"Jadi sekarang ini lo masak buat abang tunangan?" tanya Sherly antusias. Ketawanya sudah lama reda setelah mendengar cerita Fitri mengenai kejadian tadi siang di Sendok Garpu. Setelah memasukkan sisa bahan makanan ke kulkas dan membereskan meja, mereka duduk manis menonton Rania memasak.
"Please deh, gak usah nyebut tunangan.. Gue bukan tunangan dia." balas Rania sengan sewot. Tangannya ligat mengaduk saos ayam goreng mentega.
"Belum cin, tapi segera." kata Fitri sambil senyum-senyum.
"Ckk.."
"Jadi dia minta lo masakin makan malam.. Hmm." ujar Sherly.
"Ya mau gimana.. Daripada gue harus keluar sama dia, mending gue milih masak walopun keringetan gini. Gue tuh masih gondok sama kejadian tadi siang.." balas Rania
"Jadi dia maunya lo yang masak, gak boleh dibantuin sama kita-kita?"
"Iya.. Lo kenapa sih Sher, dari tadi ngomongnya dimulai dengan kata 'jadi'. Kayak polisi lagi interogasi aja." ujar Rania dengan cemberut.
"Hmm, oke oke.. Jadi kenapa lo gak mau dibantuin?"
"Karna udah mau selesai.. Lo bantu cuci piring aja nanti."
Sherly mencibir mendengar kalimat Rania.
"Jadi kenapa harus dikotakkin? Kenapa dia gak sekalian makan di sini?" sekali lagi Sherly bertanya.
"Sherlyy, gue timpuk pake sendok, mau?" ujar Rania yang siap mengambil ancang-ancang mau melempar sendok.
"Gak mau, tapi kalo ditimpuk pake duit baru mau.."
"Ishh, males ngomong sama Sherly!"
"Ihh jangan.. Gue tuh lagi bahagia banget malam ini, akhirnya Ratu Jomblo kita hampir menemukan jodohnya."
Fitri yang hanya diam saja dari tadi langsung ketawa mendengar yang barusan diucapkan oleh Sherly.
"Iya, kan gue bilang hampir.. Bisa jadi, bisa gak jadi.. Tapi gue doakan jadi deh, karna gue lihat tuh laki suka sama elo." kata Sherly dengan senyum lebar.
Rania yang mendengar itu hanya bisa ketawa sambil menggelengkan kepalanya.
"Kenapa ketawa?"
"Karna lo ngasal.."
"Ngasal gimana? Hey, gue udah pernah ketemu sama tunangan lo itu.. Dulu pun gue juga pernah bilang kalo si Reyhan itu sepertinya suka sama elo, makanya lo digangguin terus."
"Enggak gitu lah.. Gue yakin dia punya maksud terselubung.."
"Cin, jangan gitu dong.. Lo harus positif seperti yang gue bilang. Baru mulai aja udah curiga gimana hubungannya bisa berhasil.." kali ini Fitri bersuara. Sherly menganggukkan kepalanya menyetujui apa yang dikatakan Fitri.
Rania hanya diam, tapi kemudian dia tersenyum tipis. "Oke, gue akan berusaha untuk gak kesel, gak sebel, gak berpikiran macam-macam tentang dia. Puas?"
"Puas! Jadi jam berapa abang tunangan akan datang?"
Rania melirik jam di dinding dapur. "Dua puluh lima menit lagi.. Masih banyak waktu.. Fit, lo liat tas kotak makan ini? Udah gue cari tapi gak ketemu."
"Nia, lo bilang dua puluh lima menit masih banyak waktu? Lo liat diri lo deh.. Acak-acakan belom mandi, bau asap. Mandi dulu gih, urusan kotak makan mah gampang." kata Sherly. Di dorongnya Rania keluar dari dapur.
"Gue masih gerah keringetan nih, bentar lagi gue ganti baju aja.. Lagian kan dia gak ikut makan di sini.."
"No no no! Masuk kamar sekarang, mandi yang wangi trus dandan yang cantik.. Biar kita yang beresin di sini.." sekali lagi Sherly mengusir temannya itu.
"Oke, tapi gue gak akan dandan.. Males banget."
"Ishh, ya udah gak usah mandi sekalian.." sindir Sherly.
***
Tadi sore di supermarket..
Rania sedang tekun memilih ikan nila ketika didengarnya ponselnya berbunyi. Dilihatnya nama pemanggil yang tertera di layar, matanya langsung berputar. Kesal.
"Halo."
"Hai cantik, kamu udah pulang?" tanya Reyhan.
"Udah. Kenapa?"
"Nanti malam mau gak makan bareng aku?"
"Ha??"
"Kok ha?"
"Eh, maksudnya malam ini aku gak bisa."
"Kamu udah ada janji?"
"Belom. Gak ada."
"Kalo gitu ayuk nanti malam kita jalan."
"Tapi aku gak bisa, Rey.. Lagi capek banget."
"Kamu gak bisa menghindar terus, Nia. Cepat atau lambat kita akan jalan keluar juga."
Rania diam mendengar kalimat Reyhan. Badannya terasa panas membayangkan jalan berdua lelaki itu. Rasanya dia tidak sanggup. Walaupun sudah mengatakan akan mencoba, tapi entah kenapa dia masih berusaha menghindari lelaki itu
"Jangan malam ini. Sekarang kan hari Senin, takutnya nanti pulangnya kemaleman."
"Maksudnya kamu mau ngabisin waktu sama aku sampe larut gitu?" ujar Reyhan kesenangan.
"Bukan gitu.. Mana tau nanti malem masih macet kan, aku takut bablas besok pagi." ujar Rania mencari alasan.
"Betul gitu alasannya?"
"Betul.."
"Jadi gak bisa malam ini?"
"Sori, Rey."
"Berarti malam Minggu bisa kan?"
Sekali lagi Rania terdiam, ingin menolak takutnya dilaporin ke ibu. Bakal jadi masalah baru pula.
"Aku gak mau ditolak, Nia."
"Oke oke, hari Sabtu." ujar Rania cepat.
"Bagus. Tapi malam ini kamu harus masakin aku makanan. Hukuman karna gak mau di ajak keluar."
"Reyhan! Mana bisa gitu?!"
"Bisa aja, kan terserah aku."
"Aku gak bisa masak!"
"Ini lah saatnya kamu mulai belajar. Masa mau nunggu menikah dulu baru mau belajar masak."
"Apa nih ngomongin nikah nikah."
"Aku betul kan? Kenapa sewot?"
"Jangan ngomongin nikah lah."
"Kalo gitu kita bahas menu makan malam nanti. Aku mau kamu yang masak sendiri. Gak boleh dibantuin yang lain. Istimewa dari hasil tangan kamu."
"Tapi maunya dimasakin apa?" tanya Rania dengan bingung.
"Makanan yang biasa kamu buat. Kamu bisanya masak apa, ya udah itu aja."
"Telor ceplok mau?"
"Gak mau. Aku mau yang lebih istimewa."
"Nanti aku masak kerikil lada hitam aja. Masakan istimewa dari aku." ujar Rania sambil menjulurkan lidahnya ke telepon.
Reyhan ketawa mendengar guyonan sinis gadis itu.
"Lucu sekali, sayang.. Nanti aku datang jam delapan.."
"Eh tapi kamu gak boleh makan di rumah. Nanti aku kotakin makan malamnya."
"Loh, kenapa?"
"Ya gak kenapa-kenapa."
"Mana bisa gitu?"
"Bisa aja.. Kan terserah aku."
"Aku gak setuju!"
"Gak setuju berarti gak ada makan malam."
***
Jam 8 tepat kedengaran bunyi bel dari teras depan. Rania masih belum keluar dari kamarnya. Dari tadi pintu kamarnya diketuk oleh Fitri dan Sherly, tapi gadis di dalam selalu bilang 'bentar'.
Akhirnya Sherly membuka pintu rumah, di depannya berdiri laki-laki gagah berpostur tinggi dan tegap. Laki-laki itu mengenakan baju kemeja warna hitam, lengan di gulung. Penampilannya disempurnakan dengan celana khaki warna cream dan sepatu warna cokelat. Simpel tapi bergaya. Dan di tangannya, lelaki itu menggenggam buket bunga mawar!
"Halo.." senyum ramah menghiasi bibir lelaki itu.
"Halo juga.. Cari siapa?" tanya Sherly berpura-pura tidak tau dan tidak kenal.
"Saya mau ketemu Rania.. Ada?"
"Ohh, ada ada.. Tapi orangnya lagi di dalam. Bentar dipanggilin." jawab Sherly.
"Makasih.."
"Oh tapi, namanya siapa ya, mas? Biar nanti dikasih tau Rania."
" Saya Reyhan." kata lelaki itu sambil tersenyum lebar.
"Ohh, silahkan masuk.. Duduk dulu mas, saya panggil Rania dulu."
"Terima kasih Mbak Sherly.." kata Reyhan sambil tetap tersenyum.
"Ohh, iya sama-sama.." kata Sherly. Gadis itu langsung kabur dari ruang tamu. Padahal dia sengaja berakting pura-pura tak kenal tapi ternyata Reyhan masih mengenalnya.
***
Rania muncul di ruang tamu dalam keadaan terlambat 15 menit. Dilihatnya Reyhan duduk di sana sambil membaca majalah. Reyhan sontak mengangkat kepalanya ketika mendengar kedatangan seseorang.
"Hai cantik.. On time sekali." sindir Reyhan.
"On time karna baru selesai masak, karena dipaksa seseorang.." Rania balas menyindir lelaki itu.
Reyhan tertawa melihat gadis cantik di depannya itu jadi cemberut.
"Salah sendiri, kenapa nolak diajak makan keluar.."
"Aku kan lagi cape.." balas Rania pelan.
"Nih obat untuk hilangin cape.." Reyhan mengulurkan buket bunga mawar kepada gadis di depannya. Senyum tipis menghiasi bibirnya.
Rania terkejut melihat buket di tangan Reyhan. Dengan senyum penuh keraguan, diambilnya buket tersebut.
"Makasih Rey.. Bunganya sangat indah.."
Tanpa sadar Rania menghirup keharuman bunga mawar di tangannya. Matanya tertutup menikmati wangi bunga itu. Seakan dengan menghirup harumnya bisa menghilangkan rasa lelah yang menggelayutinya seharian ini.
Reyhan terpana melihat pemandangan di depannya. Dia menatap Rania lama, terpesona dengan kecantikan gadis itu.
"Cantik sekali…" guman Reyhan.
Mata Rania langsung terbuka ketika mendengar suara lelaki itu.
"Iya, bunganya memang cantik." ujar Rania, yang gelagapan memberikan reaksi.
"Maksudku mawarnya cantik, ditambah kamu jadinya cantik sekali."
Ah sudah, lelaki ini mulai gombal.
"Dasar gombal!"
"Gombalanku gak jalan kalo sama kamu mah.."
"Oo, jadi kalo sama yang lain berhasil, gitu?"
"He-eh."
"Ih, sok cakep!"
Reyhan melangkah mendekati Rania. Tiba-tiba jarak mereka begitu dekat. Saat ini mereka hanya dipisahkan buket bunga yang sedang digenggam Rania.
"Coba deh liat lebih dekat, mana tau kamu berubah fikiran." ujar Reyhan pelan.
Rania mengalihkan wajahnya ketika ditatap begitu dekat oleh lelaki itu. Sungguh dia tidak sanggup balas menatap wajah di depannya.
"Nia.."
Jari Reyhan menyentuh dagu Rania, diputarnya wajah gadis itu menghadapnya.
"Gimana?" tanya Reyhan.
Rania menggigit bibirnya, meyumpah lelaki itu karena menempatkannya di situasi seperti ini.
"Gak gimana-gimana.. Permisi aku ke belakang dulu mau narok bunga ini. Sekalian ngambil makan malam kamu."
Reyhan tersenyum tipis melihat gadis itu gelagapan.
"Cepetan, aku laper banget.. Gak sabar mau coba masakan kamu." ujar Reyhan akhirnya penuh semangat.
Rania meninggalkan Reyhan dan langsung menuju lemari untuk mengambil vas bunga. Dengan hati-hati dibawanya vas yang terbuat dari kaca itu menuju dapur agar bisa diisi air.
Seketika langkahnya mati saat melihat makanan yang terhidang di meja makan. Piring, gelas, sendok dan garpu tersusun rapi di atas meja.
Rania buru-buru menuju kamar Sherly tanpa meninggalkan benda yang ada ditangannya. Diterobosnya pintu tanpa diketuk. Wajahnya memerah melihat kedua temannya sedang asik mengobrol.
"Sher, mana kotak makannya?" tanya Rania dengan keras.
"Ehh, gini.. Tas untuk narok kotaknya gak ketemu." jawab Fitri.
"Ya udah deh gakpapa, ntar ditarok dalam kresek aja.."
"Eh tapi cin, tutupnya juga gak ketemu.."
"Ha? Masa sih?! Perasaan ada dalam lemari, kenapa tiba2 ngilang?" ujar Rania dengan kesal.
"Entah lah.. Mungkin gue lupa narok pas terakhir pake." jawab Fitri.
"Aduh, ganti kotak lain aja.. Dia udah nunggu tuh, ntar makanannya jadi dingin." kata Rania memberi ide.
"Yang lain tutupnya juga ilang. Udah kita cari di semua tempat, tapi gak ketemu." ujar Sherly sambil menatap Fitri di dekatnya.
"Apa?! Girls, jangan becanda.. Masa tutup kotak pada hilang semua sih?!" suara Rania mulai kedengaran tegang.
"Biasa lah beb, cara kerja tutup kotak itu memang begitu.. Di saat lagi dibutuhkan memang suka ngilang, coba deh ntar kalo lagi gak dipake, ada aja yang ketemu." kata Sherly dengan santai.
Rania seakan tidak percaya dengan apa yang barusan di dengarnya. Mana mungkin semua tutup bisa hilang? Dia yakin sedang dikerjai oleh kedua sahabatnya itu.
"Serius dong Sher, gimana mau narok makanan kalo tutupnya gak ada coba?!"
"Ya udah, ajak dia makan di sini aja."
"No way!"
"Ohh, kalo gitu pesan online aja.. Kan dikasih kotak tuh."
"Ya ampun, ya ketahuan lah. Kan ada nama restorannya."
"Terus gimana dong? Lo mau gak kalo makanannya diplastikin aja?"
"Ya Allah, jangan! Masa ditarok dalam plastik?!"
"Solusi satu-satunya ya dia makan di sini."
"Ihh, malesin!"
"Terus gimana lagi dong? Elo putuskan deh, sebelum makanannya jadi tambah dingin.."
Rania menatap temannya dengan wajah tak percaya. Otaknya ligat berpikir dimana kemungkinan tutup kotak itu berada. Tapi membayangkan harus membuang waktu mencari tutup sialan itu, yang belum tentu akan ditemukannya, akhirnya Rania menghela nafas dengan keras.
"Awas kalian berdua, traktir gue nonton dan makan sampe kenyang!" ujar Rania sebelum meninggalkan kamar Sherly.
REYHAN menyuap makanannya dengan berselera. Tatapan matanya singgah ke gadis di sebelahnya yang sejak tadi memperlihatkan wajah cemberut.
Hanya Fitri dan Sherly yang melayan lelaki itu mengobrol. Ya, Rania memaksa kedua temannya itu makan bersama mereka. Akibat ulah kedua gadis itu membuat Reyhan akhirnya makan di kontrakkan mereka. Dia merasa tidak nyaman harus makan berdua dengan lelaki itu di rumah ini, sementara temannya sibuk menggosipkan dirinya di kamar.
"Jadi abang ini tinggal di dekat rumah Nia di Bogor?" tanya Fitri kepada Reyhan berbasa-basi.
"Iya, kami tetanggaan.." jawab lelaki itu.
"Ohh, begitu.."
"Fitri belom pernah ke rumah Nia? Kalo Sherly pernah abang lihat dulu." tanya Reyhan kepada Fitri.
"Udah pernah bang, tapi gak ketemu kita ya."
"Wah iya kah.. Abang biasanya balik kalo Rania juga balik Bogor." ujar Reyhan bercanda.
Fitri dan Sherly langsung nyengir, tapi Rania malah memerah.
"Abang kayak penguntit aja." kata Sherly.
"Namanya juga mau menguntit masa depan."
Sontak kedua gadis itu ketawa mendengar guyonan Reyhan. Rania yang dari tadi diam mulai mengeluarkan aura berbahaya.
"Udah cepetan makan.. Ntar kebanyakan ngobrol, makannya jadi sisa." ujar Rania.
"Masakan kamu enak banget, Nia.. Kalo bisa nih mau aku habisin semua. Tapi kasian pula nanti kalian gak kebagian." kata Reyhan kepada gadis di sampingnya.
"Modus banget." ucap Rania mesem.
"Modus gimana? Beneran enak kok, ya kan Sher? Fit?"
Kedua gadis itu menganggukkan kepalanya sambil menyuap makanan.
Reyhan mendekatkan badannya ke arah Rania. "Percaya deh sayang, masakan kamu best!" bisik Reyhan mesra di telinga Rania.
Rania membesarkan matanya menatap lelaki itu, tidak suka jika kedua temannya mendengar ucapan Reyhan barusan. Bisa habis dia nanti dijadikan bahan becandaan kedua sahabatnya itu. Tapi kemudian senyum simpul menghiasi bibirnya. Dalam hati senang karena jerih payahnya dihargai mereka semua.
Share this novel