PC.6 Tunangan?

Romance Series 17947

Mobil Mazda CX-30 warna hitam perlahan-lahan mengikuti Honda Civic yang bergerak meninggalkan daerah perkantoran di belakangnya. Di dalam mobil itu duduk Reyhan yang menggenggam kuat stir mobilnya.

Jelas di penglihatannya Rania memasuki mobil lelaki tadi. Pantasan saja pesannya dari tadi tidak dibalas, ternyata gadis itu memilih pergi dengan teman kantornya.

Reyhan menggertakkan rahangnya menahan emosi yang mulai memuncak. Dia sebal melihat sikap Rania yang dinggapnya cukup kekanak-kanakan. Dicengkeramnya setir dengan kuat untuk meredakan ketegangan.

Tempat yang mereka tuju tidaklah jauh sebenarnya. Tepat di depannya sekarang ini berdiri bangunan restoran yang kelihatan banyak didatangi oleh para pekerja kantoran. Reyhan mematikan mesin kendaraannya, dia mumutuskan untuk tidak keluar dari mobilnya. Dengan postur tubuh yang tegang, lelaki itu kemudian memperhatikan sekitaran parkiran yang luas itu. Matanya sibuk memperhatikan para pengunjung yang berjalan menuju pintu masuk restoran.

Seketika lelaki itu memajukan tubuhnya ke depan, tangan disandarkan di stir mobil. Rania dan temannya muncul di depan kendaraannya sambil berjalan santai memasuki gedung restoran.

Tajam mata Reyhan melihat Rania berjalan beriringan dengan lelaki tadi. Dilihatnya lelaki itu memiringkan badannya setiap kali Rania berbicara. Seakan peduli dengan setiap kalimat yang diucapkan gadis itu.

*******

"Enak banget nih sekalinya Pak Bram ikut, eh kita malah ditraktir." ucap Chika dengan suara bahagia.

"Boleh lah kalo sering-sering ditraktir gini, Pak Bram.." Chika bicara lagi dengan bercanda. Terlihat yang lain menganggukkan kepala menyetujui ucapan gadis itu.

Bram ketawa mendengar ucapan bawahannya itu. Memang dia sengaja ikut dengan mereka hari ini karena dia tau Rania bakal ikut makan siang dengan teman-temannya.

"Bisa tekor dong saya kalo keseringan minta traktir," Bram membalas sambil ketawa. Chika dan yang lain ikut ketawa mendengar jawaban Bram.

"Chika mah gitu, suka gratisan dia.. Yang tekornya ya Pak Bram kalo keseringan mentraktir kita yang rame begini.." Lani ikut bersuara sambil terenyum melihat Bram.

"Ya udah, kalo gitu nanti traktir saya aja ya, Pak Bram." Mbak Corry ikut masuk dalam percakapan itu.

"Eee, Mbak Corry ingat suami di rumah dong.." terdengar suara peringatan dari Chika.

"Gue ingat kok.. Pasti suami gue suka ngeliat gue bisa hemat.." jawab Mba Corry. Ketawanya yang besar membuat mata sipitnya jadi tidak kelihatan. Geli hati dengan kalimat yang dikeluarkan barusan.

"Ihh, dasar mamak satu ini.. Matre!"

"Yaa gimana dong.. Mumpung Pak Bram belom ada yang punya.."

Ramai suara ketawa melirik ke arah Bram. Lelaki itu kelihatan santai dan tersenyum walaupun dijadikan bahan becandaan oleh mereka.

"Tenang Pak Bram, di kantor kita banyak jomblowati.. Pak Bram tinggal pilih aja, mana tau ada yang kecantol." Emir yang dari tadi diam ikut memberi masukan untuk Bram.

"Tuh Fitri jomblo, Pak." mulut Emir maju menunjuk Fitri.

"Ngaco..!" cemberut bibir Fitri membalas ucapan Emir.

"Lah, bukannya bulan lalu udah resmi putus?"

"Siapa bilang?! Dasar suka ngarang."

Mbak Corry tersenyum menatap Fitri. Fitri dan Emir ini bak Tom and Jerry, ada saja hal yang dijadikan sebagai bahan perdebatan mereka. "Gue doakan langgeng terus ya Fit.. Yang penting komitmen dan saling percaya,"

Fitri membalas senyum Mbak Corry dan mengacungkan jempolnya untuk mengucapkan terima kasih. Wajar Mbak Corry menasehatinya, karena Fitri menjalin hubungan jarak jauh. Pacarnya Aziel bekerja di lepas pantai yang membuat mereka jarang bertemu. Awal mula hubungan mereka dulu sering diisi dengan pertengkaran. Komunikasi yang kurang lancar menjadikan hubungan mereka semakin diujung tanduk. Namun akhirnya mereka membincangkan masalah yang timbul dan apa sebenarnya yang mereka harapkan dari hubungan tersebut. Dan ternyata mereka menginginkan hubungan ini berlanjut ke arah yang lebih serius dan memutuskan untuk memperbaiki hubungan itu kembali.

"Yahh, Fitri sold out Pak Bram.. Tapi jangan khawatir, masih ada yang lain."

"Siapa lagi kira-kira, Mir?" tanya Bram tersenyum simpul kepada Emir.

Emir melirikkan matanya ke arah Lani. Lani pula memajukan mulutnya memberi tanda ke arah Rania.

"Ada nih Pak Bram.. Ratu Jomblo.." semangat suara Emir memberi informasi.

"Jangan Mir..!" Fitri memberi peringatan kepada Emir.

"Wah, siapa tuh orangnya Mir?" Bram bertanya dengan tertarik.

Emir menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Serba salah mau menjawab pertanyaan Bram karena dilihatnya Fitri masih melotot ke arahnya.

Rania diam menghirup lemon tea-nya sambil mendengar pembicaraan yang terjalin di meja meraka.

Ya, memang dia diberi gelar 'Ratu Jomblo'.

Gelar itu mulai didengarnya dua tahun lalu ketika dia menolak lelaki hot dari Kantor Pusat. Sebagai salah satu petinggi dari kantor pusat, lelaki itu terlalu sering datang mengunjungi cabangnya semata-mata hanya untuk bertemu dengannya.

Rania jengah dengan perhatian yang diberikan oleh atasannya itu. Terlalu terang-terangan. Gosip mengenai dirinya kemudian berhembus sampai ke Kantor Pusat. Karena tidak ingin berlarutan dijadikan bahan gosip, akhirnya dia menolak lelaki tersebut dengan tegas.

Rania ingat dulu atasannya itu datang bak angin ribut disaat dia sedang merawat luka hatinya. Setahun kepergian Iman merupakan saat yang paling berat dalam hidupnya. Dan di saat itu juga lah lelaki silih berganti mencoba mendekatinya. Mulai dari rekan kerja hingga teman kuliahnya dulu.

Karena terlalu sering menolak pendekatan dari laki-laki tersebut makanya dia dilabel sebagai Ratu Jomblo.

Sikap diam Rania terputus ketika dia dikejutkan oleh bunyi telepon genggamnya. Diliriknya layar HP untuk melihat nama pemanggil.

Desahan halus keluar dari mulutnya.

Rania diam tidak menjawab panggilan itu. Sikap diamnya itu membuat pembicaraan terhenti dan dilihatnya semua mata memandang ke arahnya. Dia mengangkat kepalanya dan matanya tidak sengaja bertatapan dengan Bram.

Mimik wajah berharap yang muncul dari tatapan Bram membuat jari Rania otomatis bergerak menuju tanda terima di teleponnya. Tapi pada saat jarinya menyentuh layar, panggilan itu pun sudah berakhir.

Sekali lagi desahan halus dikeluarkan. Sial! Sepertinya dia terlalu banyak masalah dengan makhluk berjenis laki-laki akhir-akhir ini.

HP dimasukkan perlahan ke dalam dompet. Rania berencana akan menghubungi Reyhan nanti setelah mereka kembali ke kantor.

"Jadi siapa ratu jomblo kita itu?" suara Bram keluar memecah keheningan yang barusan terjadi.

"Rahasia Pak.. Coba Bapak cari tau sendiri aja.." Emir menjawab nyengir.

Sebenarnya Bram tidak perlu mencari tau lagi karena dia sudah tau gelaran itu ditujukan buat siapa. Dia sengaja bertanya hanya untuk memancing Rania terlibat dalam pembicaraan mereka.

Bram ingin Rania merasa nyaman berada di dekatnya. Sudah berbagai cara dilakukannya untuk menarik perhatian gadis itu, tapi selalu saja gagal.
Untuk itu sekali ini dia mencoba cara baru demi bisa mendekati gadis itu. Salah satunya adalah dengan acara makan siang ini. Dia berencana untuk melibatkan diri di kegiatan yang melibatkan Rania bersama dengan teman-temannya. Bram ingin Rania mulai terbiasa dengan kehadirannya. Dia tidak peduli bakal jadi bahan omongan orang lain, yang penting dia bisa memiliki gadis itu.

"Permisi..." suara maskulin datang menyapa di dekat meja mereka.

"Ya?" jawab Chika. Kepalanya didongakkan ke kanan. Seketika matanya berbinar-binar bercahaya.

Di sebelahnya berdiri laki-laki macho yang sangat gagah. Berkemeja biru langit dikombinasikan dengan dasi merah hati bergaris dongker. Lengan kemeja digulung sampai ke bawah siku. Sikapnya santai, tangan dimasukkan ke dalam saku celana.

"Uhh, maaf.. Saya mencari Rania." suara laki-laki itu kedengaran jelas. Dia menatap tepat ke arah Rania dengan senyum mengejek dan gaya yang menantang.

Gila! Sampi ke sini Reyhan mencarinya. Dia sungguh terkejut melihat kehadiran lelaki itu. Rania menatap Reyhan dengan tajam.

"Rey?! Kamu ngapain di sini?"

"Aku ke sini karna kamu gak bales pesan aku dan gak jawab telpon aku."

Wajah Rania merah menahan geram yang mulai muncul. Sepertinya si Reyhan ini rindu melihat tinjunya kembali melayang!

"Rey, kamu gak perlu mencari aku sampe ke sini.. Nanti aku telpon.. Kamu balik dulu aja." suara Rania tegas mengusir Reyhan.

"Gak bisa, nanti aku sibuk," Reyhan mulai berbalik. "Aku tunggu di luar."

"Hey bro! Kamu gak bisa memaksa Rania begitu aja." ucap Bram dengan suara tegang. Hatinya tak tenang melihat drama yang tersaji di depan matanya.

"Aku gak perlu memaksanya.. Rania pasti akan rela ikut denganku." sombong kedengaran suara Reyhan.

"Nia, siapa laki-laki ini?" Bram mengalihkan kepalanya ke arah Rania.

Lidah Rania kelu. Matanya menatap Reyhan yang seperti sedang menantangnya.

"Diaa... Uh, dia.. Reyhan,"

Reyhan tersenyum tipis ke arah Rania.

"Aku Reyhan, tunangan Rania."

Serentak semua kepala menoleh ke arah Reyhan. Mulut mereka terbuka karena terkejut dan tak percaya.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience