13

Romance Series 1927

Gayatri bersandar kepala di bahu Lukijo yang terdiam mendengarkan Pak Rinto berbicara. Hanya sesekali Lukijo tersenyum menunduk menanggapi Pak Rinto dan sesekali pula menoleh Gayatri yang rebah di bahunya.Paman Rinto selalu tertawa jika memperhatikan keduanya, hal itu membuat Lukijo terkadang salah tingkah terkadang minder pula berdekatan dengan Gayatri.
"Betulkan apa yang paman Rinto katakan, belum sampai beberapa hari.., sudah pulang lagi."
tawa Paman Rinto kembali.
Lukijo mesem mengangguk. Gayatri menyentuh pipinya dengan tersenyum pula.
"Terkadang sulit memisahkan hati yang sudah terpaut."
"Baru kali ini Gayatri berani mesra terhadap pacarnya di depan Paman,"
"Lukijo-Lukijo."
Paman Rinto dengan menggelengkan kepalanya seperti tidak menyangka.
"Aku juga tidak percaya Paman, Aku hanya seorang pengurus kambing dengan.."

"Dengan apa?"
Gayatri mengangkat kepalanya menatap kesal Lukijo.
Lukijo terunduk, lalu menatap Gayatri
"Dengan mu aku merasa berarti, dengan mu hidupku berwarna, dengan mu pula aku memiliki harapan, dan hanya dirimu yang aku miliki saat ini, berharga dari segala yang pernah aku dapati dalam hidup ini,"
"esok hari aku tidak tahu, jika kita tiada bisa bersama, aku ingin kau tahu, Kau adalah cinta yang terindah dalam hatiku yang pernah aku miliki."
mesem Lukijo membelai rambut Gayatri.
Mata Gayatri berkaca-kaca dengan senyum haru yang menghiasi.
"Aku tidak bisa menjanjikan kebahagian apa-apa padamu Gaya, apalagi hari esok."

"Paman bisakah Paman menjadi saksi, agar lelaki di hadapanku ini percaya?"
Gayatri memegang jemari lukijo membawanya di pipinya.
"jo apakah kau masih belum yakin?"
"Gayatri sudah memberikan hatinya padamu, berarti apa pun dirimu saat ini."
Paman Rinto menatap Lukijo dengan serius.

"Bingung paman?"

"Bingung?"
"apa yang membuat mu bingung jo?"
Paman Rinto melihat Gayatri yang juga Gayatri yang juga melihatnya.
"Bagaimana dengan kedua orang tua Gayatri Paman?"

Paman Rinto tertegun mengerti, menghela nafanya pelan
"Itu tugasmu jo, apakah kau sanggup dan berani untuk meyakinkan mereka?"
senyum Paman Rinto ke pada Lukijo.
"Aku akan membantu mu."
Sambung Gayatri dengan memeluk lengan Lukijo dengan tersenyum dan menatapnya.
Lukijo menoleh tidak mengerti.
"Iya, Aku akan membantumu berbicara. Sepertinya kau begitu sulit untuk berbicara."
Angguk Gayatri pelan dengan semakin tersenyum.
Paman Rinto tertawa kecil dengan bangkit dari duduknya.
"Sebaiknya kalian fikirkan masak-masak, Paman akan melihat sapi di kandang dulu."
Mengambil senter yang ada di atas meja. Lalu tanpa meninggalkan tawanya kepada Gayatri dan Lukijo Paman Rinto segera melangkah keluar ruangan.
Lukijo dan Gayatri hanya mengangguk hormat.Lalu saling bertatapan.
"Mulainya dari mana?"
Lukijo seperti bingung.
mendapat pertanyaan itu Gayatri menunjuk bibirnya.
"Gaya, Ada Paman Rinto."
Lukijo dengan melirik ke arah Paman Rinto yang baru pergi.
Gayatri menarik hidung Lukijo.
"Bukan itu maksudku!"
Gemes tertahan Gayatri.
Lukijo meringis.
"Kita mulai dari Ibu Ku dulu, apa kau berani berbicara padanya?"
Ucap Gayatri menopang dagunya dengan tangan di atas meja menatap Lukijo.
"Gaya jika kau menatapku seperti itu, Aku tidak bisa berbicara."
Lukijo salah tingkah.
"Tes mental! bila kau berbicara pada Ibuku."
senyum Geli Gayatri melihat pias Lukijo.
"Aku takut Gaya."
Wajah Lukijo semakin tidak menentu, saat Gayatri mendekatkan wajahnya.
"jooooo! jika kau takut, Bagaimana berbicara dengan Ayahku?"
gereget Gayatri.
"Aku takut tidak kuat untuk mencium--mu."
mesem Lukijo menahan malu di hatinya.
"Wajahmu terlalu dekat."

Gayatri senyum lebar, lalu menjulurkan lidahnya.
Lukijo menatap terdiam.
"Gaya, aku tidak suka melihatmu seperti itu.."
menunduk perlahan.
Gayatri tersenyum
"Aku minta maaf."
dengan mengamati wajah yang tertunduk.
"Aku janji tak akan mengulanginya lagi,tapi kau juga harus melihatku jika aku bicara."

"Aku mendengarkan."
Kembali menatap Gayatri.
"mendengarkan musik?"
Gayatri mulai kesal.
"Ya mendengarkan mu."
Lukijo mesem.
"Apa yang kau dengar saat ku bicara barusan?"

"Bukan bibirmu yang berbicara, tapi matamu yang mengatakan."
Lukijo mengusap pelan area di bawah mata Gayatri.
"Gaya, Aku tak pernah bermimpi bisa menyentuh wajah sepertimu,"
"Menatapmu terkadang aku merasa malu,"
"Malu dengan keadaan ku,"
"Tapi binar di matamu yang menguatkan rasa di hatiku,"
"Untuk sekali saja percaya akan cinta di kehidupan ini, akan kasih sayang yang menjulang di belai tangan,"
"Jika Aku tak mampu menatapmu, kini kau mengerti."
Lukijo menyentuh hangat kening Gayatri.
Gayatri memejamkan matanya merasakan sebuah kasih sayang yang tengah mengalir.
Keduanya tersentak kaget , Lukijo langsung tertunduk sedangkan Gayatri hanya tersenyum malu, suara mendehem dari Paman Rinto di pintu Ruang tamu.
"Korek api Paman ketinggalan."
Ucap Paman Rinto medekati keduanya dengan senyum-senyum, mengambil korek api di atas meja dan langsung meninggalkan mereka lagi.
"Jo.

"Iya Paman."
sahut Lukijo dengan sisa malunya.

"Jangan menunggu."

Lukijo mesem.
"iya."
Angguknya kepada Paman Rinto yang berdiri di ambang pintu, lalu segera berlalu setelah mendengar ucapanya.
Perlahan menatap Gayatri lagi. Gayatri tersenyum manis.
"apa kau bisa menerima kebodohanku?"
Lukijo mesem kaku.
"saat aku gila."
Gayatri tertawa sendiri.
"Maksudku saat aku berpura-pura gila, kau yang datang jo. Bahkan cinta yang ku banggakan, mampir sejenak saja tidak. Malu dengan keadaan ku yang di anggap telah gila,"
"Terasa olehku bahwa cinta hanyalah bualan belaka, hanya angan-angan kosong belaka,"
" Di mana cinta saat diri terhina, di mana cinta saat diri tengah terjatuh, di mana cinta saat diri kehilangan harapan,"
"Bangkit dan bertahan menguatkan hati sendiri yang kulakukan, sekuat hati menahan perih agar bisa melupakan,"
"melupakan semua kebodohan diri akan rasa yang di alami yang semuanya hanyalah cinta dalam sebuah ilusi,"
"ilusi yang tiada bertepi karena diri yang lemah, lemah dengan semua bujuk dusta di bibir yang lunak,"
"yang ternyata berbelit-belit hatinya."
"siksa rindu di ujung ombak terhempas sakit meremukan kalbu,"
"Siapa yang peduli? berjuta alasan yang singgah,"
" hanya cemooh yang menasehati,"
"jangan pernah berharap sesuatu yang tinggi, yang sulit kita daki, hanya akan membuat kita jatuh dalam jurang nestapa, Tak akan pernah kita sampai, hanya lelah di rasa hati."

Lukijo tertunduk memejamkan matanya, mengusir rasa yang hinggap di dada, Seorang Gayatri ,secantik Gayatri bisa di sia-siakan? bagaimana dengan dirinya yang segalanya serba kekurangan? sepertinya pantas baginya harus banyak lagi berkaca di tengah laut, Tapi semuanya telah lama berlalu, Kini tidak ingin lagi baginya berkaca untuk berharap.

"Jo?"

Lukijo tersentak pelan, mesem kaku ke Gayatri.
"aku mendengarkan."
sambil membelai rambut Gayatri.
"Gaya sama seperti dulu, saat aku mulai menaruh harapan kepada seseorang.Terkadang aku menyerah bila mengingat kekurangan pada diriku,"
"Mau kah kau membesarkan kerdil di jiwaku saat aku mulai merasa seperti itu, Bukan pujian karena memang tiada yang pantas di puji bagi diriku,"
"seperti laut, saat ku surut tetaplah berdiri di tempatmu hingga aku benar-benar masih melihatmu dan kembali dalam keadan pasang.
"Tarik aku sebisa mu, jangan biarkan aku terbawa arus yang tanpa harapan,"
"membuatku percaya,selalu ada harapan yang baru bagiku meski nantinya kita tidak akan bersatu."
"Tiada yang membekas selamanya dari cinta yang tiada bisa dimiliki, selain senyum harapan dari orang yang kita cintai di hadap kita di ujung perpisahan, atau saat kita surut kembali."

Gayatri merebahkan pipinya dibahu Lukijo, coba merasakan berat nafas sebuah perasaan.

"Gaya."
Lukijo menghela nafasnya pelan.
"Jika aku gagal meyakinkan kedua orang tua mu,"
"kita masih bisa menjadi majikan dan pekerja."
senyum Lukijo getir.

Gayatri mengangkat kepalanya menatap wajah yang berona kepasrahan.
"Jo, Aku yakin Kau mampu."

Lukijo mesem.
"Aku hanya mampu mengurus kambing-kambing mu Gaya,"
"Dengan hal apa aku bisa meyakinkan mereka?"
"Aku tak punya janji sebesar Gunung untuk bisa membahagiakan mu,"
"jika cinta ku begitu besar terhadapmu, percayalah cinta kedua orang tua mu lebih besar lagi untuk membahagiakan mu."

"kebahagian ku kini ku tambatkan padamu."
Gayatri kembali merebahkan pipinya. Matanya menutup perlahan, merasakan hening dari hati yang dirinya cintai, yang bimbang. Bimbang akan langkahnya jika tanpa rengkuh yang menguatkan, akan diri yang mudah rapuh jika tanpa belai yang mengutakan.
Gayatri mengusap pelan pipi Lukijo di atas kepalanya, Dirinya tahu keraguan macam apa yang ada di hati Lukijo, Dirinya mengerti sikap kesadaran diri Lukijo.
Perlahan merengkuh Lukijo erat berharap Ia akan mengerti tentang hati yang telah memilihnya.
****

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience