19

Romance Series 1927

"Uang pas saja Bu, belum ada kembalianya."
Lukijo dengan mesem kepada wanita di depanya yang memberikan uang membeli gorengan.
"tidak ada jo..?
dengan memeriksa dompetnya.
Lukijo melihat warung yang tidak jauh dari tempatnya mangkal, terlihat tutup.
"Begini saja jo, nanti sepulang menjemput anak aku hampirin lagi."
dengan melihat jam di tanganya.
"Anakku lagi les Jo."
jelasnya lagi.
"Iya tidak apa-apa Bu.."
Mesem Lukijo. kepada wanita yang sudah sangat Ia kenal. masih family dari yang empunya Kontrakan.
Wanita tersebut langsung naik kembali ke motornya dengan tersenyum, meninggalkan lukijo dengan terikan knalpot 2 Taknya.
Lukijo pun kembali duduk di bangku kayu, masih mesem memperhatikan. Samsul belum datang mengantarkan anak dan istrinya ke rumah mertuanya, untuk sementara Ia pun harus menunggu dagangan sendiri. Sudah hampir 5 bulan lamanya Ia ikut Samsul, setidaknya sekarang Ia sudah terbiasa dengan pekerjaanya.
Hari-Hari yang di lalui selama beberapa bulan, Ia habiskan berdagang bersama Samsul. Hari-hari penuh pengalaman baginya dan hari-hari yang penuh dengan rindu ke pada seseorang yang Ia pun kini tidak tahu kabarnya lagi.
Lukijo menoleh sinar senja yang ada di belakangnya, lalu kembali menatap jalan yang ramai orang bersepeda motor mengisi senja. Matanya tertuju pada seorang wanita yang baru saja lewat. Wajahnya tertunduk, wajah Gayatri terbesit di benaknya, kembali melihat wanita yang berjalan kian jauh. Rambut yang terurai, mengingatkanya kepada Gayatri.
Lukijo mengusap keningnya perlahan, Mengusap rindu yang terasa menggores sukmanya. Hanya nama yang mampu terucap di hati, untuk menemui Gayatri sepertinya itu tiada mungkin baginya, dan Gayatri pun pastinya tidak tahu keberadaanya. Kembali mengusap keningnya, Apakah Ia akan bertemu dengan Gayatri kembali? akan kan Gayatri rindu padanya? jika pun iya, adakah waktu untuk membasuh rindu di hati. Dimanakah rindu bisa di pertemukan?
Suara-suara di hati semakin mengusik pikiranya.
Lukijo mesem perlahan, mengusir resah yang selalu muncul setiap kali memikirkan Gayatri.
Cinta yang kini tersimpan rapih, cinta yang akan selalu Ia sanjung dan di junjung sepenuh hati, yang di saat malam hanya bisa berharap meski nanti cinta di hati bukan lah miliknya, mungkin takdir bisa mempertemukanya untuk yang terakhir kali, Untuk melihat wajahnya, senyumnya, Tawanya dan setiap keindahan dari sinar matanya, Untuk menjabat tanganya dalam urai halus rambutnya.
Lukijo menggores tanah dengan sandalnya mengusir kebimbangan dalam hati.

"Bang! Gorengan! Sepuluh ribu, campur!"

Lukijo menoleh kaget, Dua orang pemuda tanggung berdiri di depan gerobak. Ia pun mesem mendekati, dengan lamgsung membungkus satu persatu gorengan yang berada di nampan seng.

"Dia tidak bakalan datang!"

Ucap salah seorang ke pada temanya.

"percuma! jangan mimpi!"
Ucapnya lagi.
"Pacarmu orang berada! kita ini apa!?"

Lukijo mesem memberikan gorengan yang sudah Ia bungkus. Salah seorang memberikan uang kepadanya. keduanya pun langsung pergi dengan ocehan dari sala atu temanya.
Lukijo kembali duduk perlahan, menatapi ke dua pemuda tanggung yang baru pergi.
Seperti ada yang mengiang di telinganya, sepertinya kedua pemuda tadi tengah membicarakan kekasih dari sala satu diantaranya, dan seperti sebuah teguran juga bagi dirinya. Terkadang jika Ia ingat atau berkaca pada dirinya, seketika muncul pikiran dan pertanyaan yang merusak hati. seperti,untuk apa Gayatri mencarinya? untuk apa Gayatri mempertahankan cinta dari orang seperti diriya? tiada yang bisa di harapkan! tiada yang bisa di banggakan,! Terkadang pula Ia ingin menghapus harapanya, menghapus bayang wajah dengan cara apapun yang Ia mampu, karena Ia merasa semua tidaklah mungkin untuk bersama, tiada mungkin akan bersatu. Namun jika Ia mengingat kembali Perasaan yang di berikan Gayatri senyum harapan selalu bertahan di hatinya.

"Jo!"

Lukijo menoleh cepat. Mesem lalu segera menghampiri wanita yang membonceng anaknya.

"Ini uangnya."

Lukijo mesem mengangguk dengan menerima Uang yang di berikan.

"susah juga mencari tukaran uang?"
"Iya sudah jo."

"Iya Bu... Terimakasih."
Sahut Lukijo pelan.
kembali suara knalpot 2tak terdengar seiring laju pelan meninggalkan Lukijo. Lukijo mesem memperhatikan.
Senja semakin menipis, kelam pun terlihat di kejahuan. Lukijo mesem lebar, sebuah motor dengan seorang yang di bonceng tengah menarik gerobak memberi klakson padanya dengan tertawa kecil, sepertinya mereka telat untuk membuka daganganya.
perlahan duduk kembali menanti kelam dan pelanggan.
Desir yang berhembus mulai terasa mengusik kulitnya, Samsul pun belum terlihat datang.
Harum dari farpum yang lewat dari pengendara motor membuatnya kembali teringat Gayatri.
Begitu harum saat di peluknya, begitu harum saat membelainya, begitu harum hingga membekas di relung angan.
lukijo mesem getir menahan lirih pilu yang mulai merambati batinya, seperti bulu-bulu yang Ia biarkan tumbuh di dagu kanan dan kirinya hingga mendekati telinganya.
"Gaya..sayang, adakah keberanian diri ini untuk menemuimu.?"
lirih hatinya dengan kembali mengusap keningnya.
"Aku rindu sekali padamu,"
"kapankah waktu mempertemukan kita,?"
"atau sama seperti dulu, waktu tiada pernah berpihak padaku."
Debar di hati seakan merejam merambat sampai ke kelopak mata. Begitu sulitnya melangkah melawan hati yang lemah, keinginan yang ada, keinginan untuk menemui seorang kekasih hati, namun apalah daya melawan restu yang bukan untuknya, benar-benar laksana mencintai seorang Putri di masa lalu.
Lukijo menghela nafasnya pelan, Ia pun bukan seorang pendekar atau ksatria Ia hanya Rakyat biasa berlumur peluh dan dahaga. Prasasti cinta hanya tertanam di lubuk hati, dengan aksara rindu bertinta air mata yang mampu Ia buat, dari setiap langkahnya. Candi-candi megah tiada akan pernah berdiri di tanah yang menghijau, tiada yang mampu dipersembahkan, apalagi mahkota kebesaran.
lukijo mengusap kembali keningnya.
Menatap kelam yang menjejali di sekelilingnya hanya lampu listrik yang tersambung ke Aki cukup menerangi gerobaknya.
Samsul pun belum nampak terlihat olehnya.
segera berdiri saat beberapa orang menghampiri di depan gerobaknya.
Segera membungkus gorengan setelah mendengar salah seorang berbicara. Sejenak lamunannya terusir terbungkus kesibukan tanganya meraup keping-keping yang membisu.
Malam terus bergulir, pencari makan pun kian bergulir. sejenak rindu bersembunyi di bibir-bibir pembeli dengan berbagai macam keinginan.

"Mas oncom semua."

Lukijo tersenyum geli di hati, mengangguk dengan menerima bebebara uang kertas bernilai 30 ribu Rupiah dari seorang lelaki bertubuh gempal duduk di bangkunya.

"Biasanya aku beli oncom mentah untuk di goreng sendiri,"
"Cuma...., tukang oncomnya tadi tidak jualan."

Lukijo hanya mesem mengangguk, saat suara si gempal di dekatnya dengan mengambil oncom goreng.

"Makasih Mas..."

Lukijo kembali mesem mengangguk, si gempal dengan mulut berminyak mengunyah oncom bergeggas pergi setelah menerima satu kantong plastik oncom goreng yang di pintanya.

Lukijo menghela nafasnya melihat jalan yang gelap, tidak ada tanda-tanda kemunculan Samsul. Perlahan duduk kembali, menatap lampu di depan gerobak.
Mungkin matanya tengah menatap, namun hati dan pikiranya tertuju pada wajah Gayatri.
Dan ternyata memang Ia tidak bisa melakukan apa-apa, hanya bisa merindukan. Mungkin tubuhnya bekerja, namun pikiranya begitu sibuk menemukan keberadaan Gayatri.
mereka-reka tentang apa yang Gayatri rasakan, Apakah Gayatri merindukanya pula? atau sebaliknya?
Resah, gelisah, tidak tenang seakan menyelimuti kemelut di dalam diri dan benak.
Kembali menundukan kepalanya,menyandarkan letih rasa di hati, menyandarkan semua rintih hati , meski sebuah nama tetap terucap di dalam hati.
*****

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience