20

Romance Series 1927

Lukijo terdiam menatap ramai pedagang pasar yang berkerumun berjalan di dekatnya.
"dasar orang gila!"
salah seorang berbicara ke pada yang lain.
"aku pikir ada apa? apa ada keributan?"
Yang lain menyahuri.
"Ada apa?"
Tanya pedagang buah pisang di depan Lukijo.
"Itu ada orang gila tergeletak di pinggir selokan!"
seorang menjawab dengan menunjuk di depan pasar.
Lukijo melayangkan tatapanya, melihat ramai orang di depan pasar.
"ohhh! Kirain ada apa?"
Pedagang buah pisang dengan memberikan beberapa sisir Buah Pisang ke pada Lukijo. Lukijo mesem memberikan beberapa lembar uang kertasnya.
"Samsulnya ke mana Nak?"

"istrinya sakit Pak..,"
Lukijo ke pada pedagang buah langganan Samsul.
"Ohhh, lagi ngurusin anak ceritanya."
Ucap Pedagang Buah dengan tersenyum.
Lukijo mengangguk mesem.
"Mari Pak.."
Lukijo dengan masih mesem pamit untuk pulang.
"Iya Nak.."
sahut Pedagang buah mesem pula.
Lukijo beranjak perlahan menenteng hasil belanjanya untuk petang nanti. Berjalan menyusuri lorong pasar yang sempit tanpa menoleh kiri dan kanan.
Lapak-lapak pedangang di kiri-kanannya dengan orang membicarakan orang gila di depan pasar membuatnya penasaran juga untuk melihatnya.
Matanya mencari sosok yang tengah di bicarakan orang barusan, Dan langsung terhenti di selokan dekat gapura masuk pasar.
Memang benar seseorang tengah tergeletak hampir masuk dalam selokan hanya tertahan sebuah patok besi dan sepertinya tiada seorang pun yang berniat mendekati dan hanya melihat seperti dari kejahuan seperti sebuah tontonan.
Lukijo melangkah memperhatikannya.
Dan alangkah terkejut dan laksana denyut di jantungnya terhenti saat melihat wajah yang sebagian tertutup rambut yang terurai yang tengah tergeletak, tanpa sadar Ia pun menjatuhkan belanjaan di tanganya.dan hampir berteriak Ia pun menyongsong Tubuh orang yang tengah tergeletak di dekatnya.
"Gaya!"
Jatuh sudah Air matanya dengan merangkul tubuh Gayatri, mengusap wajah Gayatri dari rambut yang menutupinya.
"Gaya?"
Isaknya membawa wajah Gayatri di pelukanya.
Orang banyak yang sejak tadi hanya melihat dari lapak dan di sekitar pasar langsung ramai mendekati, seperti ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Lukijo seperti tidak peduli dengan orang-orang yang baru datang mengerubunginya. Ia hanya terisak memeluk Gayatri, suara-suara yang mulai ramai di dekatnya dengan banyaknya pertanyaan.
perlahan wajah Lukijo terangkat menatap salah satu diantara.
"Pak, tolong aku. Carikan aku angkot,Dia kerabatku."
Lukijo dengan menujuk Gayatri dengan tatapannya.
seseorang segera beringsut dari kerumunan.
"Adakah sekitar tempat ini pembuatan gula merah Pak?"
Kembali Lukijo berucap tanya.
"Ada Nak, tapi cukup jauh."
Salah seorang yang menjawap pula.
Suara klakson Angkot membuat semua mata menoleh. Lukijo segera mengangkat tubuh Gayatri , membawanya ke dalam Angkot pasar yang baru datang.
"Terimakasih Mas..."
Lukijo setelah menyandarkan Gayatri di bahunya, kepada orang yang mencarikan Angkot untuknya. Hanya anggukan dan senyum yang membalas dari orang di depan pintu angkot.
"Kemana?"
Sopir Angkot menoleh kepadanya.
"Ke tempat pembuatan Gula merah Mas.."
Lukijo pelan dengan tangan memegangi kening Gayatri. Sopir angkot mengangguk.
Lukijo mengusap wajah Gayatri, hatinya terasa sakit.
"Gaya."
Lirih hatinya dengan menyandarkan pipinya di kepala Gayatri, Air matanya kembali jatuh. Sejenak memejamkan matanya menahan sakit rasa di hati melihat Gayatri kembali harus pingsan tanpa ada yang menolong yang entah sudah berapa lama Gayatri tergeletak.
perlahan membuka matanya melihat ke luar angkot yang tengah melaju cukup kencang.
Bayang-bayang kengerian terlintas bila mengingat sesuatu yang menimpa Gayatri, perlahan menyentuh kepala Gayatri dengan hangat, tiada perduli meski sopir angkot memperhatikanya dari balik kaca spion.
Kembali melihat ke luar angkot, dengan membelai Gayatri, seakan ingin cepat sampai di tempat yang harapkan. Ia ingin cepat melihat Gayatri sadar, Ia ingin cepat mendengar suara Gayatri berbicara padanya, Ia ingin Gayatri tidak pingsan lagi, Ia ingin....

"Mas! sudah sampai."

Lukijo tersentak dari lamunannya, melihat sekeliling luar angkot, Seperti Ia tidak menyadari bahwa Ia tengah di kelilingi pepohonan kelapa.
Namun dengan cepat Ia membawa tubuh Gayatri keluar dari Angkot di bantu sopir Angkot.
"Terimakasih Mas, ini Sisanya ambil saja."
Lukijo dengan menyerahkan Uang seratus ribu rupiah ke pada sang sopir, dengan langsung bergegas membawa Gayatri yang di bopong di depanya ke arah sebuah Rumah papan yang juga di kelilingi pepohonan kelapa.
Sopir Angkot segera mendahulinya dan langsung mengetuk pintu Rumah, seseoran wanita keluar dari dalam dengan tatapan asing.

"Maaf Bu, aku ingin minta tolong."
Lukijo melihat tatapan asing sang pemilik Rumah.

"Siapa iya?"

"Boleh aku jelaskan nanti Bu?"

Wanita pemilik Rumah kembali masuk dengan mempersilahkan Lukijo untuk membawa Gayatri masuk. Hanya tatap tidak mengerti dari sopir angkot yang ikut memasuki ruang dalam Rumah, dengan lantas kembali ke angkotnya.
Lukijo segera meletakan tubuh Gayatri di kursi sopa yang sudah terlihat busa dalamnya karena sobek.
Aroma air gula tercium yang tengah di masak memenuhi ruangan. kebetulan sekali pembuatan Gula merah tengah berlangsung.
Lukijo mengusap wajah Gayatri dari keringat dingin.
seperti sopir angkot, wanita pemilik Rumah pun seperti tiada mengerti, hanya berdiri memperhatikan.
kepala Gayatri bergerak dengan mata yang ikut bergerak tebuka perlahan. Lukijo mesem haru, membelai rambut Gayatri.
Gayatri menatapnya.
"Gaya.'
Lukijo pelan.
Gayatri segera merengkuh leher Lukijo, menangis di telinganya.
Ibu pemilik Rumah menatap tidak percaya, Tanya hatinya seperti tertahan dengan Isak Gayatri yang memenuhi seluruh ruangan.
Lukijo pun mendekap Gayatri dengan erat, dengan pilu, air matanya pun turut jatuh. Berderai dalam berjuta rasa yang menghimpit,begitu menghimpit menyesakkan hatinya.
Aroma Air gula semakin menyeruak hingga membumbung jauh di terbangkan angin yang membawanya.
Beberapa kali Lukijo mencium kepala Gayatri, begitu sayang, diantara hati yang perih merintih Akan kasih yang di temukan tidak berdaya.
"Jo, kemana saja kau jo?"
"Aku mencarimu, Aku mencarimu!"
Isak Gayatri di telinga Lukijo.
Lukijo membelainya.
"Aku selalu memikirkanmu Gaya,"
"Aku pun mencarimu di setiap harapku, setiap hari."
Lukijo menahan isaknya.
"Aku rindu sekali padamu Gaya."
Lukijo kembali menyentuh hangat kepala Gayatri.
Gayatri kian terisak.
Isak keduanya membuat Ibu pemilik Rumah melangkah ke belakang rumah dengan mengusap matanya.
Dekap yang erat, dekap yang bercampur rindu dan duka membaur dalan kasih yang haru.
papan-papan yang berkapur putih tergores karat dari bekas air yang membasahi, bisu mendengar gema isak sepasang kekasih yang pilu berdesik dengan dedaunan kelapa di luar Rumah tanpa buah, hanya dirigen plastik yang menumbuhi.
Udara yang masuk dari pintu yang terbuka, hembuskan hangat rindu yang berpadu, hanya hati keduanya yang merasa, hanya hati keduanya yang memuncak di atas angkasa yang berpualam.
Lukijo membelai kembali Gayatri, suara isak mulai reda berubah keheningan dari bibir Gayatri.
Lukijo melepaskan dekapanya melihat wajah Gayatri, Gayatri tersenyum. Perlahan mengusap linang yang masih tersisa di bawah matanya.
"Geli."
Lirih Gayatri memegang jari Lukijo.
"Maaf tanganku memang kasar."
Lukijo mesem.
Gayatri makin tersenyum.
"Bukan tangan mu, tapi bulu di dagumu."
dengan tertawa tertahan merebahkan keningnya di dagu lukijo yang banyak di tumbuhi bulu.
"Gaya-Gaya."
Mesem Lukijo semakin lebar. Manja yang begitu Ia rindu terhembus hangat di leherya. Warna kasih yang Ia damba begitu bersih terasa di dada. Hilang semua himpit yang terasa berganti indah suasana yang tercipta, kekasih kini ada dalam dekapan, kekasih kini ada dalam sentuhan.
"Jo.., Di mana kita?"
Gayatri dengan mata terpejam.
"Aku tak tahu?"
Lukijo melirik jendela kaca berbingkai kayu.
Gayatri mengangkat keningnya.
"Aku membawa mu kesini, mengikuti sopir angkot ."
Jelas Lukijo melihat Gayatri melihat kesekeliling.
"Aku hanya minta di antarkan ke tempat pembuatan gula merah."
Lukijo lagi.
Suara langkah dari arah ruang belakang Rumah terdengar, Gayatri dan Lukijo segera melepaskan pelukan dengan duduk berdampingan.
Ibu pemilik Rumah tersenyum berjalan mendekati.
"Sebenarnya apa yang tengah terjadi?"
Tanya nya dengan duduk di depan Lukijo dan Gayatri.
"Tidak apa-apa Bu, hanya tadi kelelahan."senyum Gayatri.
"Iya Bu, mohon maaf sudah merepotkan."
Sambung Lukijo mesem.

"Suami-Istri?"

"Bukan Bu..."
Lukijo tetap mesem.
"Masih belum Bu.."
Gayatri memegang tangan Lukijo.

"Sudah tunangan?"
Ibu pemilik Rumah meneliti wajah Gayatri dan Lukijo bergantian.

"sudah Bu.."
Gayatri makin erat memegang tangan Lukijo.

"kapan?"
"Pacaran juga jarang bertemu."
lirih Lukijo ke pada Gayatri.

"sekarang, saksinya Ibu ini."
Gayatri tersenyum lebar kepada Wanita seusia Ibunya tersebut.

"Gaya, jangan gila."
lirih Lukijo lagi.

"sudah terlanjur gila."
Gayatri menarik hidung mini Lukijo.
Lukijo meringis, di ikuti tawa kecil Ibu pemiliik Rumah.
Canda Gayatri begitu menggugah suasana, Tawa Pemilik Rumah dan sikap serba salah Lukijo bercampur mesem malunya bagai warna dalam dinding papan yang tersusun. Hangat kebersamaan kini begitu terasa dalam sikap yang berbeda. Acuh pepohonan kelapa yang menarikan ijuk-ijuknya melambai angin untuk berhembus kencang dalam aroma kasih yang terbawa di awan yang putih, bertahta di kilaunya sinar mentari yang menelisik di antara awan yang berarak membiaskan warna-warni hati.
*****

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience