6

Romance Series 1927

"Pak Maulana ada?"

"Ada Pak, di belakang."
senyum Lukijo kepada Pria yang baru turun dari motor bersama seoarang wanita, sepertinya seorang suami-istri.
"Biar saya panggilkan dulu."
senyum nya lagi.
"Tidak usah, kami teman lama, biar kami langsung kebelakang,"
"pasti lagi sibuk ngurusin kambingnya."
dengan menepuk pundak Lukijo, Lukijo mengangguk pelan .Pria itu pun bergegas ke belakang Rumah di ikuti istrinya melewati samping Rumah.
Lukijo kembali membersihakan pekarangan Rumah dengan sapu lidinya.
Gayatri mendekatinya dengan tersenyum.
"Tumben?"
lirih Gayatri seolah tidak bicara dengan Lukijo.
Lukijo mengerti, sore hari masih banyak orang yang melewati Rumah. jika Mengetahui Gayatri berbicara denganya tentu mereka akan mencurigai keadaan yang sesuguhnya.
"seharusnya ini di lakukan oleh mu, bila Ibumu tidak ada."
sahut Lukijo pun tanpa melihat Gayatri dengan terus menyapu.
"Orang gila bebas, tidak tahu menyapu."
tawa Gayatri di kulum.
Lukijo segera menyapu menjauh, Gayatri mengikutinya.
"orang gila bicara sendiri, kenapa mengikuti orang sedang menyapu?"
kilah Lukijo tetap tanpa melihat wajah Gayatri.
"jo."
Gayatri menarik baju belakang Lukijo.
Lukijo menoleh.
"siapa barusan?"
Gayatri menunjuk dengan tatapannya ke arah belakang Rumah.
"Teman Ayahmu."
Dengan kembali menyapu.
Gayatri kembali menarik bajunya.
"Gaya?"

"Ada apa jo?"

Lukijo segara menoleh, Ibu Kartini berjalan mendekati mereka dengan menenteng Tas kranjang yang terbuat dari anyaman daun pandan.
"Ini Gayatri menarik baju saya Bu."
Mesem Lukijo. Gayatri masih memegang bajunya namun menatap kosong ke arah lain.
"Apa yang Gayatri mau jo?"
Bu Kartini mendekati putrinya, menatap wajahnya.
"saya kurang mengerti Bu?"
Lukijo masih dengan mesem hormatnya.
"Kau turuti saja keinginanya jo,"
"Ada tamu jo?"
Bu Kartini melihat sepeda motor yang terparkir.
"Ada Bu, temannya Pak Maulana katanya."
Angguk Lukijo.
"siapa ya jo?"
Dengan meninggalkan Lukijo dan Gayatri.
Lukijo mengikutinya dengan tatapan, Lalu menatap Gayatri.Gayatri tersenyum kecil. Sampai kapan Gayatri menyembunyikan semuanya, Namun Ia pun harus percaya suatu saat Gayatri pasti akan membritahukan semua kepada kedua orang tuanya. kembali meneruskan menyapu.
Gayatri kembali menarik baju belangkangya.
Lukijo mesem membiarkanya, Cuek bebek meski wajah Gayatri mulai terlihat kesal.
Gayatri kembali menarik-narik baju Lukijo dengan sedikit keras.
"Gaya, jangan tarik yang belakang, tarik yang depan saja."
mesem Lukijo.
Gayatri memukul pinggulnya pelan.
"jo, aku takut."
bisik Gayatri kemudian.
Lukijo menatap heran wajah Gayatri, nampaknya Gayatri serius."
"Gaya, masih sore masa takut."
canda Lukijo melihat wajah Gayatri mulai terlihat cemas.
"bukan ituuuuuuu!"
gereget Gayatri.
"Ayah pasti akan membawaku lagi."
jelasnya Lagi.
Lukijo kini menatap serius wajah Gayatri.
"Aku tidak mengerti Gaya?"

"Jo, Ayahku pasti membawa ku, untuk mengobati penyakit gilaku."
Gayatri seperti mengeluh.
"mereka, Teman Ayahku pasti sudah menemukan orang yang menurut mereka bisa menyembuhkan ku."

Wajah Lukijo berubah tegang.
"Gaya, dimana kah itu Gaya? maksudku tempat yang biasa mengobatimu?"

"Aku tidak tahu? terkadang di luar kota, terkadang di pelosok desa . pernah juga di luar propinsi jo, Dan aku harus di tinggal jo."
keluh Gayatri lagi.

"Gaya?"
Lukijo seperti tidak percaya.
"sekarang Gaya, saatnya...,kau harus memberitahu ke dua orang tuamu Gaya."

Gayatri menggelengkan kepalanya murung. Seperti waktu telah berlalu, Teman Ayahnya pasti akan membawanya lagi, untuk meninggalkanya lagi di tempat penyembuhan. Dulu Dirinya memang berharap dan lebih suka jauh dari Rumahnya, terkadang hampir berbulan-bulan lamanya Dirinya menetap di tempat penyembuhan, tapi kini di saat Hatinya mulai tertambat, mulai merasakan kembali arti hadirnya seorang kekasih.
"jo, aku tak mau berobat."
Gayatri seperti memohon.
Lukijo melihat ke belakang Rumah.
"kau memang tidak sakit Gaya."
Lukijo seperti berfikir.

"Jo!"

Suara Pak Maulana dari dalam Rumah.
Lukijo terkaget.
"Iya Pak..."
Sahutnya segera beranjak, menatap Gayatri sebentar lalu segera masuk ke dalam.
Gayatri menatap hampa dedauanan mangga kering yang baru di sapu Lukijo, Hatinya mulai gelisah,entah kali ini Dirinya begitu berat untuk meninggalkan Rumah. Lukijo sudah mengisi hatinya, Lukijo sudah membuatnya kembali menatap langkahnya yang terhenti,menata kembali hidupnya akan hari esok yang telah hancur, yang telah musnah di penggal harapan yang kosong di dalam gentong.
Perlahan kakinya bergerak, menyapu dedaunan kering menggores tanah dengan ujung sandalnya, menyapu pahit masa yang pernah di harapkan berbuah manis, semanis angan dan harapanya dahulu, yang ternyata mudah terseret dan karam di bawa ombak yang kecil.
Layu yang terasa begitu menyakiti, berpualam luka yang tiada pernah bisa hilang. Berjuta masa kesombongan yang pernah memuncak dalam hidupnya berbuah sesal yang tiada pernah ada ujungnya. Dan kini ketika hati mulai kembali berwarna, meneteskan lagi madu-madu kasih yang manis haruskah siksa rindu akan kembali terbawa waktu yang jauh?
Gayatri menggelengkan kepalanya menatap tanah berpasir tipis.
menoleh kebelakang, merasakan seseorang tengah berdiri di belakangnya.
"Gaya sudah sore sebaiknya kau masuk."
Lembut suara Bu Kartini membelai kepala Gayatri.
Gayatri hanya diam, meski keterkejutan dalam hatinya melihat Ibunya. lalu Mengikuti tarikan tangan Ibunya menuju ke dalam Rumah.
Gayatri hanya menatap kosong, ketika Ayah dan Temanya melihat ke arahnya.dan benar dugaannya Teman Ayahnya yang sering membawanya untuk berobat.
Gayatri terus mengikuti Ibunya hingga ke kamarnya.
"apa kau sudah makan?"
Bu Kartini tersenyum membelai rambut Gayatri.
Gayatri tertunduk, dengan berjalan ke arah belakang. Bu kartini melebarkan bibirnya mengikutinya.
Gayatri menatap pagar Kandang di belakang dapur. Terdengar suara mengembek bersahutan.
terlihat dari sela-sela pagar Lukijo tengah membersihkan kandang Kambing.
Gayatri mengambil piring dan sendok kotor di baskom cucian piring. lalu memukul-mukulnya menimbulkan suara seperti alunan tukang bakso keliling yang menggunakan sepeda motor.
Gayatri terus memukulnya dengan melihat ke arah Lukijo.

"Jo!"
Bu Kartini ke pada Lukijo di balik pagar.
Lukijo cepat menghampiri dengan sedikit berlari.
"Iya Bu?"
Lukijo berdiri di depan Bu Kartini.
"Ibu minta tolong, di depankan ada tamu. Gayatri belum makan, tolong iya jo, Gayatri sepertinya ingin kau yang memberi makan."
jelas Bu Kartini.
Lukijo melihat Gayatri, yang membuang wajahnya seolah tak ingin melihatnya.
"Tapi Bu...?"

"tidak apa-apa jo,"
"nanti kau ambilkan saja makannya di atas meja, lalu kau suapin,"
"jika tidak di suapin remeh jo."
senyum Bu Kartini dengan meninggalkan Lukijo dan Gayatri.
Lukijo manggut pelan ke pada Bu Kartini, lalu menggaruk kepalanya dengan rambut di cukur begitu tipis untuk menghindari ikal rambutnya yang aduhai tidak enak banget di lihat saat panjang.
Mendekati Gayatri.
"Gaya banget, minta di suapin."
bisik Lukijo melewati Gayatri menuju meja makan yang tidak jauh dari mereka berdiri.
Gayatri menahan senyum, mengikuti Lukijo lalu duduk di kursi makan dengan menatap Lukijo.
"biasanya kalau makan pakai sendok apa centong?"
pelan Lukijo takut terdengar di ruang tamu.
Gayatri menahan tawanya.
"pakai gayung saja ya? biar cepat kenyang."
ucap Lukijo lagi duduk di hadapan Gayatri.
Gayatri menarik gemas hidung mini Lukijo.
Lukijo menahan tawanya.
"orang sakit bebas, mau makan pakai apa saja.., tak ada yang ngomongin."
Lukijo memegang hidungnya sendiri, melihat lucu wajah Gayatri yang menahan tawa.
Suap demi suap Lukijo memberi makan Gayatri dengan tanpa henti menatapi wajah ayu Gayatri, Gayatri hanya tersenyum setiap suap berada di bibirnya. Suara Pak Maulana dan temanya nampak jelas terdengar, seperti orang tengah bertengkar saja. Terseling tawa Bu Kartini dan juga istri temanya seperti meredam suara keras yang terdengar.
Lukijo dan Gayatri pun terkadang harus mengulum tawanya bila mendengar Pak Maulana dan temanya berbicara.
"Biasa, suara pendekar kebun karet berjumpa dengan pendekar kebun sawit,"
"bikin geger seluruh kebun."
oceh Gayatri kepada Lukijo.
Lukijo mesem tertahan memberikan minum kepada Gayatri.
Dentang hati seolah berirama di antara binar mata yang saling menatap, sinar-sinar kasih bergulir bening menghiasi bibir yang tiada henti saling tersenyum. cinta yang tengah bersemi, kasih yang mulai memuncak halus di puncak-puncak kalbu begitu indah saat tangan saling memegang, seokah ingin tetap dalam kebersamaan. Tiada sinar mentari senja yang menelisik hanya sinar asmara yang tengah menusuk, begitu hangat terasa menyentuh dinding-dinding sukma, begitu bergetar memenuhi relung-relung sayang di tengah lentera mungil hati, Indah dan indah, begitu rasa yang tengah keduanya rasakan.
****

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience