Hari ini merupakan hari yang bersejarah buat Rania, karena hari ini adalah hari pernikahannya. Hari ini adalah hari terakhirnya sebagai seorang gadis dan juga merupakan hari pertamanya sebagai seseorang yang akan bergelar istri. Dia tidak menyangka hari ini akan datang juga. Jika ditanya beberapa bulan yang lalu pasti dia tidak akan membayangkan hal ini bisa terjadi begitu cepat.
Kesibukan di rumahnya sudah terasa bahkan sebelum adzan subuh berbunyi. Dari luar kamarnya dia mendengar bunyi langkah kaki dan suara gumaman samar. Sepertinya ayah dan ibu akan berangkat menuju masjid di dekat rumah mereka. Rania segera bangun agar bisa bersiap-siap untuk hari yang sangat istimewa ini.
Tepat setelah mandi, Tante Nini yang bertindak sebagai juru rias masuk ke kamarnya bersama dengan ibu. Tante Nini masing-masing membawa kotak di kedua tangannya. Peralatan tempur Tante Nini.
"Kamu udah mandi, sayang?" tanya ibu.
Rania menjawab ibunya sambil menyalami Tante Nini. Dia beranjak menuju meja rias agar mereka bisa memulai mempercantik dirinya. Baru saja Tante Nini akan menyentuh wajahnya, Rania buru-buru menghentikannya.
"Tunggu, Tan," sahut Rania dengan cepat. "Tante masih ingat kan aku gak suka make up yang menor. Tipis-tipis aja ya, Tan.."
"Iya, Tante Nini inget kok.. Wajah kayak kamu ini gak perlu dikasih dempul tebel. Kita akan mengeksplor kecantikan alami kamu aja ya.."
Rania tersenyum sambil mengangguk. Tapi ternyata kecantikan alami seperti yang disebutkan oleh Tante Nini membutuhkan waktu 1,5 jam untuk mengerjakannya.
Tante Nini kemudian membantu Rania mengenakan baju akadnya, berupa baju kurung putih polos dengan motif bordiran perak di ujung bajunya. Rania mematut dirinya di depan cermin, senyumnya menandakan bahwa dia sangat puas dengan apa yang sedang dilihatnya.
Jam setengah delapan rombongan keluarga mereka bergerak menuju hotel tempat pernikahan diadakan. Keluarga Reyhan sudah ada di sana pada saat Rania dan keluarganya sampai. Mereka menyambut kedatangan calon pengantin dengan suka cita.
Mereka membawa Rania menuju ballroom dimana semua orang yang berkepentingan sudah menunggu. Dengan diapit kedua orangtuanya Rania berjalan menuju tempat acara. Saat memasuki ruangan dilihatnya Reyhan sedang duduk membelakanginya. Lelaki itu duduk di hadapan penghulu yang akan menikahkan mereka.
Rania sampai di sebelah Reyhan. Wajah Reyhan yang tegang terpancar di permukaan. Diberikannya senyum untuk meredakan ketegangan lelaki itu. Tapi Reyhan tidak mampu membalas senyuman itu. Dia seakan kaku melihat kecantikan gadis yang berdiri di sebelahnya. Deheman pak penghulu lah yang akhirnya membuat Reyhan tersadar dari keterpanaannya.
Acara ijab qabul berjalan dengan lancar. Dengan sekali lafaz, Reyhan sah menjadi suami Rania. Kedua keluarga mempelai mengucap syukur dan kelegaan. Setelah menyelesaikan beberapa prosesi dan sesi berfoto, Rania dituntun menuju kamar hotel tempat dirinya akan mengganti pakaian untuk acara resepsi yang dimulai jam sebelas nanti.
"Tante, kalo aku nikah nanti aku mau dirias sama tante aja." kata Sherly, yang ikut menemani Rania di dalam kamar. Hasil riasan Tante Nini memang bagus banget. Pengantin kelihatan berseri karena dandanan yang tidak menor.
"Boleh," jawab Tante Nini. "Kasih tau aja kapan waktunya."
"Belum jelas itu, Tan.. Calonnya aja belom ketemu." gurau Fitri dengan tertawa.
"Heyy, mana tau gue duluan yang nikah dari elo." sembur Sherly mencibir.
"Aamiin," sahut Fitri sambil menadahkan tangannya. "Habis itu giliran gue yang dirias Tante Nini."
Sherly tertawa sambil memeluk Fitri. Mereka saling tos karena sampai saat ini masih abu-abu jika ditanya mengenai pernikahan.
"Aman, nanti Tante pasti sediakan waktu buat kalian." Tangan Tante Nini ligat memasang hiasan di kepala Rania. Untuk sesi pertama Rania akan memakai baju adat minang, karena orangtuanya berasal dari sana.
Baju khas yang berwarna merah menyala menjadi pilihannya. Dari dulu dia memang ingin mengenakan baju anak daro minang ketika menikah. Dengan suntiang tinggi menghiasi kepala, sungguh terlihat cantik dan tradisional.
Sherly dan beberapa pengiring pengantin yang lain diusir keluar ketika giliran Reyhan mengganti pakaian.
Tepat jam sebelas kedua mempelai memasuki ruangan resepsi dengan diiringi oleh keluarga dan para pengiring pengantin. Bunyi musik adat minang menyambut kedatangan mereka. Beberapa penari menyambut mereka dengan tari gelombang sambil mengulurkan sirih. Dengan gembira kedua mempelai mengambil sirih yang diulurkan.
Di sekitar mereka, para tamu undangan ikut mengabadikan momen kedatangan mereka. Rania ikut bahagia melihat senyuman di wajah mereka. Dibalasnya lambaian dari para tamu dengan lambaian tangan dan senyuman.
Resepsi yang mereka adakan berlangsung dengan meriah. Banyak kerabat dan kenalan keluarga menghadiri pernikahan mereka. Tak terkecuali rekan kerja dari pasangan suami istri baru itu.
"Selamat Rania.. Semoga selalu bahagia.." Itulah ucapan selamat dari bibir Pak Bram ketika menyalaminya di atas panggung.
Rania membalasnya dengan senyuman manis. Atasan yang dikiranya tidak akan menghadiri pernikahannya malah datang dengan diapit seorang wanita cantik.
*******
Malamnya mereka berkumpul di rumah ibu, menikmati makan malam sebagai keluarga baru. Kerabat Rania pun masih banyak yang berkumpul di rumah mereka. Ibu sudah menggelar kain seprah di atas karpet agar mereka bisa makan bersama di ruang tengah. Berbagai hidangan tersusun rapi di atas kain seprah.
Ibu mempersilahkan para lelaki untuk makan duluan, karena walaupun ruang tengah mereka sudah cukup besar tapi ternyata tidak cukup besar untuk menampung mereka semua. Rania duduk bersama para wanita yang sebagian berkumpul di dapur.
Maka dimulai lah sesi memalukan bagi Rania seumur hidup ini. Dia mendapatkan nasehat dari ibu-ibu disana bagaimana cara menggoda suami. Bahkan memberitahu apa yang harus dilakukan pada saat malam pertama. Wajah Rania sudah merah bagai kepiting rebus, tapi ditebalkannya juga telinganya mendengar nasehat berupa gurauan nakal dari mereka.
Selesai saja makan malam Rania masih menemani beberapa kerabat mengobrol di ruang tengah. Tapi kemudian Tante Marni menyuruhnya untuk masuk ke kamar. Rasa malu Rania bertambah ketika yang lain ikut menanggapinya.
RANIA sedang menyisir rambutnya ketika Reyhan masuk ke dalam kamar. Ini adalah yang kedua kalinya lelaki itu masuk ke dalam kamarnya setelah mereka pulang dari acara tadi. Reyhan menutup pintu setelah terhenti di ambang pintu.
"Aku kena usir.." katanya.
Rania yang sempat terkejut kembali melanjutkan menyisir rambutnya, senyum kecil muncul di wajahnya.Â
"Sama."
"Oh ya?"
Rania mengangguk, tapi cepat-cepat mengalihkan pandangannya ke depan karena dilihatnya Reyhan berjalan menujunya. Reyhan berdiri dibelakang Rania, mata mereka bertemu di dalam kaca cermin.
"Kenapa gitu ya?" bisik Reyhan pelan.
Bagai dihipnotis Rania hanya membiarkan ketika Reyhan mengambil sisir di tangannya lalu mulai menyisir rambut Rania. Tubuh Rania bergetar berada sedekat ini dalam suasana yang membuatnya canggung.
"Kamu tau kenapa, yank?"
"Mungkin disuruh tidur." jawab Rania dengan serak.
"Ah, tapi kenapa yang lain masih di bawah?"
Maksudnya apa sih, Reyhan kok berbelit-belit gini? Rania jadi bingung.
"Kan hari ini hari pernikahan kita, Rey."
"Oh iya, berarti ini malam pertama kita kan?"
Tubuh Rania jadi tegang mendengarnya. Bayangan cemas hinggap di wajahnya. Dia tidak mungkin menghalangi Reyhan apabila suaminya meminta haknya malam ini. Tapi hati kecil Rania berharap agar Reyhan menundanya karena dia merasa sedikit takut. Akhirnya hanya anggukkan yang diberi Rania melalui tatapan mereka di dalam cermin.
Reyhan menggosok pelan bahu Rania. "Kamu baring dulu, aku mau ganti baju." ujar lelaki itu meninggalkan Rania yang terpaku di depan cermin. Sempat dikecupnya puncak kepala Rania sebelum beranjak menuju kamar mandi.
Dengan gelagapan Rania bergegas menuju ranjang. Ditariknya selimut berharap sudah tertidur ketika suaminya keluar dari kamar mandi. Sialnya nasib tidak menyebelahinya, dia bahkan tidak bisa bernafas dengan tenang. Bagaimana mungkin bisa tidur dengan keadaan seperti ini? Akhirnya dia pasrah menunggu kelanjutan malam ini.
Jantung Rania berdetak dengan kencang ketika mendengar pintu kamar mandi dibuka Reyhan. Dicengkeramnya selimut erat-erat untuk menghilangkan rasa cemasnya. Dia menunggu dengan tegang karena Reyhan belum juga naik ke atas ranjang. Beberapa saat kemudian baru terdengar bunyi kasur melesak ketika Reyhan berbaring di sebelahnya. Rania menggigit bibirnya ketika tangan Reyhan meluncur di pinggangnya.
"Sayang.." bisik Reyhan.
Rania kaku.
"Rania, hadap sini.. Aku tau kamu belom tidur."
Reyhan menarik tubuh Rania menghadapnya walaupun istrinya itu menegangkan badan. Reyhan tersenyum melihat mata Rania menatapnya dengan ketakutan seperti rusa yang sedang masuk perangkap. Reyhan membelai lembut rambut Rania.
"Thanks, sayang."Â
"Kenapa?" Rania bingung.
"Makasih udah mau menerimaku menjadi suami. Terima kasih karena bersedia menjadi istriku, Rania Andriana.." suara Reyhan terdengar romantis.
Dengan sedikit gugup Rania membalas. "Sama-sama, Rey."
Tangan Reyhan membelai pipi lembut istrinya. Akhirnya tidak ada lagi halangan untuknya menyentuh Rania. Dari pipi lalu kemudian jarinya mengelus bibir Rania. Lalu kemudian Rania tersentak ketika Reyhan mengelus pelan lehernya. Digigitnya bibirnya menahan belaian jari Reyhan yang bermain disana. Sungguh terasa geli!
Senyum mengembang di bibir Reyhan. "Menarik.."
Tiba-tiba Reyhan menarik tubuh Rania agar merapat kepadanya. Dia berbisik, "Aku akan beri kamu hadiah, karena bersedia menerima aku.."
"Hadiah apa?" Rania mulai tersenyum.
Sejurus kemudian Reyhan memagut bibir Rania sehingga membuat Rania terkejut. Bibir Reyhan membelai dengan lembut, bermain dan menggoda sehingga membuat Rania terlena lalu ikut membalas ciuman suaminya. Reyhan menggigit pelan bibir Rania sebelum melepaskannya.
Nafas Rania terengah menatap Reyhan. Tangannya mencengkeram kaos polos yang melekat di tubuh suaminya. Rasanya sama seperti ciuman pertama mereka dulu. Manis dan menggoda. Sejak ciuman pertama itu, dia sangat penasaran ingin merasakannya lagi.
"Aku juga mau dikasih hadiah.."
Rania mencibir dan membuat Reyhan tertawa. Lelaki itu kan yang ngebet menginginkannya, kenapa harus dikasih hadiah?
*Kamu mau hadiah apa?"
"Terserah kamu aja."
Rania dengan cepat mengecup bibir Reyhan.
"Aku kasih kecupan ya."
"Hanya kecupan? Ikhlas gak nih?"
Rania diam melihat wajah kecewa Reyhan. "Aku ikhlas kok.." balasnya.
"Ya udah, ayo tidur." ajak Reyhan. Walaupun nada suaranya datar, tapi dipeluknya juga pinggang Rania dengan erat.
Rania mati kutu. Ditatapnya suaminya yang sudah memejamkan mata. Reyhan sepertinya berkecil hati. Rania menggigit bibirnya merasa sangat bersalah karena keengganannya tadi. Dia membuat suaminya merajuk di malam pertama mereka.
"Sayang, kenapa belom tidur?" Reyhan menyapa karena Rania bergerak gelisah di sebelahnya.
"Rey.., aku…" Rania bimbang.
"Kenapa, yank?"
Rania mengangkat tubuhnya lalu menyatukan bibirnya dengan bibir Reyhan. Dikecupnya bibir Reyhan yang manis. Tapi Rania heran karena Reyhan tidak meresponnya.
Alih-alih menghentikannya, Rania bertekad ingin membuat Reyhan membalas ciumannya. Ditekannya bibir Reyhan agar ikut berpartisipasi, tapi hasilnya masih sama. Reyhan tetap diam.
"Rey?" suara Rania terdengar bingung.
"Yes, baby.." Reyhan mendorong tubuh Rania hingga telentang. Usaha yang dilakukan Rania untuk membujuknya membuat hatinya mekar.
Dipagutnya bibir Rania dengan bergairah sambil mengelus tubuh langsing istrinya yang dibalut gaun tidur satin. Kelembutan tubuh istrinya membuatnya gila. Ditekannya bibir Rania agar dia bisa masuk. Rania yang memang menginginkannya membiarkan lidah Reyhan menerjang mulutnya. Ciuman panas mereka berlangsung cukup lama sampai akhirnya Reyhan menghentikannya.
Mata mereka saling bertatapan dengan nafas terengah-engah. Debar di dada terasa sampai keluar. Rania menunggu Reyhan melanjutkannya, karena dia sudah memutuskan tidak akan menghalangi Reyhan.
Reyhan mengecup kening Rania mesra lalu berbisik, "Tidur yuk?"
Rania sedikit melongo karena terkejut. Hal itu membuat Reyhan tersenyum kecil.
"Libur dulu malam ini, sayang." tambah Reyhan. "Kamu pasti capek kan?"
"Memang iya.."
Reyhan kembali memeluk Rania, diusapnya pinggang istrinya dengan mesra. "Aku sabar menunggu sampe besok malam."
Gila! Mendengar bisikan Reyhan saja sudah membuatnya berdebar. Antara takut dan bergairah. Ya, Reyhan benar-benar telah membangkitkan gairah yang sebelumnya terpendam di dalam dirinya. Dibenamkannya wajahnya di dada Reyhan, menyembunyikan wajah yang saat ini terasa panas. Tidak sabar ingin mengharungi masa bulan madu mereka. Pahit manisnya hidup berumah tangga.
Share this novel