PC.15 Hadiah Pertama

Romance Series 17947

Reyhan dan Rania  berjalan menuju area parkir setelah menyelesaikan sholat Maghrib di lantai atas mall. Sebelum pulang Reyhan mengajaknya makan malam. 

"Kamu gak alergi makan malam, kan, yank?"

"Kenapa?"

"Biasanya perempuan langsing  kan suka males makan malem.. Takut gemuk, katanya.." jelas Reyhan.

"Kamu ngarang, gak semuanya kayak gitu kok.."

"Kalo gitu kita makan dulu ya sebelum pulang?"

"Boleh.."

"Kamu mau makan dimana?"

"Gimana kalo makan sate ayam? Di deket rumahku ada sate ayam yang enak banget.." ujar Rania.

Reyhan mengacungkan jempolnya. "Kasih tau tempatnya nanti.."

Kios yang menjual sate ayam dan sate kambing itu tidak besar. Hanya memuat beberapa meja saja, tetapi pengunjungnya ramai. Mereka duduk berhadapan di bagian dalam bersebelahan dengan dinding, karena di ujung luar meja itu sudah diduduki orang lain.

"Rame juga ya, walopun tempatnya kecil aja.." ujar Reyhan.

"Iya, tempat ini memang rame.. Lokasinya strategis sih, banyak perumahan trus banyak pegawai dan anak kuliahan yang tinggal di dekat sini.."

"Iya ya, di belakang sini ada kampus trus ke depan lagi udah area perkantoran.."

Rania mengangguk. "Bener.. Makanya aku tuh sama Sherly dan Fitri suka jajan di sini. Selain deket rumah, rasa satenya juga enak banget.."

Sate di tempat ini memang dibumbui meresap sampai ke dalam daging dan kuah kacangnya sangat gurih. Selain itu yang menambah juara adalah mereka tidak pelit memberikan acar timun dan nenas kepada pembeli.

"Kalian suka wisata kuliner ya?"

"He-eh."

"Kapan-kapan boleh lah ajak aku kalo mau wisata kulineran lagi..." sahut Reyhan

Rania mengangkat keningnya heran. "Kenapa?"

"Karena aku juga suka makan.." jawab Reyhan.

"Lah, ntar cuma kamu sendiri yang laki-laki. Emang mau?"

"Gakpapa, yang penting kan ada kamunya.. Biar sekalian aku yang jadi supirnya.."

Rania mencibirkan bibirnya. "Memang playboy.." katanya.

"Playboy? Aku maksudnya?"

"Yaelah, yang gak ngaku gonta ganti perempuan.."

Pelayan datang tepat ketika Reyhan akan berbicara. Dia diam dan menunggu pelayan itu selesai meletakkan makanan mereka di atas meja.

"Kamu ngintip aku, yank?" Reyhan nyengir melihat wajah cemberut Rania.

"Mana ada aku ngintip?!" wajah Rania jadi merah.

"Terus tau darimana?"

"Ya, aku liat sendiri lah."

"Liat dimana? Kenapa gak panggil aku sih? Kan bisa aku kenalin ke mereka.." sahut Reyhan gembira.

"Pasti mau pamer kan?"

"Aku kan gak suka pamer.."

"Terus kenapa mau kenalin aku ke mereka? Kalo bukan pamer namanya?" tuduh Rania 

"Iya, iya maaf.. Aku memang mau pamer.."

"Nah kan?!" Rania mengangkat jari telunjuknya karena menebak dengan benar.

"Denger dulu.. Tapi aku mau pamernya sama mereka, yank.. Kalo dulu kamu samperin, pasti aku kenalin ke mereka kalo kamu ini calon aku.."

Mata Rania terbelalak setelah melihat Reyhan yang dengan santai memakan satenya. Lelaki di depannya ini menayangkan wajah dengan senyum segaris.

"Gak percaya..!" kata Rania. Ditusuknya lontong di dalam piring dengan keras, kesal dipermainkan lelaki itu.

"Dari dulu kamu memang gak percaya sama aku.." sahut Reyhan. Ditatapnya mata Rania dalam-dalam.

"Karna kamu suka banget becandain aku.."

Reyhan tersenyum tipis. "Karna kamu memang enak buat digangguin.. Wajah sebelnya itu lho, bikin nagih pengen liat lagi.."

"Reyhan! Kamu jahat banget..!"

Reyhan sempat menghidar dari cubitan maut Rania. Wajah kesal Rania membuatnya tertawa semakin lebar.

"Nah iya, wajah kamu kayak sekarang ini yank, aku suka banget liatnya.. Menggemaskan..!"

"Yah, kalo kamu bahagia, aku bisa apa? Senggaknya masih bisa membuat kamu ketawa.." sindir Rania sebal.

"Nanti giliran kamu yang akan aku bahagiakan. Mau kan, Nia?"

"Memangnya playboy bisa setia?"

"Aku gak tau dengan playboy yang lain, tapi kalo playboy yang satu ini memang setia.." Reyhan menunjuk dirinya sendiri.

Rania terdiam mendengar keseriusan dalam ucapan Reyhan. Dia tidak tau harus merespon seperti apa. Kesudahannya mereka saling tatap dan pernyataan itu menguap begitu saja. Rania mencari tanda-tanda keseriusan dari wajah lelaki itu. Sedangkan Reyhan menunggu sebentuk rasa kepercayaan untuk dirinya dari gadis itu.

"Jadi gimana, yank? Mau gak?"

"Mau apa?" ujar Rania dengan gugup.

"Aku yang akan bahagiain kamu. Kamu terima gak?"

"Rey, kita lagi di tempat ramai.. Jangan sekarang.."

Raut ketegangan muncul di wajah Reyhan. "Kalo gitu ayo pergi ke tempat lain.."

"Rey, jangan..! Tunggu dulu.." ujar Rania sambil menyambar pergelangan tangan Reyhan. "Beri aku waktu, bisa kan?"

"Berapa lama?"

Rania menggeleng.

"Kamu menunggu apa sekarang ini? Kalo rasa cinta yang belum tumbuh yang membuatmu meminta waktu, lebih baik katakan sekarang. Biar kupersiapkan diriku menunggu kamu lebih lama lagi.." suara Reyhan menyahut dengan tegas

Rania menggenggam tangan Reyhan cukup erat seakan meminta kekuatan. Ditatapnya Reyhan dengan bersungguh-sungguh.

"Rey, beri aku waktu untuk memantapkan hatiku dulu.. Aku gak mau nanti kamu jadi korban perasaan gara-gara aku. Rasa sayang dan rasa cinta bisa tumbuh seiring dengan berjalannya waktu. Tapi aku ingin meyakinkan hatiku ini Rey, agar nantinya tidak ada rasa kecewa yang akan timbul diantara kita..."

Mata Rania bergerak meneliti wajah lelaki di depannya. Menanti reaksi yang akan timbul setelah mendengar penjelasannya. Tapi Reyhan tidak berkata apa-apa, hanya tatapannya yang masih terpaku menatap Rania.

Reyhan gantian menggenggam tangan Rania, dielusnya punggung tangan gadis itu. "Aku minta maaf, Nia.." katanya.

Rania yang keheranan mengangkat kedua alisnya.

"Aku minta maaf karena terlalu mendesak.. Kupikir aku akan bisa bersabar beberapa saat lagi, tapi ternyata aku salah.. Aku gak menyangka jika ternyata kesabaranku akan menguap begitu saja setelah kita jadi dekat begini..."

"Aku juga minta maaf, Rey.. Membuat kamu menunggu.."

"Gakpapa.. Kamu pantas untuk diperjuangkan.." Reyhan nyengir. "Ambil waktu yang kamu perlukan.. Jika tiba saatnya, datang ke aku dengan keadaan hati kamu yang udah siap dan mantap.."

Rania menekan tangan Reyhan sambil mengangguk. "Makasih, Rey.."

"Sama-sama.. Udah, makan satenya, aku udah mau nambah nih.."

Rania tertawa. "Enak kan?"

"He-eh.. Kamu mau nambah, yank?" tanya Reyhan.

"Enggak, kamu aja.." Rania menolak.

Tapi ternyata Rania ikut menghabiskan sepertiga porsi sate kambing itu. Reyhan tadi memaksanya memakan bersama. Awalnya lelaki itu hanya menyodorkan sate ke depan wajahnya.

"Coba lah.." ujarnya.

"Awas ya, jangan ngiler sate kambing nanti malam.." Reyhan berkata setelah melihat penolakan gadis itu.

Sate kambing yang ada di hadapannya memang menggugah selera. Kuah kacangnya yang gurih, bumbu yang meresap sampai ke dalam, ditambah acar timun dan nenas yang membuat ketagihan, membuat dia yang sudah menghabiskan satu porsi besar sate akhirnya menggigit sate yang disodorkan Reyhan.

"Mau lontongnya juga?"

Rania mengiyakan. Lelaki itu menyodorkan tusukan lontong kepadanya. Dan pada akhirnya Rania kekenyangan

*******

"Rey..!" satu suara wanita melambai ke arah Reyhan. "Di sini.." ujarnya.

"Hey, udah lama nunggu?" tanya Reyhan sambil mengangkat alis.

Wanita itu cemberut. "Hampir setengah jam.. Kamu dari mana aja?"

"Sori, tadi aku sibuk.."

Tatapan tajam wanita itu menikam wajah Reyhan. Seperti ada yang disembunyikan lelaki itu darinya.

"Kenapa natap gue kayak gitu? Ngeri tau.." Reyhan nyengir.

"Kamu sembunyiin sesuatu dari aku.."

"Sok tau.."

"Ya tau lah.. Kencan sama siapa tadi? Wajahnya keliatan bahagia banget.."

Reyhan terdiam. Apakah memang terlihat wajah bahagianya?

"Oh ya?"

"He-eh.."

Reyhan nyengir.

"Pantesan telat ke sini, rupanya habis kencan. Sama siapa lagi kali ini?" tanya wanita itu sambil mencibir.

"Gara-gara kamu juga kencanku jadi keganggu.." Reyhan tidak menjawab pertanyaan wanita itu.

Wanita itu tertawa. Hilang rasa kesalnya gara-gara kelamaan menunggu kedatangan lelaki itu barusan.

"Cerita lah.."

"Cerita apa?"

"Target baru ini.. Udah lama aku gak denger cerita perempuan-perempuan yang deket sama kamu, Rey.."

"Kita di sini gak lagi bahas aku.. Tapi kamu yang akan cerita.. Ada apa lagi kali ini, Fel?"

Wajah Feli berubah muram. Ditariknya nafas dalam-dalam sebelum sebelum dia mulai menceritakan masalahnya.

*******

Siang itu agak mendung sehingga membuat orang malas untuk keluar. Begitu pun dengan Rania yang menolak ajakan teman kantornya untuk makan siang di luar. Dia hanya menitip minta dibelikan makanan agar bisa menyelesaikan sisa pekerjaannya yang sedang menumpuk.

Ponselnya berbunyi ketika dia sedang serius mengecek invoice yang bertumpuk di atas meja kerjanya. Diperiksanya nama pemanggil. Reyhan.

"Nia, aku di bawah.. Ayok makan siang bareng.." ujar Reyhan setelah menjawab salam gadis itu.

Rania mengeluh melihat tumpukan berkas di atas meja. Bakalan lembur deh hari ini, gumamnya dalam hati.

Reyhan mengajaknya makan siang di Sendok Garpu, tempat lelaki itu menghampirinya dulu.

"Kenapa ke sini?"

"Katanya makanannya enak.."

Rania mencibir sembari membuka pintu mobil. "Ayuk turun."

Restoran prasmanan itu sedang ramai dikunjungi pelanggan. Rupanya cuaca mendung tidak menghalangi orang untuk keluar mencari makanan. Rania dan Reyhan sedang mengantri untuk mengambil makanan ketika tiba-tiba seorang pelayan restoran yang berjalan cepat ke arah mereka tergelincir di sebelah Rania. Rania terkejut, dan tubuhnya oleng mencoba mencari pegangan.

Seketika tangan Reyhan menyambutnya dari belakang. Punggung Rania tersandar di dada bidang lelaki itu. Satu tangan lelaki itu memegang lengannya sedangkan tangan yang satu lagi melingkari pinggangnya. Spontan Rania menatap Reyhan dari balik bahunya. Reyhan balik menatapnya tidak bersuara.

Mata-mata mulai memandang mereka. Dan pelayan yang terjatuh tadi buru-buru meminta maaf. Dengan wajah merah menahan malu dilepaskannya lengan Reyhan dari pinggangnya. 

"Hati-hati.." bisik lelaki itu sebelum melepaskan tangannya.

Rania segera mengambil piring lalu mengisi lauk kegemarannya ke dalam piring itu. Dia ingin segera beredar agar tidak diperhatikan lagi. Reyhan yang paham akan situasi itu juga segera mengambil makanan.

Awalnya mereka makan dengan kikuk sebelum akhirnya menertawakan kejadian tadi. Reyhan menambah dengan cerita lucu untuk mengusir rasa malu Rania. Sampai akhirnya Rania mulai rileks dan melupakan kejadian barusan.

"Oiya, aku ada sesuatu untuk kamu.." ujar Reyhan ketika mereka sudah sampai di depan kantor gadis itu

"Apa?"

"Hadiah.."

Rania terkejut dengan senyum ragu. "Hadiah? Hadiah apa?"

Reyhan mengambil sesuatu dari tempat duduk belakang. Diulurkannya sebuah kantong dari merek sepatu terkenal.

"Rey..!" Rania terkejut sambil menutup mulutnya.

"Buka lah.."

Senyuman mekar di bibirnya ketika dia membuka kotak sepatu dengan hati-hati. Itu dia! Sepatu Jimmy Choo yang ditaksirnya ada di hadapannya saat ini.

"Kok bisa, Rey?" Rania mendongakkan kepalanya menatap Reyhan.

"Kejutan.."

"Kejutan mulu.. Jangan sampe aku jantungan aja.." Dikeluarkannya salah satu sepatu dari dalam kotak. Diperhatikannya dengan cermat lalu kemudian mengelus sepatu itu dengan tersenyum.

"Kalopun jantungan, yang pasti kejutannya yang bisa buat kamu senang."

"Makasih, Rey.." Rania tersenyum manis kepada Reyhan.

Reyhan mengangguk sambil mengedipkan matanya. "Coba lah."

Dengan cepat dilepasnya sepatu yang sedang dipakainya sebelum mencoba sepatu yang dihadiahkan Reyhan.

"Pas.." Rania tersenyum menatap kedua kakinya yang disarungi sepatu cantik itu. "Cantik gak, Rey?" tanyanya.

Reyhan seakan terhipnotis menatap manisnya senyuman Rania, menjawab dengan spontan. "He-eh, cantik.."

"Reyhan..!" cubitan Rania singgah di lengan lelaki itu. "Sepatunya maksud aku.."

Reyhan nyengir sebelum menatap ke bawah. Sepatu itu terlihat cocok di kaki Rania yang putih langsing. Malah sepatu bertumit runcing itu terlihat lebih menarik setelah terpasang di kaki Rania.

"Cantik banget." jawab Reyhan dengan suara serak.

Mata lelaki itu menatap kaki Rania cukup lama sebelum beralih menatap wajahnya. Rania tersenyum ragu melihat ekspresi yang ditampilkan Reyhan. Tapi kemudian dilihatnya senyuman menghiasi bibir lelaki itu.

"Kamu memang pinter memilih sepatu.." ujar Reyhan dengan memuji.

Rania masih tersenyum ketika menenteng tas sepatu itu menuju ruangannya. Sudah terbayang olehnya akan mengenakan sepatu itu dengan gaun yang sudah disiapkan untuk annual dinner perusahaan. Dengan hati-hati disimpannya tas itu di dalam lemarinya. Dia bersemangat untuk melakukan lembur hari ini, karena sudah ada hadiahnya. Rania tersenyum bahagia.

Bunyi deringan pesan di komputernya terdengar ketika dia baru saja mendekati mejanya. Berkerut dahi mulusnya membaca pesan yang tertera di dalam pop up.

'Tadi ada adegan romantis di Sendok Garpu.. Sayang cuman sebentar.' - Lani

Rania cepat menyambar telepon lalu memencet nomor extension ruangan Lani dengan gemas. Suara tawa menyambut pendengarannya.

"Elo bukannya ke Selera Rasa?!" todong Rania.

"Gak jadi.. Pak Miko ngajak ke Sendok Garpu.."

Rania memejamkan matanya. Malu saat ini tidak bisa diucapkan. Entah berapa ramai kenalannya melihat mereka tadi. Suara tawa Lani belum berhenti sejak tadi, membuat Rania jadi sebal.

"Siapa aja yang lihat?"

"Mbak Corry dan… Pak Bram."

"Pak Miko?"

"Gak lihat, sayang banget ya.." Lani kembali tertawa.

"Elo kan lihat sendiri kalo kejadian tadi gak disengaja.. Gue hampir jatuh kesenggol pelayan di sana.."

"Kalo sengaja pun juga gakpapa kok, Nia.."

"Jangan ngaco..!"

"Kalo lo mau yang gak ngaco, lihat deh wajah Pak Bram tadi. Merah menahan marah.."

Rania kembali memejamkan matanya. Setiap kali mengingat wajah berharap lelaki itu sungguh membuatnya tak tega. Dia akan berterus terang kepada atasannya itu. 

"Awas jangan disebarin ke yang lain kejadian tadi.." ancam Rania. Maklum Lani ini biang gosip.

"Siip.. Untuk yang satu ini gue doakan menjadi.''

"Thanks, Lani.. Tumben lo baik kali ini." sempat Rania menyindir gadis itu.

"Gue liat lo cocok sama dia.. Pacar lo memang ganteng, Nia.." puji Lani.

"Udah ah, gue mau sholat dulu.. Bye!" Rania cepat menutup panggilan sebelum terlanjur diajak bergosip.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience