Barang-barang yang akan mereka bawa untuk berbulan madu sudah disiapkan dari sebelumnya. Rasa gugup yang menghinggapi Rania sejak tadi tertutupi dengan rasa bahagianya karena bisa mengunjungi Lombok sekali lagi. Ditatapnya dua koper miliknya dan milik Reyhan yang tersandar di dinding bersebelahan dengan pintu kamar. Rasanya tidak ada yang ketinggalan dan yang harus dibawanya lagi.
Rania mendesah keras lalu duduk di pinggir tempat tidur. Untuk bulan madu yang rencananya hanya seminggu saja, dirinya sampai membawa koper ukuran paling besar. Dia meringis membayangkan isi di dalam kopernya yang berisi berbagai macam bikini dengan berbagai jenis model dan warna. Belum lagi lingerie seksi yang kata Sherly berguna untuk merayu Reyhan nanti. Kali ini Rania mengerang gugup.
"Nia, bikini ini bagus banget untuk lo pake nanti.." sahut Sherly waktu mereka bertiga dengan Fitri berbelanja untuk keperluan Rania berbulan madu.
"Sherly, jangan yang itu..! Seksi banget tau.." jawab Rania terkejut. Ditolaknya bikini seksi yang diulurkan oleh Sherly.
"Katanya mau bulan madu di pantai? Bener?"
"Iya, tapi gak mesti bikinian lah, cin.. Gue cuma mau cari yang santai-santai aja.."
"Misalnya?"
"Yah, tanktop trus celana pendek atau dikombinasikan dengan rok pantai gitu.."
Mata Sherly terbelalak, lalu mulutnya mencibir.
"Masa sih mau menggoda suami setengah hati gitu?"
"Gue malu dong Sher kalo harus bikinian di depan orang rame.."
"Ya kalo malu, kan bisa dipake pas lagi berduaan.. Biar tambah hangat dan romantis.. Suasana romantis bakal menciptakan percikan gairah diantara kalian nanti.."
"Sherly, lo cepetan nikah sana..! Pikirannya kok ngelantur gitu.." Rania mengucap waktu mendengarnya.
Fitri sudah tertawa melihat kedua sahabatnya itu lagi-lagi berdebat, yang kali ini mengenai bikini.
"Yang ini aja, cin.." Fitri menyodorkan bikini one peace sederhana warna oren metalik di depan Rania.
"No no no..! Fitri, pilihan lo gak banget deh, say..! Kuno.." sahut Sherly dengan wajah menolak tegas.
"Gak banget gimana? Model begini tuh lebih aman kalo dipake di depan umum.. Nanti kalo lo paksa pake yang seksinya naudzubillah itu, bisa-bisa Rania gak keluar kamar karna gak pede.."
"Wah bagus dong kalo gak keluar kamar.. Berarti bulan madu Rania nanti jadi produktif dong. Iya kan?" Sherly menaik-naikkan alisnya dengan genit.
"Ya Allah, Sherly..?! Elo kerasukan apa sih? Gatal banget nih anak.." cubitan Rania mengenai pipi halus gadis itu.
"Nia! Cubitan lo ternyata lebih sakit daripada gue punya.." Sherly menggosok pipinya.
Rania tidak peduli dengan wajah cemberut Sherly. "Gue mau ambil yang ini aja.." sahut Rania sambil menyambar bikini di dalam genggaman Fitri. Dibalas anggukkan oleh gadis itu.
Tapi kemudian begitu lah, akibat bujuk rayu Sherly yang gigih layaknya mbak-mbak sales, dia akhirnya membeli beberapa pasang bikini, lingerie dan pakaian dalam yang seksi-seksi.
Rania mendesah lagi, beranikah dirinya memakai semua itu di hadapan Reyhan nanti? Dirinya berdebar-debar memikirkan semua itu.
"Nia, udah selesai, nak?" suara ibu menyapa di depan pintu kamar.
"Udah, Ibu.. Cuman mau beresin ini dikit lagi.." sahut Rania lalu memegang beberapa barang yang akan ditaruh di dalam tasnya.
Ibu masuk ke dalam kamar itu lalu ikut duduk disebelah Rania. Diperhatikannya anak gadisnya yang sedang membereskan tasnya untuk dibawa nanti.
Ibu tersenyum ketika semua barang sudah selesai dibereskan. Diusapnya rambut Rania dengan rasa sayang.
"Baik-baik ya nanti di sana.." ujar Ibu.
Rania mengiyakan. Diusapnya tangan ibu yang bersandar di pahanya.
"Mulai sekarang Nia harus mendengar kata Reyhan, nak.. Karena sekarang Nia adalah tanggung jawabnya.."
"Iya, Bu.."
"Kehidupan berumah tangga ini tidak selalu mulus, enggak selalu indah. Ada saatnya kita akan diuji, untuk melihat seberapa kuat dan dewasa kita dalam menghadapinya.."
Mata Rania mulai berkaca-kaca mendengar nasehat ibunya. Dianggukkannya kepalanya tanda mengerti.
"Pesan Ibu hanya satu.. Kalian harus saling percaya dan terbuka.. Dengan begitu Insya Allah kalian akan bisa menyelesaikan cobaan yang mungkin akan datang.."
Seketika Rania memeluk ibunya, dia merasa sangat sedih saat ini. Seolah-olah dia semakin menjauh dari zona nyamannya selama ini..
"Sudah, jangan sedih.. Ibu gak akan kemana-mana, masih tetap di sini. Kalo Nia merindukan kami, Nia tau kemana harus datang.." ujar Ibu sambil mengelus sayang punggung Rania. Seakan tahu isi hati anaknya.
"Terima kasih, Ibu. Ibu adalah orang yang sangat pengertian selama ini.. Nia sungguh beruntung memiliki ibu yang sangat penyayang seperti Ibu.." isakan kecil keluar dari mulutnya. "Maafkan semua salah dan khilaf Nia ya, Bu. Nia benar-benar menyayangi Ibu.."
Ibu melepaskan pelukan mereka, diusapnya air mata yang turun di pipi anak gadisnya. "Sudah jangan menangis.. Nia anak yang baik.. Ibu pun bersyukur mempunyai anak yang mau mendengarkan dan penyayang seperti Nia.."
"Ayuk turun, sarapan dulu sebelum berangkat.." ujar Ibu kemudian setelah dilihatnya Rania mulai tenang.
"Baik.."
Baru saja beranjak, kedua beranak itu dikagetkan dengan sosok Reyhan yang menyandar di pintu. Dia bermaksud ingin mengambil koper mereka untuk dibawa turun. Tapi kemudian malah mendengar curhatan ibu dan anak.
"Rey.." Ibu tersenyum.
"Rey mau ambil koper, Bu.." sahut Reyhan masuk ke dalam kamar.
"Iya, iya.. Setelah itu ayo kita sarapan.."
"Baik, Ibu." jawab Reyhan.
Sebelum keluar, Ibu memegang kedua lengan Reyhan. Ditatapnya lelaki muda itu dengan tatapan penuh percaya seorang ibu. "Jaga Rania baik-baik ya, Rey.."
"Pasti, Ibu.. Ibu jangan khawatir." janji Reyhan.
Ibu tersenyum mendapat kepastian dari mulut Reyhan lalu mengusap lengan lelaki itu dengan sayang. Ibu kemudian beranjak keluar meninggalkan pasangan baru itu di sana.
"Ayok turun sarapan dulu.." kata Rania setelah mereka saling bertatapan dalam diam.
Reyhan memegang tangan Rania ketika gadis itu melewatinya. Lelaki itu memberikan kecupan singkat di bibir Rania yang membuat istrinya itu terkejut.
"Rey..! Nanti ada yang lihat..."
"Kalo gitu harus menunggu nanti malam yah, yank.. Mau itu pintu terbuka atau tertutup, gak akan ada yang lihat.." Reyhan menaikkan alisnya dengan senyum menggoda.
"Reyhan, gatal..!" Rania menutup kedua telinganya sambil berlari turun.
Setelah menyelesaikan sarapan, pasangan pengantin baru itu pun bersiap untuk berangkat ke bandara dengan diantar Bang Arya dan Kak Melly. Rania melambaikan tangannya ke keluarga mereka yang berdiri di halaman rumah. Sherly dan Fitri juga ikut berdiri di sana. Kedua gadis itu melambaikan tangan dengan penuh semangat sambil tertawa.
Mereka sampai di bandara tepat jam sembilan pagi, satu setengah jam sebelum keberangkatan. Rania berpamitan dengan abangnya lalu mengikuti Reyhan masuk ke dalam area check in.
*******
Jarum jam sudah menunjuk ke angka 14.30 waktu Lombok ketika mereka berkendara meninggalkan bandara. Reyhan yang memilih lokasi bulan madu ini, Rania setuju saja ketika lelaki itu menyebutkannya.
Hotel tempat mereka menginap berada di pulau yang tidak jauh dari pulau utama. Mereka harus berkendara menuju pelabuhan lalu menyeberang ke tengah pulau yang memakan waktu 20 menit.
Saat berdiri di atas dek di pulau itu, Rania memutar badannya dengan takjub. Pasirnya yang putih ditambah dengan air yang jernih menarik perhatiannya. Sungguh sangat indah. Ombak yang mengalun pelan menambah kecantikannya
Rania tersenyum ketika Reyhan memeluk pinggangnya. Mereka berjalan menuju mobil golf yang berdiri menjemput mereka. Supir yang bernama Pak Sobri memperkenalkan pulau itu, menerangkan fasilitas apa saja yang ada di sana dan aktifitas apa saja yang bisa mereka lakukan nanti.
Rania duduk menunggu Reyhan menyelesaikan pendaftaran di kursi empuk di dalam lobby. Diperhatikannya sekeliling hotel itu. Hotelnya memiliki lima lantai dan tidak terlalu besar. Matanya tertarik melihat ornamen tradisional yang terpasang di dinding, dan hiasan-hiasan tradisional di dalam hotel itu. Dinding lobby yang dikuasai oleh kaca menarik mata untuk menatap ke tengah lautan. Suasana hangat sangat terasa ketika berada di sana.
Reyhan berdiri di depan Rania setelah menyelesaikan semua urusan. Diulurkannya tangannya untuk membantu Rania berdiri.
"Udah selesai?" tanya Rania.
"Udah.. Yuk berangkat.." ajaknya
"Berangkat? Kemana?"
Reyhan tersenyum misterius. "Lihat nanti.."
Sepuluh menit kemudian mereka berhenti di depan pagar masuk sebuah cottage. Pagar yang terbuat dari kayu itu berdiri kokoh mengelilingi cottage tersebut. Pak Sobri membuka pagar itu kemudian mengangkat barang bawaan mereka. Reyhan mendorong salah satu koper sambil mengikuti Pak Sobri. Dirangkulnya pinggang Rania yang masih menunjukkan wajah terkejut, mengajak istrinya masuk.
Pak Sobri keluar tepat ketika mereka sampai di depan pintu masuk.
"Semoga liburannya menyenangkan, Tuan. Semua kebutuhan sudah tersedia di dalam.. Apabila Tuan dan Nyonya membutuhkan sesuatu jangan ragu untuk menghubungi kami." ujarnya ramah.
Mereka mengangguk. Reyhan menyodorkan uang tip untuk Pak Sobri. Supir itu berlalu meninggalkan mereka.
Reyhan mengakat tangan lalu metutup kedua mata Rania dengan tangannya.
"Rey, apaan sih?" Rania terkejut.
"Peluk pinggangku, yank.."
Rania memeluk pinggang kiri Reyhan, lelaki itu menuntunnya masuk ke dalam cottage. Sesampainya di dalam kamar dilepaskannya tangannya.
"Surprise.." bisik Reyhan.
Rania takjub melihat pemandangan di dalam kamar itu. Dia saat ini berdiri di tengah kamar yang sangat cantik. Kelopak bunga mawar terhampar di atas tempat tidur berkuran besar. Lilin-lilin beraroma menghiasi salah satu meja. Wanginya menaikkan mood Rania.
Di salah satu meja di kamar itu tertera tulisan "Happy Newly Wedding, Reyhan & Rania". Rania mendekati meja itu, dia menutup mulutnya saking terkejut. Foto pernikahan dan resepsinya hari kemarin terpajang di bawah tulisan tadi. Benar-benar kamar untuk berbulan madu.
"Rey? Kok bisa?" tanyanya tak mengerti sambil mengusap foto itu. Foto pernikahannya yang dia sendiri belum pernah melihat hasil resminya.
"Aku melakukan sulap" ujar Reyhan menjentikkan jarinya.
Rania memukul pelan lengan lelaki itu. "Kamu memang banyak trik, kayak tukang sulap.."
"Kamu suka, yank?"
"Suka banget.. Makasih, Rey.."
"Gak ada hadiah buat aku?" tanya lelaki itu mesra. Bola matanya bergerak meneliti wajah cantik istrinya. Suasana romantis mulai terasa diantara mereka.
Rania menggigit bibirnya dengan senyum nakal. Dikecupnya pipi kiri Reyhan sebelum melepaskan diri. Tapi Reyhan memang dasarnya lelaki gesit, ditangkapnya pinggang Rania sebelum gadis itu menjauh.
"Rey..! Aku belom sholat." ujar Rania sambil tertawa.
"Cium di sini dulu.." Reyhan menunjuk bibirnya. Wajah lelaki itu sudah menunduk mendekati Rania.
Tubuh Rania yang melekat di dalam pelukan Reyhan menatap lelaki itu dengan keinginan yang sama. Dia mengangkat wajahnya lalu menyambar bibir Reyhan. Dipagutnya bibir itu dengan rasa manis mengecap indra perasanya.
Reyhan membelai bibir Rania dengan mesra. Cukup lama mereka berciuman sebelum akhirnya Reyhan melepaskannya.
Selesai sholat mereka duduk di kursi santai yang tersedia di area dek di depan kamar mereka. Mereka menikmati suasana hangat sore hari itu sambil menikmati minuman dan camilan yang sudah disediakan sewaktu mereka datang tadi.
"Rey, tempatnya cantik banget.." ujar Rania sambil memandang ke kejauhan laut.
"Aku tau kamu pasti suka.."
"Suka banget.. Trus kita punya kolam pribadi di sini.."
Rania terkejut dan kegirangan setelah mengetahui jika di dek itu ada kolam pribadi untuk mereka. Dia membayangkan berenang di kolam itu sambil menunggu matahari terbenam. Pasti sangat menyenangkan.
"Nanti kita berenang sama-sama.." Reyhan menghirup tropical jusnya.
"Kamu berenang di sana aja.." jari Rania menunjuk laut yang terhampar di depan mereka.
"Di sana juga pastinya, yank.." ujarnya santai.. "Mau kan?"
Rania mengangguk gembira. Lelaki itu menatapnya sambil membelai rambutnya yang ditiup angin sore. Tak berapa lama kemudian Rania ketiduran karena belaian lembut suaminya. Angin sepoi-sepoi dan kelelahan akibat kesibukan beberapa minggu ini membuat tidur sorenya menjadi sangat lelap.
*******
"Yank, bangun.. Udah mau maghrib nih.." suara Reyhan sayup-sayup menyapa pendengaran Rania. Rania mengernyitkan matanya hanya untuk melihat suasana disekitar yang sudah mulai temaram. Lampu di dek itu juga sudah dihidupkan. Matanya masih terasa berat dan mengantuk.
"Kamu wangi banget.." Rania menghirup tubuh Reyhan yang berdiri di sampingnya.
"Aku baru selesai mandi.."
"Kenapa gak ajak aku?"
Reyhan tertawa, pasti istrinya ini lagi mengigau. "Nanti kita mandi bareng ya.." katanya.
"Hmm.." sahut Rania dengan mata terpejam.
Reyhan menggelengkan kepalanya. Ditepuknya pipi Rania. "Nia, bangun sekarang, sayang. Kita kan mau pergi makan malam."
Rania membuka matanya dengan susah payah. Melihat itu Reyhan bertindak membantu gadis itu untuk duduk.
"Cepetan mandi.. Sholat.." arah Reyhan.
"Kamu udah mandi?" Rania mengucek matanya.
Reyhan tertawa.
"Kenapa?"
"Tadi kan udah kujawab.."
"Kapan?" tanya Rania bingung.
"Barusan, waktu kamu ngigo.. Kamu malah ngajak aku mandi bareng.."
Rania terkejut. Wajahnya merah menahan malu. Dicubitnya lengan Reyhan dengan kuat.
"Ngarang..! Dasar gatal.." Rania buru-buru masuk ke dalam kamar.
*******
Reyhan duduk di dek menunggu Rania yang sedang bersiap untuk acara makan malam mereka. Tadi dia meminta dijemput jam 8 malam untuk diantarkan ke gedung utama. Diliriknya arloji di tangan, masih ada waktu lima menit lagi.
Sedang dia asyik menatap layar ponselnya, terdengar suara langkah kaki mendekatinya.
"Ayuk, Rey.."
Reyhan mengangkat kepalanya dari ponsel. Di depannya sekarang berdiri bidadari cantik dengan senyum yang sangat memikat. Rania mengulurkan tangannya memberi isyarat untuk mengajak lelaki itu berdiri.
Reyhan yang sedang terpesona tidak mengalihkan matanya dari menatap keindahan di depannya saat ini. Rania mengenakan gaun ringan lengan pendek berwarna merah menyala. Gaun yang panjangnya selutut itu nampak sopan tapi juga seksi. Dan bibirnya.. Ya Tuhan, Reyhan mengerang di dalam hati, Rania menggunakan lipstik yang senada dengan warna gaunnya.
"Rey, bentar lagi Pak Sobri datang menjemput.. Ayoklah, aku udah lapar banget.." suara Rania memecahkan rasa terpesonanya.
Setelah itu memang kedengaran bunyi bel di dalam cottage mereka. Rania menarik tangan Reyhan untuk menuju pintu depan.
"Tunggu..!" sahut Reyhan.
Disambarnya tubuh Rania lalu diciumnya leher istrinya itu dengan mesra. Dia ingin menghirup wangi tubuh menggiurkan Rania.
"Nanti..." janjinya.
Ucapan Reyhan itu mengantarkan gelenyar listrik diseluruh tubuh Rania. Jantungnya memompa dengan cepat membayangkan apa yang akan terjadi malam nanti.
Share this novel