PC.5 Sendok Garpu

Romance Series 17947

Hari itu menjelang siang Rania masih sibuk menyelesaikan pekerjaannya. Perut yang terasa lapar minta diisi terpaksa diabaikan. Dia harus menyelesaikan laporan keuangan dan mengirimnya sebelum makan siang nanti. Gadis itu tidak mau mengulur waktunya walaupun hanya untuk mencomot biskuit demi mengganjal perutnya yang lapar.

Tangannya lincah menari di atas kalkulator, menekan-nekan angka untuk dijumlahkan.

Pada saat akan memindahkan angka tersebut ke dalam kertas kerja dalam komputernya, muncul pesan pop up dari Lani teman kantornya.

'Makan siang di Sendok Garpu.. Ikut?' - Lani

'Oke..' - Rania

Rania melirik jam di pojok kanan layar komputernya. Dalam hati gadis itu menghitung berapa waktu yang tersisa untuk menyelesaikan pekerjaannya. Helaan nafas agak keras keluar dari mulutnya. Dia lega masih punya cukup waktu, karena laporan itu sedikit lagi akan selesai.

*******

Reyhan menatap ponselnya berharap beberapa pesan yang dikirim tadi akhirnya dibalas. Pesan itu dikirimkan kepada Rania, tapi sampai sekarang tidak ada tanda-tanda gadis itu merespon pesannya. Pesan yang ditinggalkannya masih memperlihatkan tanda centang dua abu-abu.

Dengusan kasar yang keluar dari mulutnya menandakan bahwa laki-laki tersebut mulai kehilangan kesabaran. Dari tadi tangannya gatal ingin menelepon Rania, tapi dibatalkannya karena tidak ingin memancing emosi gadis itu disaat dia sedang bekerja.

Tapi melihat pesan yang tidak dibalas itu melayang layang di pelupuk matanya, akhirnya membuat Reyhan memutuskan untuk menelepon gadis itu.

Tanda hijau di layar ponsel ditekan kemudian lelaki itu menunggu panggilannya diangkat dari seberang. Cukup lama dia menunggu sampai akhirnya nada panggilan tersebut tidak kedengaran lagi. Dia mengeluh kecewa. Panggilannya tidak dijawab oleh gadis itu.

Reyhan termenung di depan komputernya sambil menggenggam erat telepon di tangan. Dihelanya nafas dengan kasar. Dia kesal dengan sikap keras kepala gadis itu.

*******

Rania berjalan ke dalam restoran bersama teman-teman kantornya dengan hati yang mendongkol. Dia tidak tau bahwa ternyata Bram juga ikut dengan mereka ke Sendok Garpu.

Tadi waktu menunggu di lobi dia tidak sadar akan kehadiran Bram. Matanya sibuk mengecek pesan yang masuk ke dalam ponselnya.

Sudah dua minggu sejak terakhir kali dia berbicara dengan Reyhan. Entah mau apa lelaki itu menghubunginya hari ini. Dilihatnya puluhan pesan baru yang dikirim lelaki itu masuk ke dalam kotak pesannya.

Rania mendengus geram membaca pesan yang dikirim Reyhan. Kebanyakannya mengada-ada penuh kegombalan. Pesannya berakhir dengan ajakan makan siang, yang tentu saja tidak dibalas oleh gadis itu.

Suara Fitri kedengaran memanggilnya untuk beranjak meninggalkan gedung kantor. Diletakkannya HP ke dalam dompet lalu berjalan menuju temannya itu.

Tiba-tiba langkah Rania terhenti melihat satu sosok yang berdiri di depan pintu keluar. Bram kelihatan sedang bercanda dengan Lani. Entah apa yang dibicarakan lelaki itu sampai Lani tertawa terbahak- bahak. Senyum lelaki itu memudar saat melihat Rania melangkah ke arahnya.

"Yok berangkat, aku udah lapar banget." Bram berbicara kepada Rania. Senyum ramah diberikan kepada gadis cantik berpostur tinggi itu.

Rania melirik Lani yang seketika itu jadi salah tingkah.

"Ayo Nia, hari ini kita naik mobil Pak Bram.. Lumayan hemat bensin dan ga capek nyetir.." Lani bersuara sambil tersenyum. Gadis itu mengulurkan tangan bermaksud mau menggandeng Rania menuju mobil Bram.

"Eh, gini.. Gue bareng Mbak Corry aja, sekalian mau membahas laporan yang dibuat tadi." Rania melirik ke arah Fitri untuk meminta dukungan. Kelihatan sekali gadis itu mencoba mencari-cari alasan sekalian mengelak ikut mobil Bram.

Fitri hanya bisa mengangguk menyetujui ucapan Rania.

"Udahh, bahasnya nanti pas udah sampe di sana aja.. Lagian mobil Mbak Corry udah gak bisa nampung lo lagi.. Liat tuh udah penuh." Lani memberi alasan sambil menunjuk mobil Mbak Corry yang pintunya sudah ditutup dari dalam.

Rania melihat mobil Mbak Corry yang perlahan mulai meninggalkan parkiran kantor. Gadis itu mengetatkan bibirnya menahan rasa kesal karena dijebak untuk menaiki mobil Bram. Sejurus kemudian dia melihat ke arah lelaki itu yang dari tadi tidak lepas memandangnya. Bram hanya memamerkan senyumnya membalas pandangan Rania yang kelihatan sedikit memerah itu.

"Kita berangkat sekarang?" Bram meminta persetujuan mereka. Mukanya dimaniskan untuk meredakan rasa kesal yang muncul di wajah Rania.

Fitri yang dari tadi menjadi pemerhati juga tidak menyangka dengan kejadian ini. Teman-temannya jelas kelihatan ingin membantu Bram untuk mendekati Rania.

Akhirnya Rania mengalah dan mengikuti mereka ke parkiran. Langkahnya yang pelan menunjukkan ketidakrelaan gadis itu berdekatan dengan Bram di ruang mobil yang kecil itu.

Rania berhenti di samping Honda Civic milik Bram kemudian mengulurkan tangannya membuka pintu belakang. Gerakkanya terhenti seketika melihat Lani dan Fitri yang sudah duduk di dalam sana.

"Lo di depan aja ya Nia.. Kalo di belakang semua kasian ntar Pak Bram malah dikira supir." ujar Lani. Tawa nyengir gadis itu sekalian untuk menutupi rasa bersalahnya.

"Kenapa bukan elo yang di depan?" Rania bertanya geram.

"Gue lagi masuk angin.. Gak bisa kena AC."

Huhh! Alasan yang sungguh ngasal!

Rania membesarkan matanya menatap Lani, ditundukkannya badannya kemudian jarinya maju mencubit pipi gadis itu.

Puas hatinya mendengar suara Lani mengaduh kesakitan. Jujur Rania malas berdebat di bawah terik matahari yang panas begini, tapi senang rasanya dapat membalas mak comblang satu itu. Ditutupnya pintu belakang dengan cepat untuk menghilangkan suara omelan Lani yang tak ada tanda-tanda mau berhenti.

Kemudian Rania akur dan beranjak menuju pintu depan. Dilihatnya Bram yang masih berdiri di samping pintu pengemudi dengan senyum yang terkembang lebar.

Haih! Senang lah tuh dapat duduk didekatnya, gumam Rania dengan cemberut di dalam hati.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience