9

Romance Series 1927

Sanjung hati menatap sinar rembulan yang sempurna dengan awan putih yang berarak terang, malam yang cerah, belum lagi nampak terlihat lingkaran warna pelangi mengelilingi Rembulan, membuat mata tiada lepas ingin menatap, menatap sesuatu di sana. Ada rindu yang tengah menari di Rembulan, ada senyum yang bertahta di atas awan putih seperti sebuah Mahkota seorang Putri dan ada Nama yang tengah tersebut di hati, tersebut penuh rindu.

"jo!"

Lukijo tergagap kaget.

"ngelamun?"
Bu Kartini mendekatinya.
Lukijo mesem dengan berdiri.
"Duduk saja jo, Ibu juga mau duduk."
Bu Kartini dengan duduk di angkringan.
Lukijo tetap mesem dengan kembali duduk.

"memikirkan Gayatri, membuat Ibu tak bisa tidur jo,"
"sepi juga."
Ibu Kartini seperti mengeluh. menabur tatapanya di luar pagar kandang. Sinar Rembulan yang terang cukup memberi terang di sekitar yang biasanya gelap gulita. Dedaunan karet seperti kemilau hijau yang berkelip saat angin menerpa.
Lukijo mesem terunduk, merasakan apa yang tengah Ibu Kartini rasakan. Berpisah dengan orang-orang yang di kasihi meski sementara akan menimbulkan rasa rindu di hati. Kebiasaan-kebisaan yang terukir akan terbayang di saat sepi. Ia pun kini merasakan rindu kepada Gayatri, senyumnya, tawanya dan di saat manja tatapanya yang terkadang muncul di sela candanya begitu membekas di atas angan. Apalagi saat pertama menyetuh hangat pipinya, sulit rasanya melepas dari setiap mata akan terpejam, hanya menimbulkan senyum di atas bantal.

" jo, kira-kira Gayatri bisa sembuh tidak Jo?"
Ibu Kartini masih menatap hampa hujan cahaya di batang-batang karet yang nampak di sela-sela pagar.

"Bisa Bu.!"

Bu Kartini menoleh cepat Lukijo
Lukijo menahan cengangnya,hampir saja Ia keterusan sangking menggebunya untuk memberitahu keadaan Gayatri sebenarnya.
"Maksud aku, Tapi kata orang Bu..., selalu ada jalan selama ada usaha. kecuali kita hanya membiarkan Gayatri terus seperti itu."
mesem kaku Lukijo.
Bu Kartini tersenyum menghela nafasnya.
"Ibu perhatikan Gayatri semakin akrab dengan mu jo?"
"Apa Gayatri selalu menarik baju belakangmu jika menginginkan sesuatu?"

"iya Bu..sampai mulur kaosku Bu."
Lukijo tertawa tertahan.
Bu Kartini tertawa kecil.

"Sebenarnya Ibu tidak setuju Gayatri harus pergi lagi, namun ya...,"
Bu Kartini menarik Nafasnya dalam.
"seperti yang tadi kau Ucapkan jo, kita harus berusaha lagi hingga Gayatri sembuh,"
"Ibu tak sampai hati jo, sedih melihat keadaanya."
"Tapi jo..,"
Bu Kartini melihat Lukijo.
"Mengapa wajah Gayatri tidak terlihat murung lagi ya jo, tidak seperti dulu? meski tatapanya tetap kosong,"

Lukijo mengalihkan tatapanya dari tatap selidik Bu Kartini.

"dan yang lain lagi, sekarang Gayatri tidak mau Ibu suapin makan lagi, Gayatri ingin kau menyuapinya jo."

Lukijo tersipu tertunduk, mengingat saat pertama kali menyuapi Gayatri lalu pagi saat Gayatri akan pergi. Ia ingat tatapan Gayatri kepadanya, masih Ia rasakan pegangan tangan gayatri di tangan setiap kali satu suap berada di mulutnya. setiap kali mata yang beradu setiap kali pula debar indah yang terasa dan senyum lebar Gayatri seperti menjadi gairah di setiap harinya.

"rencana kami setelah Gayatri sembuh kami akan menikahkanya jo."

Wajah Lukijo berubah, seakan surut samudra di dalam hati seakan gelap tiba-tiba menghalangi purnama yang berseri. Lemas terasa mulai menapaki setiap helaan nafasnya.

"Bagaimana menurutmu jo?"

Lukijo mesem, menahan debar tak tenang jiwanya. menggaruk pelan kepalnya.

"Kenapa jo?"

"tidak Bu, hanya saja aku bukanlah bagian dari keluarga ini."
mesem Lukijo kembali.

"ya tak apa jo, mungkin pendapatmu bisa di jadikan pertimbangan."

Lukijo nyengir tertunduk.
"pendapatku tak ada yang bagus Bu, malah tambah rumit nanti."
tawanya Kemudian.
Bu Kartini senyum lebar.

"Dengan siapa Bu, Gayatri akan di jodohkan?"

Bu Kartini menghela Nafasnya lalu tersenyum.
"nanti kau akan mengetahuinya."
menatap tenang Rembulan yang terang , seperti membayangkan sesuatu yang indah yang akan terjadi nanti.
Lukijo menahan sesak yang kian menjalar. Kata hampir pupus atau sebentar lagi pupus yang terbisik di hati, Kemana hilangnya purnama yang tadi bersinar? mengapa gelap membayang di pelupuk mata?
Lukijo menelan ludahnya pelan, getir akan kembali di kecapi di ujung cinta yang baru saja tertanam dalam. Meski Gayatri telah memberikan hatinya dengan tulus, namun kini keluarganya memiliki harapan yang lain padanya.
Kembali wajah Gayatri terbayang di sela-sela rinai sinar Purnama yang begitu menghujam relung hati, tersenyum di antara asa yang menghitam.
Lukijo menatap wajah Bu Kartini yang berseri akan harapan di ujung matanya, lukijo pun tersenyum, Ia mengerti Ia tidak akan masuk dalam angan Bu Kartini, Ia pun sadari dengan semuanya, semua yang ada dalam diri dan kehidupanya. Mungkin mencintai Gayatri adalah setitik kebahagian yang kini dapat Ia rasakan, memiliki cinta seorang wanita. Jika esok cinta itu akan kembali karam biarkan karam perlahan dalam keheningan hati.

"Gayatri adalah anak Ibu yang paling rajin di antara anak Ibu yang lainya, suka membatu Ibu. Baik di dapur atau ke pasar, Dulu Ibu berjulaan pakaian jo."

Lukijo mesem mendengarkan.

"setiap hari pasaran di setiap pasar, kami berserta ayah gayatri menjajahkan dagangan."
"terkadang Gayatri seperti menjadi daya tarik untuk jualan ibu jo."
Senyum lebar Bu Kartini ke pada Lukijo.
Lukijo mesem mengangguk mengerti.

"meski kebanyakan mereka hanya ingin mengenal Gayatri dari pada pakaiannya."

Lukijo mesem tertunduk menanggapi, mengenang kembali paras ayu Gayatri, dan terkadang selalu terbesit tanya di hati. Benarkah Gayatri mencintainya atau....

"jo, pastinya kapan Gayatri pulang berobat, Ibu kurang mengetahui,"
"semoga saja cepat ya jo?"

"iya Bu, semoga saja Gayatri cepat kembali."
mesem Lukijo menanggapi dari sebuah pengharapan yang terucap. Ia pun ingin melihat Gayatri lagi.
Sinar Rembulan semakin terang membasahi setiap kelam malam yang menyelimuti, Debur Samudra begitu tenang terdengar merasuk dalam angan, angan tentang Gayatri terhinggap di hati Ibu Kartini dan Lukijo. kehilangan akan sosok yang biasa mereka jumpai setiap hari. Selalu dan selalu kehadiran seseorang begitu terasa bila sudah tak ada, jika rindu adalah kata yang bisa terucap dan di rasakan maka kasih tentunya ada terukir di hati, menjelma wajah, senyum, tingkah.seperti sebuah Gaya, di kala hati terbesit seperti diri yang terlempar dan jatuh kembali.
***

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience