PC.4 Iman

Romance Series 17947

Rania sedang tekun membaca jurnal di bangku taman kampus saat gadis itu mendengar ada suara yang memanggil namanya.

"Niaa.. Rania!"

Gadis itu Sherly, teman akrabnya di kampus. Sherly berlari menghampiri Rania sambil melambai-lambaikan tangannya.

"Nia, kenapa telpon gue gak diangkat sih?!" kedengaran suara ngos-ngosan Sherly bertanya dengan sewot. Gadis itu membungkukkan badannya agar bisa bernafas dengan lega.

"Astaga.. Sorry Sher, HP gue silent.. Lupa on suara habis kuliah tadi." Rania menjawab dengan rasa bersalah. Diusapnya punggung Sherly untuk melegakan nafas sehabis berlari.

"Hiihh, lo ini kebiasaan! Kelas Manajemen Bisnis batal, Bu Ina berhalangan hadir. Yuk ngemall.." Sherly menaik-naikkan alisnya sambil tersenyum. Berharap Rania setuju dengan ajakannya untuk mengisi jadwal yang kosong di mall.

"Aduh, ngemall lagi? Baru juga tiga hari yang lalu ke Margos. Enggak lah, gue bosen ngemall." balas Rania ogah-ogahan.

"Lah, terus anda maunya kemana, bu?"

"Ke pantai yuk? Atau pegunungan yang adem?"

"Lo kira lagi liburan? Kalo mau yang sejuk sejuk, pulang ke Bogor sana." balas Sherly cemberut. Dicubitnya lengan Rania karena menolak ajakannya untuk pergi ke mall.

Rania mengaduh kesakitan karena cubitan semut yang diterima lengan polosnya.

"Elo ini kan, suka banget sih main cubit sembarangan.. Sakit tau Sherly." ujar Rania. Bibirnya cemberut sambil menggosok lengan yang mulai kemerahan.

"Abisnya lo gak mau diajak ke mall sih." Sherly menjawab dengan rasa bersalah.

Tangannya ikut menggosok lengan Rania. Kalo hal mencubit begini dia memang juaranya. Kebiasaan yang sudah dilatih dari kecil dulu untuk menakut-nakuti adiknya.

Rania tersenyum dalam hati melihat Sherly bersungguh-sungguh menggosok lengannya. Timbul juga rasa kasihan di dalam hatinya.

"Tapi kan dua minggu lagi kita UTS, Sher.. Tolong deh jangan keseringan ngelayap. Kita harus fokus belajar dulu biar nanti ujiannya lancar." ujar Rania sambil mengingatkan temannya.

"Gue janji, sekali ini aja.. Besok besok enggak lagi.. Suer..!"

Rania menyilangkan tangannya di depan dada, mata dikecilkan sambil menatap Sherly. Gayanya seperti sedang berfikir keras menimbang ajakan temannya itu. Ditatapnya Sherly yang sudah menyusun sepuluh jarinya di bawah dagu sambil memperlihatkan senyum memelas.

"Ehmm.. Iya deh kita ke mall.. Tapi gak pake lama, oke?"

"Oke!"

"Ohh, tapi lo harus traktir gue makan es krim.. Hukuman karna mencubit lengan mulus gue ini.." ditunjuknya bekas kemerahan itu dengan dagunya.

Sherly sudah bertepuk tangan kegirangan mendengar Rania setuju menghabiskan waktu luang mereka di mall.

"Oke oke,, nanti gue traktir." jawab Sherly cepat. Dia setuju saja asalkan temannya itu mau ikut dengannya.

*******

Dmall menjadi tujuan mereka hari itu. Sesampainya di dalam, Rania langsung menarik tangan Sherly menuju toko buku. Gadis itu ingin membeli beberapa buku rujukan dan novel untuk dibaca mengisi waktu luangnya.

Rania dengan tekun membalik sebuah buku. Dia setengah jalan membaca resensi novel pengarang kesayangannya ketika suara bisikan penuh perdebatan di lorong seberang menerpa telinganya. Pada mulanya dia mengabaikan suara itu dan membaca lagi, tapi suara bisikan yang kemudian berubah sedikit keras mulai menganggunya. Suara itu menarik rasa penasaran Rania.

Rania meluruskan badannya lalu menolehkan kepalanya menuju sumber suara. Matanya menatap sepasang sejoli yang sibuk membahas buku yang dipegang oleh lelaki di lorong itu. Rania memperhatikan dalam diam saat lelaki itu berbicara sambil tertawa dengan teman perempuannya.

Gerakan yang muncul di lorong seberangnya menarik perhatian lelaki itu. Merasa ada yang memperhatikan, lelaki itu mengangkat kepalanya dan menatap ke lorong buku tempat Rania sedang berdiri. Mata mereka bertatapan beberapa saat sebelum kemudian saling melempar senyum.

Mekar taman bunga di hati Rania menerima senyuman dari lelaki itu. Lelaki yang hampir tiap malam menjadi penghias mimpinya.

Perutnya terasa bergolak, sepertinya ada lusinan kupu-kupu yang sedang terbang bahagia di dalam sana. Inilah yang selalu terjadi setiap kali dia melihat lelaki itu. Berdebar dan bahagia. Hatinya sudah lama ditawan oleh lelaki yang sedang tersenyum di depannya ini.

"Nia, lagi ngapain di sini? Gak kuliah?" terdengar suara lelaki itu melangkah mendekati Rania.

Rania gelagapan, tidak menyadari ternyata pemuda yang jadi igauannya sudah berdiri di depan mata.

"Ehh.. Enggak, jadwal siang ini dibatalkan." gugup Rania menjawab pertanyaan si lelaki. Senyum manis dikeluarkan untuk meredakan debaran di dada.

"Bang Iman gak ada kelas?"

"Enggak.. Siang ini memang kosong.. Kamu sendirian aja?" tanya Iman lagi. Pemuda itu mengalihkan matanya ke belakang Rania seakan mencari teman si gadis.

"Aku bareng Sherly, dia ada di bagian komik.. Emm, Bang Iman berdua aja?" mata Rania singgah menatap gadis di seberang.

Ternyata gadis itu juga sedang melihat ke arahnya. Tapi kemudian gadis di seberang itu cepat mengalihkan matanya lalu menatap buku yang ada di tangan.

"Bang Iman rame-rame sama temen lain.. Kami mau makan di atas.." Iman memberikan senyum menawannya kepada Rania.

"Ohh, okee.." balas Rania pelan dan panjang.

Iman ketawa melihat tingkah Rania. Gayanya mengucapkan kalimat dengan bibir dibulatkan dan kemudian mulut dilebarkan sangat mencuit hati lelaki itu.

"Nia mau ikutan makan bareng gak?" ajak Iman ketika melihat Rania agak salah tingkah lagi di depannya.

"Gak usah, Bang.. Nia janji mau makan es krim bareng Sherly." tolak Rania cepat.

"Kok es krim?"

"Iya, hari ini agak panas."

Es krim akan mendinginkan badannya yang tiba-tiba dilanda panas karena bertemu pemuda idamannya. Bersemu merah sampai ke pipi.

"Emang gak laper?"

"Hee.. belom." Rania nyengir membalas pertanyaan Iman.

Iman menatap mata Rania pelan. Gadis yang kost di seberang kontrakkannya ini sudah mencuri hatinya sejak pertama mereka bertemu.

Dia mencari tau jadwal kuliah Rania, kalau tidak bentrok dengan jadwalnya, dia akan pura--pura duduk di teras depan rumah. Sekedar menyapa dan memperhatikan gadis itu berangkat ke kampus. Dia ketagihan setiap kali Rania memperlihatkan senyuman manisnya.

"Man, yuk lah.. Udah ditungguin yang lain." gadis di seberang lorong memanggil Iman sambil menggerakkan telepon genggamnya. Sepertinya teman Iman yang lain menunggu di restoran, mengirim pesan agar mereka segera datang ke sana.

Iman kembali menoleh menatap Rania. "Nia beneran gak mau gabung?" sekali lagi Iman bertanya.

"Beneran abang.. Nia masih mau membaca di sini.. Udah Bang Iman pergi makan dulu.." Rania mengusir Iman dengan senyuman.

"Ya udah, nanti kalo Bang Iman ajak Nia pergi makan, mau ya?"

Merah bak kepiting rebus wajah Rania mendengar kalimat itu. Hati berbunga-bunga tapi malu.

Dengan senyuman gugup yang masih melekat di bibir, Rania menganggukkan kepalanya.

Melebar senyum Iman melihat anggukkan gadis di depannya. Kelihatan giginya yang rapi tertawa bahagia.

"Bang Iman jalan dulu ya.." Iman mulai beranjak meninggalkan Rania.

Sekali lagi Rania menganggukkan kepalanya. "Hati-hati.." senyum keluar lagi menyapa wajah di depannya.

"Kamu juga.." Iman melambaikan tangannya dan berlalu dengan senyuman yang masih melekat.

Rania terpaku di depan rak buku sambil memegang kedua pipinya yang masih terasa panas. Dipejamkannya mata seakan ingin mengulang kembali percakapan singkat mereka barusan.

Seketika dibukanya mata dan dengan cepat berjalan menuju ujung rak. Rania ingin melihat kelibat Iman sekali lagi.

Iman dan temannya berjalan sambil tertawa-tawa. Sebelum hilang di belokan, pemuda itu menolehkan kepalanya ke belakang. Dilihatnya Rania berdiri di ujung rak sana sedang menatapnya.

Sekali lagi Iman melambaikan tangannya sambil tersenyum. Kemudian sosoknya hilang dibalik pembatas kaca menuju pintu keluar.

Lama Rania berdiri terpaku sambil memperhatikan pintu keluar yang cuma kelihatan bagian atasnya saja dari tempatnya berdiri.

Dirasakannya wajahnya masih panas, detak jantungnya terasa sampai ke telinga. Ditekannya telapak tangan ke arah dada agar debaran yang terasa bisa segera berkurang.

Tanpa disadari, dari sini lah bermulanya momen awal kedekatan mereka.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience