5

Romance Series 1927

Lukijo menarik tangan dengan kuat hingga gagang pancing yang terbuat dari bambu kuning melengkung seperti terseret ombak yang kembali. Wajahnya terlihat tegang dengan tubuh yang terbenam air laut sebatas pinggang, terlihat di kejauhan beberapa orang melakukan hal yang sama denganya. Memancing di laut meski tidak terlalu di tengah namun cukup membuatnya lelah juga, Hanya Gayatri sepertinya yang melihatnya begitu senang, tertawa bila melihatnya menarik kail tanpa hasil, tertawa melihatnya terhempas ombak dengan rasa garam di mulutnya belum rasa panasnya terukir di ujung hidung yang tiada runcing, dan terakhir sejam yang baru berlalu Gayatri harus di peluk kepalanya agar tawanya tidak terdengar orang saat Ia berlari ketakutan melihat ular laut yang masih kecil berenang mendekatinya.
"itu belut laut,! itu belut laut!"
kilah Gayatri di pelukannya.
"kepala belut sama kepala ular beda Gaya."
Jawabnya juga.
Dan yang membuatnya harus turun lagi ke laut, Gayatri ngambek tidak mau di ajak pulang dengan mengancam akan jatuh pingsan jika Ia tidak mendapatkan ikan hasil pancingan meski hanya se-ekor saja.
"Buat kita bakar-bakar malam ini jo."
Kilah Gayatri kepadanya lagi.
Alhasil dengan pertimbangan karena rasa sayang Ia pun menurutinya meski ada iming-iming juga dari Gayatri.
"kau boleh menciumku sesuai jumlah tangkapanmu."
Ucapn Gayatri ke padanya. meski sejam telah berlalu.
Dan kini umpannya seperti ada yang menariknya.
"Jo tarik lagi!"
teriak Gayatri kepadanya.
Lukijo kembali menarik tangannya kuat, Namun kail seperti jangkar yang tertanam di dasar laut keras sekali menariknya, jika terus dipaksakan Gagang pancing pasti patah.
"jo, Megalodon jo, hati-hati!"
teriak Gayatri kembali.
Lukijo menoleh takut juga.
"Megalodon tidak makan teri Gaya!"
sahutnya tegang.
Wajahnya semakin tegang bercampur Kaget saat ombak kembali menghempas tubuhnya seiring gerakan tanganya, kembali menoleh Gayatri. Gayatri mengeluh kecewa melihat ujung bambu yang patah langsung terseret ombak.
Lukijo mesem langsung mendekatinya.
"iya bener, Megalodon yang makan."
mesemnya menatap wajah Gayatri yang kecewa.
"jangankan bambu, tiang listrik di jadikan pancing juga pasti patah, nenek moyang hiu yang makan."
ucapnya lagi.
"Gaya?"
Lukijo membelai rambut Gayatri yang menutupi pipinya yang terkena angin pantai.
"Maaf jika aku mengecewakanmu,?"
"aku tak biasa mancing di laut, asin Gaya."

"yang asin bukan lautnya , keringatmu."
Gayatri menyahuti .

"kau salah Gaya, keringat Megalodon tadi yang asin, sepertinya dia tadi harus mengeluarkan banyak keringat untuk menarik umpanku."
Lukijo seperti menjelaskan.

"lain kali kalau mancing di laut jangan pakai Bambu kuning, memangnya itu ikan penjajah?"
sewot Gayatri, namun membiarkan Lukijo membelai rambutnya.

"lantas pakai apa?"
pelan Lukijo.

"pakai AK-57!"
jawab Gayatri langsung berlari tertawa.
Lukijo mesem kaget.
"Gaya banget! Ak cuma sampai 47?"
sambil mengejar Gayatri.
Sampan kecil di kejahuan dengan seorang yang tengah menebar jalanya di riak ombak yang tiada henti seperti sebuah lukisan yang tergores di lembar lepas Samudera, kera-kera liar bergantungan di pohon-pohon di sisi jurang riang berteriak memainkan ranting mengusir burung-burung yang tenang bernyanyi. Pasir pantai yang banyak berserakan dahan, ranting, dedaunan dan poholoopn yang tumbang yang terkadang bila pasang datang terseret hingga ke tengah laut menjadi pemandangan di sepanjang mata memandang.
pemandangan yang tidak biasa jika berada di pantai rekreasi.
Lukijo langsung memegang tangan Gayatri, melihatnya.
"Gaya, jika orang Tua Mu tahu, aku pasti kena marah."
Sambil membersihkan luka di pergelangan tangan Gayatri yang tergores duri daun pandan, Tas kecil yang di bawa Gayatri, yang berfungsi sebagai kotak P3K sengaja Ia persiapkan, mengingat Kondisi Gayatri yang sering pingsan.
Gayatri hanya memperhatikan.
Lukijo mesem tegang.
"Mereka pasti marah Gaya."
Ucapnya lagi.
"Marah?"
senyum Gayatri.
Lukijo menatap lekat wajah Gayatri.
"iya Gaya, iya, aku mengkhawatirkanmu, tapi mereka pun pasti sama."
Melepaskan tangan Gayatri yang selesai di beri obat luka dengan perlahan.
"kenapa? hanya tergores sedikit."
Gayatri menarik hidung mini Lukijo yang menatapnya. Lukijo membiarkan wajahnya mengikuti tarikan tangan Gayatri. Gayatri cepat melepaskan tanganya wajah Lukijo begitu dekat di pipinya.
Debar angin seperti terhenti sesaat, seperti mematungkan rasa yang tercipta.
Gayatri tersenyum, dengan menempelkan pipinya, membiarkan hangat menyentuhnya.
"jangan lama-lama, nanti ada yang melihat."
bisik Gayatri pelan.
Lukijo seakan tersentak, Ia seperti lupa dengan keadan sekitarnya.
"bukannya terlalu sebentar?"
mesemnya menatap malu Gayatri.
Gayatri tertawa kecil, menarik kembali hidung Lukijo, lalu menggandeng tanganya mengajaknya berjalan pulang. Lukijo mesem mengikutinya.

Pandan-Pandan hijau yang berduri penggores luka seakan tertinggal semakin jauh, di bawah pohon kelapa yang tiada berbuah, rerumputan yang menutupi tanah luas terhampar hingga di batas pantai, di balik rindang semak belukar liar sepasang mata memperhatikan, terus memperhatiakan hingga dua insan yang tengah bergandengan hilang dari pandangan.
****

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience