PC.10 Kencan Pertama

Romance Series 17947

Rania sedang bersiap-bersiap untuk keluar hari Sabtu itu. Reyhan mengajaknya keluar seperti yang sudah dijanjikannya sebelumnya. 

Hari ini dia hanya ingin bergaya santai tidak terlalu berlebihan, karena Reyhan mau mengajaknya ke Puncak. Entah apa tujuan lelaki itu mengajaknya bermacet-macet ke Puncak sana.

Dikenakannya sweater berbahan knit lengan panjang berkerah bulat. Baju warna peach itu dipadukan dengan rok lipit sebatas pertengahan betis, bermotif bunga-bunga kecil. Penampilannya makin cantik dengan make up minimalis.

Sebelum keluar kamar, diceknya sekali lagi penampilannya di depan kaca. Dianggukkannya kepala seakan puas dengan apa yang dilihat.

"Cieciee.. Yang mau kencan. Duh, cakep banget lo pagi ini cin." kedengaran suara Fitri menyapa telinga Rania ketika gadis itu menutup pintu kamarnya dari luar.

Rania membalasnya dengan mencibir, kemudian mendekati Fitri yang sedang asik menonton drama Korea di tv.

"Tumben lo udah bangun sepagi ini? Biasanya kalo weekend gini belom akan nongol kalo belom jam 10." kata Rania menyindir. Dicomotnya roti bakar di atas meja untuk mengganjal perutnya yang lapar.

Fitri ketawa mendengarnya. "Gue mau mengantar lo sampe depan pintu dong.. Kan mau melepas lo pergi kencan pertama." balas Fitri dengan terbahak.

"Ihh, nih anak.. Udah ketularan Sherly yang nakal." ujar Rania. Dicubitnya pinggang Fitri, sehingga mengaduh kesakitan gadis itu.

"Ada keributan apa ini?" tiba-tiba nama yang disebut itu muncul dari arah belakang.

"Gak tau nih, Nia tiba-tiba ganas pagi ini.. Mungkin karna mau ketemu abang tunangan." jawab Fitri sambil menggosok pinggangnya yang masih menyisakan rasa pedih.

"Bagus! Sikap ganas menandakan adanya semangat.. Aww, mantan Ratu Jomblo kita cerah sekali hari ini.." kata Sherly takjub menatap penampilan Rania.

"Penampilan gue berlebihan gak sih?"

"Enggak kok, udah pas.. Kalo bisa bibir dimerahin lagi. Biar makin geregetan abang tunangan lo itu." jawab Sherly.

"Palingan geregetan mau ngerjain gue.."

"Ya lo bales balik. Biar kalian makin mesra.."

"Mesra apanya.. Saling cakar palingan yang ada."

"Habis cakar-cakaran terbitlah sayang-sayangan." ujar Sherly dengan senyum lebar.

"Ngarang banget pepatahnya." diliriknya Sherly dengan gemas.

Belum sempat Sherly menjawab, tiba-tiba kedengaran bunyi bel menyapa mereka. Sontak ketiga gadis itu terdiam dan saling pandang. Rania kemudian mengambil teh milik Fitri. Diteguknya minuman itu untuk menelan roti yang ada di mulut.

Sherly yang sudah berdiri kemudian membuat isyarat dengan tangan, menyuruh Rania membuka pintu depan. Pelan Rania berdiri, wajahnya mulai menunjukkan ketidakyakinan.

Fitri yang melihat perubahan di wajah Rania segera bangun dari kursi kemudian memegang bahu gadis itu.

"Nia, ingat! Buka hati lo untuk mengenal lelaki itu. Coba lah menilai ini semua dengan pikiran yang terbuka.. Semuanya akan baik-baik aja cin." ucap Fitri dengan pelan dan jelas.

Kalimat yang diutarakan Fitri kembali menaikkan rasa semangatnya. Rania melebarkan tangan kemudian memeluk kedua sahabat baiknya itu. Dipeluknya mereka dengan erat sebagai rasa syukur karena diberikan sahabat yang selalu mendukungnya dalam keadaan susah dan senang.

"Fighting!" ucap Sherly saat mereka meleraikan pelukan.

RANIA membuka pintu dengan pelan tepat pada saat lelaki itu  akan menekan bel rumah kembali.

"Selamat pagi, my beautiful princess." sapa Reyhan sesaat melihat Rania di depan pintu.

"Pagi Rey.." balas Rania dengan pelan.

Rania menatap sosok lelaki yang berdiri di depannya dengan tatapan menilai. Reyhan tampil dengan kelimis. Lelaki itu mengenakan celana jeans warna hitam dan kaos putih, yang dikombinasikan dengan jaket kulit warna coklat. Senyum yang barusan menyapanya ternyata memiliki lesung pipi di pipi sebelah kiri. Memang cakep, ucap Rania dalam hati.

"Kamu cantik sekali. Kayak biasanya." ujar Reyhan, yang langsung membuat Rania tersentak dari lamunannya.

"Makasih.."

"Gak bilang aku cakep atau ganteng gitu?"

"Enggak."

"Kenapa gitu?"

"Karna emang ga cakep."

"Aku cium mau?"

"Ihh, ogah!!" ujar Rania sambil melotot. Otomatis tangannya naik menutup wajah. Moodnya mulai tak baik mendengar ucapan lelaki itu.

"Masa gak mau bilang tunangannya cakep sih?"

"Belom tunangan lah Rey!"

"Oke oke, calon suami." ucap Reyhan sambil tersenyum lebar.

Rania hanya cemberut sambil memutar bola matanya. Malas mau membalas ucapan lelaki itu.

"Ingat ya." ucap Reyhan.

"Ingat apa?"

"Harus bilang aku cakep.."

"Kalo aku gak mau?"

"Aku cium kamu. Itu hukumannya." ucap Reyhan dengan santai sambil tersenyum sinis.

"Bisa kita berangkat sekarang?" tanya Reyhan ketika dilihatnya gadis di depannya itu menunjukkan wajah sebal.

"Iya.." jawab Rania. Dipasangnya sepatu kets putih sambil memanggil kedua temannya di dalam.

"Udah mau berangkat ya?" tanya Sherly yang muncul bersama Fitri.

"Iya. Hati-hati di rumah."

"Siip.. Elo juga. Have fun!"

"Kami berangkat.." pamit Reyhan kepada kedua gadis di depannya.

"Iya, hati-hati nyetirnya." pesan Fitri.

Reyhan memberi isyarat jempol kemudian beranjak menuju mobil yang diparkir di depan pagar. Rania melambaikan tangan, mengucap salam kepada temannya lalu berbalik mengikuti lelaki itu.

Rania duduk diam di dalam mobil. Dibiarkannya Reyhan menyetir tanpa berkata apa-apa.

"Kamu udah sarapan?" tanya Reyhan kepada gadis di sampingnya.

"Udah.."

"Sarapan apa?"

"Roti."

"Emang kenyang makan roti doang?"

"Kenyang lah.." Kenyang kalo makannya dua potong. Tapi tadi dia cuma makan dua gigit aja.

"Kalo gitu kita langsung meluncur aja ya."

"Iya.." jawab Rania dengan pelan.

Selama beberapa menit perjalanan mereka hanya diam menyaksikan pemandangan di luar. Jalanan pagi itu sepi, tidak banyak kesibukan yang biasanya terlihat seperti di hari biasa.

Tiba-tiba Reyhan membelokkan mobilnya ke arah swalayan yang kelihatan di depan mereka. Rania heran dan menatap laki-laki itu.

"Kenapa berenti di sini?"

"Cari camilan dulu.. Aku lapar belom sarapan." jawab Reyhan santai. Dibukanya pintu mobil lalu melangkah keluar. Sebelum menutup pintu, diberinya isyarat agar Rania keluar dan mengikutinya.

"Kenapa tadi gak bilang? Kan kita bisa sarapan dulu di rumah."

"Gakpapa.. Nanti keburu macet." jawab Reyhan. Dipilihnya beberapa roti dan snack untuk mengganjal perut di perjalanan.

"Lagian kamu ngajaknya ke Puncak, udah tau jalannya macet."

Walaupun mengomel, tapi tangannya ikut menjangkau roti kesukaannya dan memasukkannya ke dalam keranjang yang dipegang oleh Reyhan.

"Maksud hati mau bawa kamu pulang sayang, tapi bisa-bisa mama kebelet narok tanda di jari kamu." ucap Reyhan sambil menatap Rania. Jarinya menyelitkan rambut yang menjuntai di wajah gadis itu.

"Reyhan!"

Merah padam wajah Rania. Dicubitnya lengan lelaki itu, balasan karena suka sekali mengganggunya.

Reyhan ketawa melihat Rania yang jadi salah tingkah. Lalu diajaknya gadis itu menuju kasir untuk membayar belanjaan mereka.

***

Rania terbangun ketika merasakan mobil berhenti dan mesinnya dimatikan. Dibukanya mata kemudian menatap ke depan. Benar saja, mereka sudah sampai di tujuan.

"Sori aku ketiduran." ucap Rania sambil bergerak untuk meluruskan punggungunya.

"Kamu ngantuk banget kayaknya. Gak tidur ya semalam?"

Memang malam tadi tidurnya tidak nyenak. Hatinya masih diliputi keraguan dan dia terlalu sibuk menguras otaknya untuk menciptakan alasan yang pas untuk membatalkan acara mereka. Jadilah sepanjang perjalanan tadi dirinya sulit menahan kantuk. Setelah menghabiskan rotinya, tanpa sadar dia langsung tertidur dan tidak bangun sampai mereka berhenti di tujuan.

"Tidur kok, gak tau nih kenapa kok tiba-tiba ngantuk." Rania mencipta alasan. Ketika dia meluruskan punggungnya, terasa ada sesuatu di badannya. Ternyata Reyhan menutupi tubuhnya dengan jaket milik lelaki itu.

"Rey, jaketmu ada di aku."

"Iya. Kamu kedinginan, makanya kututupin." ujar Reyhan sambil menatap ke depan. Sebenarnya ada satu lagi alasan kenapa dia melakukannya, adalah karena tidak tahan melihat gadis itu yang terpampang di depan matanya. Rania yang tidur sambil memeluk tubuhnya kelihatan sangat cantik dan damai. Akibatnya sepanjang perjalanan tadi Reyhan jadi hilang fokus karena terlalu sering melirik ke arah gadis itu.

"Thanks Rey.." ujar Rania sambil menyerahkan jaket lelaki itu.

"Pake aja dulu, ntar kedinginan lagi."

"Gakpapa kok.. Aku okey."

"Ayok turun.." arah lelaki itu setelah menerima jaketnya kembali.

"Kamu keluar dulu, aku mau sisiran.." ujar Rania dengan mimik wajah malu-malu.

Reyhan tersenyum tipis menatap gadis itu, dikernyitkannya sebelah mata lalu membuka pintu dan keluar.

Rania mengeluarkan sisir dari dalam tas Ialu mulai menyisir rambutnya. Setelah rapi dimasukkannya sisir ke dalam tas. Tapi ketika dilihatnya Reyhan sedang berbicara di ponselnya, buru-buru dikeluarkannya bedak dan lipstik. Rania melihat wajahnya di cermin lalu dia mendecakkan lidahnya. Wajahnya kelihatan  berminyak! Diambilnya tisu lalu mulai memperbaiki riasan wajahnya.

Rania berjalan mendekati Reyhan, suara tawa lelaki itu kedengaran sejak dia keluar dari mobil. Bahagia sekali kelihatannya.

"Rey.." panggil Rania di dekat Reyhan.

Reyhan membalikkan wajahnya yang sedang tersenyum lebar.

"Udah?"

Rania menganggukkan kepalanya.

"Yuk masuk.." ujar Reyhan. Diputuskannya telepon setelah memberi salam kepada lawan bicaranya tadi.

"Aku udah lama banget gak pernah lagi ke Taman Safari.. Pasti ada sesuatu yang baru di sini." ujar Rania.

Reyhan mengajaknya ke Taman Safari Indonesia. Kebun binatang terbesar di Indonesia. Banyak jenis fauna dilestarikan di Taman Safari ini yang dilepaskan secara bebas. Di sini kita bisa melihat satwa dari jarak dekat dengan menggunakan mobil pribadi atau bus yang disediakan oleh pihak pengelola.

Awalnya Rania heran dengan tujuan mereka hari ini. Bayangkan Reyhan mengajaknya ke kebun binatang! Tapi setelah sampai di sini ternyata dia malah menikmatinya dan bersemangat menyusuri kawasan di dalam taman.

"Aneh ya, Kota Bogor gak jauh dari Puncak, tapi kenyataannya kita jarang menghabiskan waktu ke sini." ujar Reyhan sambil melirik gadis di sebelahnya.

"Iya ya.. Mungkin karena macet. Maklum Puncak punya banyak destinasi wisata yang membuatnya banyak diserbu warga luar kota, terutama Jakarta, untuk menikmati udara segar di akhir pekan."

"Uhm, bisa jadi.."

"Rey, nanti aku mau ke birds area."

"Iya sayang.."

"Rey! Udahan dong manggil aku kayak gitu.." Rania sebal karena lelaki itu suka sekali memanggilnya dengan sebutan 'sayang'.

"Kenapa? Takut nanti jadi naksir aku?"

"Enggak lah, tapi aku merasa aneh aja dipanggil kayak gitu."

"Ohh.. Kalo gitu mulai sekarang kamu harus biasain diri, karna aku gak akan berenti manggil kamu kayak gitu, sayang." ujar Reyhan sambil tersenyum sinis.

"Ihh, yang kayak gini nih Rey yang buat aku selalu kesel sama kamu, gak mau dengerin omongan orang.." kesal suara Rania menatap Reyhan yang tersenyum santai ke arahnya.

"Ante Niaa..!" kedengaran suara bocah lelaki berlari menghampirinya dari arah belakang.

Rania terkejut dan menundukkan kepalanya. Dilihatnya keponakannya Fadhlan sedang bergayut di kakinya. Kemudian kakinya yang satu lagi disambar lengan mungil yang lain.

"Ante Nia.." tersenyum Fazia menyapanya dari bawah.

"Alan? Zia? Kenapa bisa ada disini sayang? Kalian sama siapa?" tanya Rania heran. Kepalanya berputar mencari sosok yang dikenalnya.

Fadhlan menunjuk ke arah rombongan di kejauhan yang berjalan mendekati mereka.

"Sama mama, papa.. Ada nenek juga, inyik juga.. Sama rame-rame." jawab Fadhlan sambil melebarkan tangannya. Sepertinya bentuk penjelasan jika dia datang dengan ramai orang.

Berkerut dahi Rania melihat rombongan yang semakin mendekati mereka. Ternyata tidak cuma keluarganya saja yang datang, orang tua dan adik lelaki Reyhan sedang tersenyum ke arah mereka.

Rania mengalihkan wajahnya menatap ke arah lelaki di sampingnya.

"Kamu tau semua ini kan?!" ucap Rania dengan cemberut.

"Surprise..!" ujar Reyhan dengan santai.

"Ihh, dasar.. Nih surprise!" Jari Rania mencubit lengan Reyhan dengan geram.

Rania lalu menggendong Fazia, dan digenggamnya tangan Fadhlan lalu dia berjalan menuju keluarga mereka.

"Ibu..!" sapa Rania. Diciuminya ibunya kemudian dia bergilir menyapa yang lain.

Suasana jadi meriah ketika mereka melihat wajah cemberut Rania yang kesal karena menjadi satu-satunya orang yang tidak tau mengenai rencana ini.

"Maaf ya nak, ibu terpaksa tutup mulut karna Reyhan mau kasih kejutan." ujar ibu tersenyum sambil membelai rambut Rania.

"Lagian kenapa harus ke Puncak segala, mending tadi kita pulang ke rumah aja deh sekalian." 

"Aku udah kasih tau kan tadi alasan kenapa gak mau ajak kamu pulang ke Bogor?"

Rania terdiam. Dia ingat apa yang dikatakan lelaki itu waktu mereka membeli roti di swalayan tadi pagi. Kata Reyhan, mamanya kebelet mau ngasih tanda di jarinya. Rania menggigit bibirnya menatap ke arah Mama Rina, mamanya Reyhan.

"Sebenarnya Arya yang mau bawa anak-anaknya ke sini. Kebetulan beberapa hari yang lalu Reyhan minta izin sama ayah Nia mau mengajak Nia jalan keluar, makanya tercetus ide gimana kalo kita semua piknik di sini.." ujar Mama Rina menjelaskan.

Rania diam menatap keluarganya. Dilihatnya ayah dan ibu tersenyum bahagia ke arahnya. Akhirnya rasa kesal karena tidak diberi tau mengenai rencana kejutan mereka perlahan mulai menghilang.

"Gakpapa kok ma.. Nia seneng kita semua bisa piknik bareng-bareng." ujar Rania tersenyum manis kepada Mama Rina.

Rania memang senang dengan kehadiran keluarganya dan keluarga Reyhan di sini, jadi dia tidak harus berdua-duaan dengan lelaki itu sepanjang hari.

"Bagus. Ibu tau, Nia pasti senang dengan rencana ini." ujar Ibu dengan mata berbinar bahagia.

"Kalo gitu ayok kita jalan dulu di sekitaran sini. Nanti baru naik mobil untuk lihat lebih dekat." kata Arya kepada mereka semua.

"Alan mau lihat gajah dan harimau dan singa.. Beruang juga, terus jerapah juga. Terus semuanya.." ujar Fadhlan penuh semangat. Fazia yang setuju dengan kata abangnya melompat-lompat sambil bertepuk tangan.

Bahagia sekali kedua keponakannya itu. Rania turut tersenyum melihat mereka. Dipegangnya tangan Fazia yang sedang melompat-lompat di dekatnya.

"Kejar Alan..! Kita pacu dulu-duluan.." ujar Fadhlan yang mulai berlari meninggalkan mereka.

Fazia yang melihat abangnya pergi, melepaskan tangannya dari pegangan Rania lalu mengejar abangnya itu. Bang Arya dan Kak Melly ikut berlari mengejar anak-anak mereka.

Ayah dan ibunya geleng-geleng kepala melihat aksi cucu mereka. Sedangkan yang lain malah ketawa melihat anak kecil yang aktif itu.

Tawa Rania memudar ketika dilihatnya Reyhan sedang menatapnya. Lelaki itu menatapnya dengan santai lalu kemudian menaikkan sebelah alisnya.

Rania mencibirkan bibirnya, tapi kemudian menghadiahkan senyuman kepada lelaki itu.

"Thanks Rey." 

Reyhan menganggukkan kepalanya menerima ucapan gadis itu.

"Ayuklah kita jalan, mama juga udah lama gak ke sini." ajak Mama Rina.

Mereka mulai bergerak menelusuri Taman Safari. Tapi ada satu lelaki muda yang menunggu Rania berjalan beriringan dengannya. Wajahnya memamerkan ketawa yang menggoda.

"Nia, lo kapan terakhir ke sini? Gue udah lama banget gak ke sini." suara Dimas menyapanya.

Dimas ini adalah adik Reyhan. Rania malah berteman akrab dengannya sejak kecil.

"Kok sama? Jangan-jangan lo terakhir ke sini barengan anak-anak kelas kita dulu." tebak Rania.

Sebenarnya umur Dimas ini tua setahun dari Rania. Tapi karena Rania mengambil program akselerasi ketika SMP, sehingga dia bisa menyelesaikan masa sekolahnya dalam waktu dua tahun. Alhasil dia dan Dimas menamatkan masa SMP mereka berbarengan walaupun Dimas lebih dulu masuk sekolah. Kemudian mereka melanjutkan sekolah di SMA yang sama dan beruntung mendapatkan kelas yang sama waktu duduk di kelas sebelas dan dua belas.

"Iya.. Kok lo tau sih?"

"Karna gue juga sama, terakhir ke sini bareng elo dan anak kelas."

Rania dan Dimas mengobrol sambil mengingat momen kebersamaan mereka dengan teman-teman sekolah mereka dulu.

"Kangen ya Dim, masa-masa itu. Pengen banget bisa mengulang kenangan zaman sekolah dulu. Saling becanda, naksir-naksiran, ketawa bareng, cabut bareng juga.. Kompak banget lah kelas kita dulu."

"He-eh. Tapi sayang, sekarang kita udah pada sibuk dengan kehidupan masing-masing.." keluh Dimas.

"He-eh.. Sekarang cuma bisa ketemu di grup whatsapp aja."

"Ehhem..!"

Rania dan Dimas menoleh menatap lelaki dibelakang mereka. Reyhan menatap mereka dengan tatapan tajam sambil melipat lengannya.

"Bang, lo ngapain bediri aja? Ayok jalan, nanti ketinggalan sama yang lain." tukas Dimas ketika dilihatnya wajah abangnya menunjukkan kejengkelan.

Sejurus kemudian Reyhan berjalan menghampiri mereka, lalu disambarnya tangan Rania.

"Gue mau jalan sama tunangan gue.. Lo silahkan jalan sama tunangan lo sendiri..!"

Reyhan menarik tangan Rania, mereka berjalan berlainan arah dengan yang dituju keluarga mereka tadi. Dan meninggalkan Dimas yang terheran-heran melihat tingkah Reyhan.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience