara di kamar mandi sebelah, terdengar pula suara seorang wanita memanggil, seperti memanggil anaknya. Lukijo mesem mendegar suara sahutan dari kamar mandi sebelah, dengan mengusap tubuhnya dengan handuk. terdengar kembali pintu kamar mandi di sebelahnya di tutup.
Lukijo mengusap-usap Rambutnya dengan handuk dengan membuka pintu kamar mandi.
terlihat olehnya seorang wanita tengah memakaikan celana pada seorang anak kecil.
"Mbak..."
Sapa Lukijo saat wanita tersebut melihatnya heran.
Lukijo mesem, mengambil tasnya dan langsung masuk ke dalam Rumah. Hanya tatapan asing yang mengikutinya.
Terlihat samsul tengah menonoton acara TV.
"Mas Lukijo ini airnya di minum dulu biar hangat."
Samsul mendekati segelas Teh hangat di dekat Lukijo.
"Iya Mas."
Lukijo mesem, segera meminumnya. Tubuhnya memang terasa dingin.
"Sudah pada tidur mas...?"
Lukijo seperti tidak mendengar anak-anak Samsul Lagi.
"Sudah Mas."senyum Samsul mengganti siaran TV dengan remot.
"Bagaimana kabar Kak Eko dan ayukku di sana?"
Samsul mematikan TV.
"Baik Mas Samsul, terakhir aku bertemu mereka bersama..."
Lukijo tidak meneruskan ucapanya.
"Mas Lukijo sering main ke Rumah kak eko?"

Lukijo mesem.
"Tidak juga Mas Samsul, Hanya sesekali jika kebetulan lewat."

Samsul mengangguk mengerti.

"Oh iya Mas Samsul,"
"Kak Eko sempat bercerita tentang Mas.. dan Gayatri."
Lukijo meski ragu.
Samsul menatapnya.
"Itu sudah lama berlalu Mas Lukijo."

"enghh, begini Mas Samsul..."
Lukijo seperti bingung untuk berbicara.

"Ada apa Mas Lukijo?"

"Terakhir saat berkunjung ke Rumah Kak Eko, Ayuk Mas Samsul mengatakan sudah memaafkan Gayatri hanya saja Dia tidak tahu bagaimana dengan Mas Samsul?"

Samsul hanya mengalihkan tatapnya ke luar Rumah.

"Kasihan Gayatri Mas.."
Lukijo menatap harap.

"Mengapa kau merasa Kasihan kepada mereka, bukankah mereka juga yang membuatmu sampai di sini?"
Samsul tanpa melihat Lukijo, wajahnya seperti menyimpan sebuah kebencian.

Lukijo menundukan wajahnya. menatap lantai yang dingin.

"Biarkan Gayatri seperti itu.."
kembali menatap Lukijo.
Lukijo terpana tidak percaya.
"Dia pun tidak akan pernah peduli dengan apa yang aku rasakan dan alami."
Lanjut Samsul seperti menahan gejolak hatinya.

"Gayatri ingin minta maaf, andai Dia tahu keberadaan Mas Samsul dia pasti menemui Mas."
pelan Lukijo.

"Mengapa tidak sedari Aku masih tinggal di sana Mas Jo?"
"Apakah baru sadar sekarang?"

Lukijo terdiam.

"saat kita marah, saat kita kehilangan kendali, kata yang terucap akan keluar begitu saja tanpa kita sadari kita telah melukai, menyinggung perasaan orang lain."
Mesem Lukijo kecil.

"Tapi Gayatri sadar Mas Jo, sadar!"
"Di mana sekarang kekasihnya dahulu,?"
"Yang di banggakan keluarganya."
"Orang miskin itu selamanya akan terhina Mas Jo, lambang penderitaan."
"Bohong Mas Jo, jika cinta menerima apa adanya,"
"tidak ada cinta di pucuk pohon kelapa, tidak ada cinta berbalut air nira."
Samsul menundukan wajahnya, seperti mengingat sesuatu yang getir yang pernah di alami.

"Lantas apakah istri Mas Samsul tidak cinta sama Mas..?"
Lukijo

"Maksudku, jangan memetik di atas kita, tapi petik lah yang dekat dengan kita."
jelas Samsul.
Lukijo tertunduk mengerti.

"Susah, iya pasangan kita pun susah."
Samsul melanjutkan ucapanya.
"Lepaskan semua angan dan khayal kita, Kita lihat diri kita, bercermin dengan kenyataan,"
"Agar lepas dari hinaan."
Ucapnya kemudian dengan menepuk pundak Lukijo.
Lukijo mesem mengangguk. Sepertinya hal seperti itu sering Ia jumpai dalam kehidupan-nya.
Sulit sekali meyakinkan hati bahwa cinta di atas segalanya melebihi harta dan tahta, mungkin kebahagian cinta semua hanya dongeng untuk membesarkan hati orang-orang yang tiada memiliki apa-apa seperti dirinya, miskin harta dan raga.

"Tiada wanita yang hidupnya senang rela hidup susah demi cinta Mas Jo,"
"Meninggalkan kesengannya hanya untuk cinta, tiada Mas jo,"
Samsul tertawa kecil.
"lebih baik bersama dengan orang yang tidak mereka cintai dari pada di pandang susah."
Samsul memperhatikan wajah Lukijo yang berkeringat dingin.
Lukijo terdiam, mesem perlahan.

"Orang-orang susah seperti kita hanya terjebak dengan perasaan sendiri, akan cinta dan kebahagian yang kosong yang di angan-agankan,"
"Padahal kita tidak pernah memilih, tapi hati kita merasa dengan siapa cinta kita terasa."
"Tapi iya itu Tadi....,"
"Lebih baik melewati jurang yang sering kita lalui bersama orang -orang yang juga sering melewati,
susah, payah sama sering merasakan,"
dari pada jalan mulus tapi menggelinciri."
Samsul menghela nafasnya dalam.
"Mas Jo akan mengerti saat Mas jo sudah berkeluarga nantinya."

Lukijo menggelengkan kepalanya pelan.

"Kenapa Mas jo?"

"Tidak apa-apa Mas Samsul, apa yang Mas Samsul telah lalui akan menjadi renungan ku."
mesem Lukijo.
Samsul tersenyum.
"Iya sudah Mas Lukijo, Istirahat dulu saja,"
"Aku yakin Mas jo lelah."

Lukijo mengangguk mesem.

"Tapi hanya beralas tikar Mas Jo,"
"Kamar di kontrakan ini hanya satu."
Ucap Samsul sambil menggelar tikar di dekat kursi.

"Sudah di sediakan tempat istirahat saja sudah terimakasih sekali Mas..."
Lukijo merasa tidak enak hati.

Samsul tersenyum mengangguk.
"Jika Mas Lukijo tidak bisa tidur karena terang, dimatikan saja lampunya."

"Aku tidak bisa tidur Mas Samsul jika di matikan."
mesem Lebar Lukijo.
Samsul tertawa kecil dengan bergegas menuju kamarnya.
Lukijo menghela nafasnya merebahkan tubuhnya menatap langit-langit Rumah,sebuah bayang wajah terukir di matanya, hati berdesir.
Lalu memiringkan tubuhnya mengusir bimbang dari apa yang baru Ia dengar. Perlahan memejamkan matanya untuk sejenak lenakan lelah raga dan hatinya dari semua yang menimpa.
Esok Ia akan memulai lagi dari nol, bekerja yang belum pernah Ia lakoni.
**************

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience