3

Romance Series 1927

Gayatri menyembunyikan senyumnya melihat Lukijo tertunduk saat Ayahnya memarahinya tadi, sebenarnya Ia mendengar apa yang tengah ayahnya masalahkan namun Ia pun tidak bisa membela Lukijo. Lukijo hanya mengangguk dan mengatakan kata "Iya Pak," setiap kali Ayahnya mengutarakan letak kesalahan Lukijo.

"psssstttt."
pelan Gayatri memanggil Lukijo yang berjalan.
Sengaja dirinya bersembunyi di balik pintu pagar kandang kambing.
Lukijo menoleh kaget, namun terdiam setelah melihat Gayatri dan seperti tidak memperdulikan terus berjalan mendekati kandang-kandang kambing.
Gayatri tersenyum mengikutinya. memperhatikan tingkah Lukijo yang langsung mengambil rumput pakan Kambing.

"kau marah padaku?"
Gayatri dengan membantu Lukijo memberi makan Kambing.
Lukijo mesem sedikit.

"Jo, sekali-kali nyengir kenapa?"

Lukijo makin mesem.

"aku sebel melihat senyummu!"
Bisik Gayatri keras di telinga Lukijo.
Lukijo mengorek kupingnya dengan jarinya.
"kau marah padaku?"
Tanya Gayatri lagi.
"tidak." jawab Lukijo melihat kambing yang makan lahap.
"mengapa kau diam?"

"Bukan aku yang marah, Ayahmu yang marah."
jelas Lukijo pelan.

"suara mu apa tak bisa lebih kuat jo,?"
"kalah sama embek!"
bisik Gayatri lagi.

Lukijo mesem.
"tak bisa, karena aku bukan vokalis."
seraya melindungi wajahnya dari tatapan kesal Gayatri, dengan memalingkan wajah melihat Kambing di kandang yang lain.

"Bukanya para embek setiap hari mengajarkan mu cara berteriak."
"setiap hari ku dengar mereka mengeluarkan suara keras."
Ucap Gayatri mencari wajah Lukijo dengan menarik tanganya agar melihat dirinya.

Lukijo tertawa di tahan.
"Gaya kumat ya?"
Dengan melihat wajah Gayatri, dan wow!
Lukijo langsung tertunduk resah, sinar terang di ujung kandang yang menyinari wajah Gayatri membuka matanya bahwa sejak tadi Ia telah melewati ayunya sebuah wajah yang berseri diantara polesan bedak tipis dan merahnya gincu yang juga tipis tidak terlalu mencolok tapi...
Lukijo seperti tiada kuasa lagi melihatnya.
kelu rasa hatinya untuk mengucapkan kata cantik , hanya di hati saja terasa sulit mengucapkanya bagaimana kan terucap dari bibir.
Gayatri meneliti wajah Lukijo.
"mau ku tarik hidung mu biar sempurna?"
ucapnya kesal melihat Lukijo serba salah.
Lukijo mesem,
"terimakasih, tidak usah."
jawab Lukijo pelan.
"biar kau tak malu lagi."
geli Gayatri melihat hidung Lukijo.
Lukijo mesem dengan kembali memberi makan kambing yang sejak pagi hanya sedikit makan.
"jo?"
Gayatri kembali membantunya.

"aku tidak malu, aku hanya gerogi bila kau terlalu dekat berbicara denganku."

Gayatri tersenyum dengan meyumpalkan rumput ke mulut Lukijo. Lukijo tertawa pelan.
"maaf jo, aku tidak bermaksud menghinamu."

"bermaksud juga tidak apa-apa Gaya,"
"jika itu membuatmu tidak pingsan-pingsan lagi, dan tidak kumat penyakit...."

"Aku tidak gila!"
dengan memukul pundak Lukijo.
Lukijo tertawa tertahan. melihat Gayatri sekilas lalu mendekati kran air yang terletak di samping angkringan tempat menjaga Kambing-kambing saat malam dan tempat beristrirahat di waktu siang.Gayatri mengikutinya,lalu duduk tersenyum di samping Lukijo.

"Sampai kapan kau menyembunyikan kepada ke dua orang tuamu dan orang-orang?"
tanpa melihat Gayatri di sebelahnya, mengamati kambing-kambing yang kelaparan.
Gayatri tersenyum menghembuskan nafasnya menatap binar cahaya lampu yang tergantung di tiang besi berpayung tutup panci buatan ayahnya sendiri.
Gemuruh ombak yang terdengar di kejahuan semakin malam kan semakin terdengar, bersama gemeretak ranting-ranting karet yang bersentuhan.
Lukijo terdiam menanti kata yang terucap, suara mengembek di kandang yang menyentil suasana.
mengambil lampu senter yang ada di sudut dinding angkringan, yang biasa di gunankan melihat-lihat kandang jika malam.

"jo."

Suara Gayatri seiring sinar lampu senter yang di arahkan Lukijo di dalam kandang.
Lukijo menoleh pelan.

"sampai mereka mengerti..."
Gayatri menoleh Lukijo. Lukijo langsung kembali melihat kandang.
Gayatri tersenyum lebar, Lukijo melirik dengan sudut matanya.
"jo, biar kutarik ya jo, gemes aku lihat hidungmu."
Gayatri menahan tawanya melihat ke arah Rumahnya.
Lukijo mematikan senternya.
"tidak bakalan panjang Gaya,"
"biar kau tarik sekuat tenaga."

Gayatri makin menahan tawanya.

"ada lho yang lain, kalau kau mau narik,"
"di jamin langsung panjag,"
"jangakan di tarik, kau sentuh aja positif bergerak."

"Beneran?"
Gayatri terperangah, dengan mata berbinar

Lukijo menggaruk rambutnya, Biasanya cewek langsung marah bila ada candaan yang menjurus, tapi Gayatri malah kegirangan.
"Iya beneran."
mesem Lukijo.

"boleh ku tarik sekarang jo?"
Gayatri mendekatkan dirinya ke lukijo.
Lukijo menggeser pinggulnya pelan.
"belum saat nya."
dengan menyembunyikan senternya di belakang tubuhnya.Wajah Gayatri terlihat kecewa
"padahal sudah lama aku tidak pernah narik lagi."
kesahnya.
Lukijo menyembunyikan tawanya di tundukan kepalanya.
"Narik angkot maksudnya?"
mesemnya lagi.
Gayatri mengangguk pelan, lalu tertawa kecil.
namun tiba-tiba terdiam dengan merebahkan tubuhnya. Lukijo menoleh heran namun suara langkah yang mendekat membuatnya membiarkan saja.Nampak Bu Kartini, Ibunya Gayatri mendekati membawa sesuatu.

"Bu..., "
Dengan berdiri Lukijo tersenyum.

"Jo."
Dengan memberikan bungkusan.
"Martabak, Bapak tadi yang beli."
ucap Bu Kartini Lagi. tersenyum lalu melihat Gayatri.
"Kenapa Gayatri jo?"
dengan Duduk di sebelah Gayatri yang berbaring miring melihat Lukijo.
Lukijo tergagap tanpa suara, dengan mesem paniknya.

"apa Dia berbicara denganmu?"

Lukijo menggelengkan kepalanya kikuk melihat Gayatri memberi isyarat dari matanya.

"seharusnya di usia Gayatri saat ini, Dia sudah berumah tangga,"
"tapi keadaanya....,"
Bu Kartini membelai rambut Gayatri.
"kami yang salah."
Ucapnya dengan senyum getir, melepaskan belaianya menatap remang di dedaunan pohon karet di luar pagar. Debur laut semakin keras terdengar bersama angin yang deras seperti menghempaskan hati akan sesuatu yang menyesakkan.
"Bagaimana dengan mu jo?"

Lukijo terkaget dalam hatinya.

"mengapa kau tak berumah tangga?"

Lukijo tersenyum kikuk
" aku ini kurang laku dipasaran Bu..."
pelan nya dengan melepaskan tawa kecil di antara pagar-pagar kandang.
Bu Kartini pun tertawa kecil.

"aku tidak memiliki sesuatu yang di dambakan banyak wanita Bu.."
senyum Lukijo kepada Bu Kartini.

"apakah itu jo?"
Bu Kartini seolah ingin tahu.

"iya mungkin sebuah masa depan yang cerah,"
"mungkin seorang pangeran yang tampan,"
"mungkin masih banyak hal lain yang memang tidak ada dalam hidup dan diri saya."
senyum Lukijo lagi.

"lalu bagaimana dengan mu sendiri?"

Lukijo terdiam menabur angan di antara kelam malam yang tertiup angin kencang.

"lumrah ya Bu, jika kita manusia memiliki sebuah harapan untuk hidup kita,"
"namun sepertinya tidaklah patut bagi diri mendamba sesuatu yang jauh melebihi diri dan kehidupan aku"

"apa kau pernah jatuh cinta jo?"

Lukijo mengangguk pelan mesem tertahan.

"bagaimana hubungannya?"
Bu Kartini lagi.

Lukijo mesem.
"Nasib seseorang bisa di lihat dari wajahnya."

"benarkah jo?"
Bu Kartini meneliti wajah Lukijo

"seburuk apa yang ibu lihat."
Lukijo mesem.

"belum tentu jo."
senyum lebar Bu Kartini.

"sudah tentu untuk diri aku Bu."
hembus Lukijo perlahan.
"terkadang aku meminta agar sesuatu yang tidak mungkin terjadi di hilangkan dari hati saya."
senyumnya lagi.

"lantas yang mungkin menurutmu jo?"

Lukijo mesem tertunduk.
"sebenarnya aku tidak tahu Bu, aku belum menemukan yang mungkin,"
"dan mungkin juga aku tidak akan menemukannya."

Bu Kartini tertawa kecil.
"Mungkin saat ini lebih baik kau makan martabaknya dulu, selagi hangat,"
"jo Ibu Nitip Gayatri, sepertinya Dia belum mengantuk."
dengan melihat Gayatri yang memainkan jemarinya. Lalu dengan tersenyum kepada Lukijo perlahan meninggalkan keduannya.
Lukijo mesem mengangguk.

"jo, sepertinya Gayatri mulai akrab denganmu, Biasanya Dia enggan berduan dengan seorang pun."
Lukijo hanya mesem menatap Gayatri yang juga tersenyum kepadanya.Lalu melihat Ibu Kartini mengiringi langkahnya dengan tatapan hingga hilang di balik pagar.
Gayatri segara duduk dengan melihat ke arah Ibunnya pergi. seolah melihat kondisi keadaan sekitarnya.
Hening terasa mulai menyelimuti meski deras angin dan deru samudra semakin dan kian menghantam malam, Hanya hembus nafas yang tertahan diantara tatap mata dan senyum yang terukir tipis menatap langit.
"apa yang tengah kau tatap jo?"
senyum Gayatri mengusir hening.
Lukijo langsung terunduk, mesem menggeleng.
"mau kah kau mengatakannya padaku?karena aku tahu, dan aku sering melakukannya."
Ucap Gayatri melihat polah Lukijo.

"aku tak tahu,?"
Lukijo mengangkat kepalanya kembali menatap langit yang kelam .
"apa yang kau cari di langit Gayatri?"
Lukijo balik bertanya.
Gayatri tersenyum.
"banyak jo."
jawabnya pelan.
"boleh aku tahu?"
Lukijo mencoba menatap senyum di bibir Gayatri.
"Aku mencari rasa di hatiku,"
Gayatri tertunduk.
"aku mencari rindu hatiku."
wajah Gayatri bersemu.
"aku mencari nama yang ingin kusebut,"
"di langit yang begitu luas,"
tunduk Lukijo.
Gayatri langsung mengangkat wajahnya menatap Lukijo, Ia tak menyangka apa yang di katakan Lukijo sama dengan apa yang sering Ia lakukan.
"adakah yang lain jo?"
Gayatri penasaran.
Lukijo mesem malu menatap Gayatri.
"aku tak tahu,?"
kembali melihat langit.
"apakah aku bisa mencurahkan kasih sayang ku dengan hangat dari diri dan jiwa yang seperti ini?"
gugup Lukijo mengucapkan.
Gayatri menyandarkan kepalanya di tiang angkringan,mungkinkah semua hanya suatu kebetulan yang biasa fikirnya menerawang jauh di kelam langit di mana sering Ia bertanya untuk dapat menatap kembali cinta hatinya dan di hati manakah akan tertambat segala rindu hatinya, juga di Relung yang mana kan terukir dalam Nama kasihnya, atau juga di hangat manakah kan mengalir kasih sayangnya.
Hening kembali mengalir begitu bening di kelam malam, debar di hati larut perlahan dalam angan berangan rasa berkelopak berjuntai luruh dan rebah terkulai di jiwa.
Lukijo kembali memainkan lampu senternya menari terang di sekitar kandang mengusir degub di hatinya yang tiba-tiba tiada tenang, wajah di sampingnya seolah menjelma di dinding dingin hatinya.
perlahan namun harus Menatap debur samudra yang tiada tampak hanya terdengar bergemuruh untukmemecah bayang yang mendadak singgah di hati.
perlahan Gayatri bangkit dari sandarannya , tersenyum menatap Lukijo, lalu melangkah meninggalkanya.
"jo."

Lukijo yang memperhatikan Gayatri pergi, seperti terkejut melihat Gayatri membalikan tubuhnya.

"apa ini mungkin?"
senyum Gayatri manis.

Lukijo terdiam, menatap wajah ayu di balik remang.
"aku tak tahu, karena jika aku yang mengatakan..."

"mungkin jo."
senyum Gayatri lebar, dengan membalikan tubuhnya kembali berjalan ke Rumahnya.

Lukijo terpana, benarkah yang baru Ia dengar daru seorang Gayatri. dengan keras Ia pun merebahkan tubuhnya menatap langit atap angkringan menyinarinya dengan lampu senternya meski telah tergantung lampu listrik di atasnya. Namun seolah ingin mencari terang di antara terang atau tengah mengusir lirih yang mulai mengalir di denyut jantungnya. sekilas sebuah wajah kian terukir di antara sinar.
Lukijo mesem memejamkan matanya, menikmati suara debur dan angin yang syahdu mengalun.
angannya seperti mencuat entah kemana hanya kata MUNGKIN yang kini tengah berkumandang di jagad hatinya.
****

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience