"Jadi lo di minyak juga, bro?" ujar Reyhan yang sedang mengobrol dengan Jiro di dalam cafe.
"Iya, bang.. ONWJ." Maksudnya di lepas pantai Jawa.
Reyhan bersiul. "Gimana? Betah?"
"Betah.. Duitnya gede.."
Mereka tertawa mendengar komentar itu.
"Jadi sekali berapa ketemu Fitri?" jiwa kepo Reyhan muncul ke permukaan. Jadwal mereka biasanya 12 hari di laut, 12 hari di darat. Lumayan lama waktu liburnya.
"Tiap kali libur. Biasanya pulang dulu ke rumah ibu, habis itu lanjut ke Jakarta.. Di sini pun gak lama. Paling tiga atau empat hari."
Reyhan menganggukkan kepalanya. Salut dengan lelaki yang lebih muda dua tahun darinya ini, yang lebih mendahulukan ibunya dibandingkan pacarnya.
"Abang ini yang dulu jadi musuhnya Rania, bukan?"
Reyhan tersentak menatap kepada Jiro. "Ha?"
"Dulu Rania punya musuh, namanya Reyhan."
"Tau darimana?"
"Fitri." jawab Jiro. "Dulu kan dia pernah ke Bogor, tapi dia bilang gak sempat ketemu sama yang namanya Reyhan yang jadi musuh bebuyutan Rania.."
Sontak kepala Reyhan terangkat ke atas saat dia mengeluarkan tawa. Tubuhnya berguncang karena geli.
"Fitri bilang gitu?"
"Iya, makanya gue penasaran, Bang. Karena namanya sama." Jiro menyahut sambil nyengir.
"Jadi katanya gue ini musuh bebuyutan ya."
"Dulu.. Kayaknya sekarang enggak lagi deh." Jiro tertawa jahil.
Reyhan hanya tersenyum mendengar pernyataan Jiro.
*******
"Begitu kah, Rania? Penampilan memukau yang kamu pamerkan sekarang ini untuk saya?" lelaki itu mengulang pertanyaannya ketika tidak mendapat jawaban dari gadis anggun di depannya.
Rania menghembuskan nafasnya yang sempat tertahan. "Pak Erick.. Apa kabar?"
"Masih blum sembuh.. Sudah dua tahun.." jawab Pak Erick dengan suara datar.
Rania jadi gelagapan. Pak Erick inilah pejabat dari kantor pusat yang mengejarnya dulu. Dia tidak menyangka Pak Erick masih mengungkit kejadian lama mereka. Selama dua tahun ini dia terbebas dari gangguan Pak Erick dianggapnya bahwa Pak Erick mengerti dengan permintaannya dulu.
"Saya minta maaf, Pak.." tulus suara Rania.
Pak Erick mendengus. "Basi!" ujarnya. "Mana ngerti kamu dengan apa yang aku rasakan.."
Seolah tidak percaya dengan apa yang didengarnya, alis Rania sedikit berkerut. "Kita sudah pernah membahas ini sebelumnya. Bapak bilang bapak mengerti dengan maksud saya.." balas Rania dengan tegang.
"Ternyata semua itu tidak semudah mengucapkannya.." sinis jawaban dari Pak Erick.
"Saya permisi dulu.." ucap Rania cepat. Dia tidak ingin berlama-lama lagi di dekat Pak Erick. Tetapi baru saja berjalan, Pak Erick dengan tiba-tiba menahan tangannya.
"Aku mendengar selentingan kabar mengenai kamu, Rania.." tatapan tajam Pak Erick menikam manik mata Rania. "Aku mau ngobrol sama kamu. Di luar.."
Rania menarik pergelangan tangannya dari cengkeraman Pak Erick, tapi tidak berhasil. "Tidak ada lagi yang perlu dibicarakan.." balasnya dengan tegas. "Saya sudah dengan jelas mengatakannya waktu itu.."
Bibir Pak Erick tegang menahan marah. "Kamu kalo gak mau lagi diganggu, sebaiknya ikut aku keluar.." bisiknya mengancam.
"Saya gak mau..!" mata Rania melotot membalas tatapan Pak Erik.
"Aku simpulkan kamu memang suka perhatian yang aku berikan.. Baik!" Pak Erick tersenyum sinis.
"Bapak mau membicarakan apa lagi?"
"Banyak hal.. Ayo keluar.." Pak Erick membalikkan badannya menuju pintu keluar dengan sedikit menarik tangan Rania.
*******
Fitri memperhatikan sekeliling sambil matanya liar mencari Rania. Dia bermaksud mau berpamitan. Tadi sekilas dilihatnya Rania mengobrol dengan anak-anak dari cabang lain. Tapi sekarang gadis itu tidak kelihatan lagi di sana.
"Lan, lo liat Rania gak sih?" Fitri mencolek lengan Lani diantara kursi kosong milik Rania.
"Ambil dessert.." balasnya sambil kembali mengobrol dengan teman di sampingnya.
Dipanjangkannya leher melihat ke arah meja tempat makanan dihidangkan. Saking ramainya undangan untuk acara ini, manajemen hotel mendirikan tiga spot pengambilan makanan dan minuman, termasuk untuk camilan dan makanan penutup. Fitri mengarahkan pandangannya ke spot yang terdekat dari tempat mereka duduk. Rania tidak kelihatan. Begitu juga di dua spot yang masing-masing berada di bagian samping ruangan
Fitri berdiri menghampiri meja tempat Rania mengobrol tadi. Mereka memiberitahu kemana arah yang dituju oleh Rania. Dilayangkannya pandangan ke arah meja makanan yang bersusun rapi di samping kanan ruangan, tetapi masih tidak menemukan sosok Rania.
"Gimana? Ketemu?" tanya Lani setelah Fitri kembali ke meja mereka.
Fitri menggeleng.
"Mungkin lagi ke toilet, Fit.."
Fitri mengangguk. "Iya mungkin.."
"Emang kenapa cari Rania? Apa gak bosen liat Nia di kantor juga, trus di rumah juga."
"Gue mau balik duluan."
"Kenapa? Lo sakit, Fit?"
"Enggak, gue ditungguin Jiro.."
"Hmm, yang mau malam mingguan.."
Fitri mencibirkan bibirnya.
"Ya udah lo balik aja, ntar gue kasih tau Rania.."
"Gakpapa. Gue tunggu sepuluh menit lagi deh.."
Lani menganggukkan kepalanya dan spontan matanya ikut mencari sosok Rania yang tidak kelihatan di ruangan itu.
"Fitri!" Lani mencengkeram pergelangan tangan Fitri dengan kuat.
"Apa?"
"Pak Erick ga ada di sana.." bisik Lani, tapi cukup didengar oleh Fitri.
*******
Rania terperangkap dalam lengan kokoh Pak Erick di tangga darurat. Ditatapnya Pak Erick dengan wajah penuh ketakutan sambil tangannya mencoba berulang kali melepaskan lengan yang mengurungnya.
"Aku denger kamu sekarang udah punya kekasih, hmm Rania?!" bentak Pak Erick.
"Jawab!!" Lelaki itu memukul dinding di samping kepala Rania dengan kuat.
Rania mengangguk dengan dengan cepat. Dia menutup matanya melihat tatapan tajam dan bengis lelaki itu. Tangannya berusaha mendorong Pak Erick, tetapi lelaki itu tetap bergeming di depannya. Pak Erick kemudian mendekatkan wajahnya ingin memagut bibir Rania, tapi gadis itu menolaknya dengan menelengkan kepalanya.
"Jangan…" ujar Rania gemetar. "Saya mau kembali ke dalam.." Wajahnya memohon simpati dari lelaki itu.
Pak Erick sepertinya sudah tidak peduli lagi, dicengkeramnya rahang Rania dengan kasar sambil mengeluarkan ancaman.
"Jangan coba-coba menghindar kalo gak ingin dapat lebih dari ini!"
Rania menatap wajah Pak Erick yang semakin mendekat. Cengkeraman kuat di rahangnya membuatnya tidak bisa menghindar. Dengan cepat bibir Pak Erick memagut bibirnya dengan paksa.
Tubuh Rania memberontak ketika Pak Erick mencoba memaksanya membuka mulut. Dipukulnya dada Pak Erick berulang kali tetapi tidak membuat pertahanan lelaki itu goyah.
"Tolong…" pinta Rania ketika akhirnya Pak Erick berhasil memaksa mulut Rania untuk terbuka.
Air mata Rania merembes dengan laju ketika merasakan bibir lelaki itu menguasainya. Pak Erick seperti sudah dirasuki dan tidak peduli dengan teriakan Rania.
Tangan Rania mencoba mencakar wajah Pak Erick, tapi yang terjadi kemudian adalah Pak Erick menahan kedua tangannya dengan cepat lalu tubuh lelaki itu menghimpit tubuh Rania ke dinding. Rania makin ketakutan ketika tidak bisa lagi mempertahankan dirinya. Saat ini dia hanya bisa pasrah dengan perlakuan menjijikkan lelaki di depannya ini.
Sejurus kemudian Rania merasakan tubuh Pak Erick tersentak menjauhinya. Dia terkejut lalu merapatkan tubuh ke dinding ketika melihat tubuh Pak Erick yang sudah terhempas ke lantai. Rania yang tengah panik mengeluarkan suaranya untuk meminta pertolongan. Lalu sekali lagi dilihatnya tubuh Pak Erick ditarik oleh seseorang yang berada di belakang lelaki itu.
Rania mengangkat kepalanya dan dilihatnya Reyhan menarik kasar tubuh Pak Erick. Air mata kelegaan mengalir deras di pipinya melihat Reyhan sekarang berada di sini. Reyhan datang menolongnya!
Mimik wajah Reyhan keras ketika melihat keadaan Rania yang sudah kusut di tepi dinding. Gadis itu duduk meringkuk bersandar ke dinding. Air matanya merembes ketika menatap Reyhan.
Reyhan mencengkeram kerah baju Pak Erick, dilayangkannya tinjunya ke wajah Pak Erick dengan keras sehingga membuat lelaki kurang ajar itu terhuyung ke belakang.
"Keparat! Lo apain Rania, ha?!" hardik Reyhan dengan tajam.
Pak Erick meluruskan badannya, sejurus kemudian lelaki itu tertawa melihat kemarahan yang terpancar di wajah penolong Rania.
"Jadi elo lelaki itu?" ujarnya dengan sinis.
"Iya! Gue lelaki itu. Kenapa?!"
"Rania, lelaki seperti ini yang kamu jadikan kekasih? Barbar dan gak selevel dengan kecantikan kamu.." Pak Erick menatap Rania dengan penuh kebencian. Tawa sinis dibuat-buat menghiasi wajahnya.
Rania bersandar di dinding sambil memeluk tubuhnya. Benci melihat lelaki jahanam itu berbicara kepadanya.
Reyhan kembali menghampiri Pak Erick dan sekali lagi menghadiahi pukulan di wajah lelaki itu sampai tersungkur di lantai.
"Dasar lelaki tak berguna!" ujarnya.
"Gue udah merasakan bibirnya, bro.." kekeh Pak Eick. "Rasanya enak.."
Reyhan menyerbu dan mencengeram kerah baju Pak Erick. Dilayangkannya tamparan kuat di pipi lelaki itu. Kepala Pak Erick sampai tersentak ke samping. Sepertinya tamparan Reyhan mengenai bibir Pak Erick. Terlihat darah segar mengalir di susut bibirnya.
Pada saat Reyhan kembali akan memukul, gerakannya dihentikan oleh seseorang. Rania berdiri di belakangnya sambil menggelengkan kepala.
"Cukup.." isaknya.
Dengan cepat Reyhan berdiri lalu merangkul Rania. Disusupkannya tubuh gadis itu ke dalam pelukannya. Rania melingkarkan tangannya di tubuh Reyhan sambil menangis terisak-isak.
"Pergi lo sekarang.." ujar Reyhan dengan bibir terkatup.
Pak Erick bergeming membalas tatapan Reyhan dengan tajam. Seakan tidak terima diusir pergi. Memang bebal sepertinya lelaki itu.
"Ingat.., Rania milik gue! Dan gue gak akan membiarkan siapa pun mengganggunya.." suara peringatan dari Reyhan terdengar dengan jelas.
"Pergi lo sekarang sebelum gue laporkan!"
Pak Erick mengepalkan tangannya, matanya dipenuhi kemarahan melihat Rania yang berada dalam pelukan lelaki itu.
"Pergi!" usir Reyhan dengan tatapan mengancam.
Sadar merasa sudah kalah, Pak Erick berlari meninggalkan tempat itu dengan menuruni tangga darurat.
Tubuh Rania bergetar di dalam dekapan Reyhan. Air mata ketakutan masih menguasainya saat ini. Dicengkeramnya baju Reyhan sambil mengangkat kepalanya.
"Shh.. Sudah, jangan menangis lagi.. Aku ada di sini.." Reyhan menenangkan Rania. "Dia gak akan berani lagi mengganggu kamu.. Aku janji."
"Aku jijik.., jijik dengan yang barusan.." tangis Rania pecah.
Reyhan mengatupkan rahangnya dengan keras lalu ditatapnya wajah pilu Rania dengan tajam. Amarah menguasainya mengingat lelaki keparat tadi yang sudah melecehkan Rania.
Isakan Rania terhenti ketika dia merasakan bibir Reyhan menyentuh bibirnya. Matanya melebar sambil mencoba mendorong tubuh Reyhan.
"Rey.!" suara protes Rania berhasil keluar.
"Aku akan menghapus jejak lelaki tadi!" desis suara Reyhan penuh tekad. Kemarahan tertahan ditenggorokannya.
Reyhan menciumnya dengan lembut tapi penuh tekanan posesif. Rania mengurungkan niatnya menjauhkan diri dari lelaki itu karena kelembutan bibir Reyhan yang menari di bibirnya membuatnya tenang..
Reyhan merasakan bibir Rania melembut dan tubuhnya yang tadi gemetar mulai lemas. Diperdalamnya ciuman itu hingga membuat Rania bersandar pasrah kepadanya.
Beberapa saat kemudian Reyhan melepaskan bibirnya dari bibir Rania. Ditatapnya mata gadis itu yang memandangnya dengan penuh kebingungan. Dengan malu Rania kemudian mengalihkan matanya menghindari tatapan lelaki itu.
"Nia, kamu baik-baik aja?" bisik Reyhan pelan. Dialihkannnya wajah gadis itu menghadapnya ketika Rania tidak menjawab.
"Rey…"
"Hmm.." Reyhan menghapus sisa air mata yang menempel di wajah Rania.
"Ayo kita menikah…"
Gerakan tangan Reyhan terhenti di pipi lembut Rania. Matanya lebar menatap gadis itu. Dia terpaku.
"Aku gak denger.. Coba bilang sekali lagi.." desak suara Reyhan. Tangannya menangkup wajah Rania dengan tegang.
Rania menarik nafasnya dengan cepat sebelum keberaniannya hilang. "Reyhan, kamu mau menikah dengan aku?"
Share this novel