Dan disinilah Rania sekarang, duduk di tepi pantai seorang diri di sore hari. Cuaca yang cerah tidak bisa mengubah suasana hatinya yang sedang gundah. Tadi siang balik saja dari rumah keluarganya, dia langsung menuju pantai dengan maksud ingin menenangkan pikiran.
Badannya masih terasa panas dingin memikirkan sosok laki-laki yang disebutkan ayahnya semalam.
Reyhan Khilal Muhsin. Namanya cantik, tapi sungguh sifatnya tak secantik namanya. Rania sering mengalami kejadian tak menyenangkan dengan sosok satu itu. Setiap kali melihat laki-laki itu selalu saja emosinya jadi meningkat. Dan sampai saat ini penilaiannya tidak berubah mengenai Reyhan si lelaki sok ganteng.
*******
Acara tujuh belasan untuk merayakan Hari Kemerdekaan di komplek rumahnya diadakan dengan meriah. Banyak perlombaan yang diadakan untuk anak-anak tingkat TK, SD & SMP.
Kali ini Rania menjadi panitia acara tujuh belasan. Dia yang biasanya suka mengelak berpartisipasi di acara komplek akhirnya kalah dengan rayuan ibunya. Di usia 17 tahun, Rania lebih sering menghabiskan waktu dengan teman-teman sekolahnya.
Seperti kebiasaan di tahun-tahun sebelumnya, setelah semua lomba selesai diadakan untuk adik-adik, semua panitia wajib mengikuti salah satu lomba. Pilihan lomba untuk panitia adalah lomba menangkap belut, pacu karung dan lomba makan kerupuk.
Membayangkan harus memegang belut yang licin dan agak susah ditangkap itu membuat Rania merinding kegelian. Sedangkan dari dulu dia memang tidak pandai melompat dalam karung karena selalu membuatnya terjatuh. Apalagi, tentu saja dia memilih lomba makan kerupuk.
"Ayoo Nia.. Niaa!!" keras suara Reyhan berteriak memberi semangat agar Rania segera menghabiskan kerupuknya.
Tapi si gila itu malah menarik-narik tali yang mengikat kerupuknya setiap kali dia meneriakkan nama Rania.
"Ayo dong Niaa.., gigit kerupuknyaa.." Reyhan bersuara lagi sambil menggoyangkan tali. Lelaki itu bergoyang sambil mengangkat angkat tangannya. Udah kayak monyet menari aja kelihatannya.
Rania memanyunkan bibirnya. Pengen rasanya dia berhenti dan gak mau melanjutkan lomba itu.
"Ihhh, masa sih kamu kalah sama Mila yang lebih pendek.. Liat tuh, kerupuknya udah hampir habis.. Go Nia gooo!"
Kerupuk yang sudah dijepit dimulut jadi lepas lagi karena laki-laki itu sekali lagi menarik tali kerupuk Rania. Dengan wajah memerah menahan marah, gadis itu mengepalkan tangannya dan ingin sekali memukul pengacau satu itu.
"Diam, Reyhan!"
Tapi lelaki yang bernama Reyhan itu tidak peduli. Tangan saling bertepuk semangat menyerukan nama Rania.
"Ayoklahh Rania, aku taruhan sama yang lain kalo kamu yang bakal menang.."
Selasai saja mengatakan itu, Reyan kembali menggoyangkan tali kerupuk yang tergantung di depan gadis itu. Rania melirikkan wajah ingin meminta pertolongan kepada panitia yang lain. Tapi mereka malah ketawa kesenangan melihat Rania diusilin si gila itu.
"Yaaelahhh Nia, kamu kalahh.. Percuma aja dong punya tubuh tinggi tapi lomba kayak gini aja gak bisa menang." Reyhan menyahut dengan suara santai. Kepala digeleng-gelengkan dengan mimik wajah kesal.
Dengan sisa kemarahan yang masih menggunung, Rania berjalan menuju Reyhan, dan... buukk!! Tinju Rania melayang di perut lelaki pengacau itu.
*******
Lamunan Rania terputus ketika ada pesan yang masuk di Whatsapp dari nomor tak dikenal.
~'Cantik, kamu lagi dimana? Aku di depan kontrakkanmu nih'
Cantik?? Buru-buru tanda info ditekan untuk melihat nama pengirim.
Reyhan!
Ternyata pesan itu dari si dia yang sangat ingin dihindarinya. Dengan kesal Rania melemparkan telepon genggamnya ke dalam tas dan pesan tersebut diabaikan. Kesal sungguh hatinya. Saat ini dia tidak mau memikirkan lelaki itu.
Beberapa saat kemudian bunyi nada panggilan masuk kembali mengalihkan lamunan gadis itu.
Rania yakin telpon yang berbunyi itu dari Reyhan si sok cakep. Dibiarkannya beberapa panggilan tak dijawab. Tak ada moodnya untuk berbicara dengan lelaki itu.
Tiba- tiba ponselnya diam tak menerima panggilan. Tapi setelah itu langsung datang satu pesan lagi.
~'Sayang, kenapa telponnya gak diangkat? Aku nelpon kamu sampe 8 kali loh'- Reyhan
~'Sayang, balas pesannya.. Aku mau ngomong sama kamu'
Membulat mata Rania membaca pesan itu. Berani sekali lelaki itu memanggilnya 'sayang'. Sungguh tak tau malu, maki Rania dalam hati.
Beberapa saat...
~'Kalo pesanku gak dibales, aku lapor ibumu yaa'
~'Aku gak akan pergi dari depan kontrakkanmu kalo pesanku gak dibales'
~'Nia..'
~'Rania..!'
Membesar mata Rania membaca pesan dari Reyhan. Gila! Lelaki apaan ini yang bisa-bisanya main ancam begini, pikir Rania dalam hati.
Sejurus kemudian ponsel Rania kembali berbunyi, dengan kasar ditekannya tanda terima.
"Kamu bisa gak sih jangan menggangguku!" ketus suara Rania menjawab telpon dari Reyhan.
"Wa'alaikumsalam, Sayang.." balas Reyhan ketawa sambil menyindir
"Ihh! Assalamu'alaikum!"
"Kamu lagi dimana sayang?"
"Kamu ngapain sibuk tanya aku ada dimana?!"
"Sayangku yang cantik, sebagai calon suamimu aku berhak bertanya kamu lagi ada dimana, lagi ngapain, sama siapa.. Gitu sayang.." balas Reyhan dengan lancar.
"Heyy! Aku gak suka ya denger omongan kayak gitu! Aku bukan calon istrimu Reyhan sok cakep..!"
"Wooya gak bisa gitu.. Pak Dino udah menurunkan titah kepadaku untuk selalu perhatiin kamu."
"Hiiyyy.. Boong banget! Gak mungkin ayah ngomong gitu.. Dasar kamu suka ngarang.." berapi api suara Rania, tak percaya mendengar apa yang barusan dikatakan Reyhan.
"Kamu tanya gih sama Pak Dino.. Kalo terbukti aku gak bohong, siap-siap dapat hukuman dari aku.."
Gila, emang hobi ngancam nih orang.
"Aku gak suka diancam ya Rey."
"Haahh, enggak lah.. kalo aku sih sukanya sayang-sayangin kamu Nia.." gombal Reyhan menjawab.
"Eeyyy.. Geli kupingku dengerinnya tau!"
"Tunggu deh kalo nanti kita udah nikah, kamu bakal nagih dan minta disayang-sayang terus sama aku.." santai suara Reyhan menjawab.
Merah telinga Rania mendengar ucapan lelaki itu. Ingin disumpalnya mulut tak tau malu itu dengan sekilo cabe.
"Rey, denger.. Aku gak mau nikah sama kamu.. Sekarang hentikan omong kosong ini.. Aku udah males ladenin kamu Reyhan." Rania siap-siap ingin mengakhiri pembicaraan dengan laki-laki itu.
Reyhan yang berbicara dengannya sekarang tak jauh beda dengan yang dikenalnya dulu. Sikap suka mengganggu dan mengerjai dirinya seperti zaman dulu masih belum hilang. Rania capek jadi sasaran keisengan lelaki itu. Tanpa sadar nafasnya dihela dengan keras.
"Sekarang boleh lah bilang gak mau, jangan nanti malah kamu yang ngebet minta dinikahi sama aku.." suara ketawa Reyhan membuat telinga gadis itu berdesing.
"Ngimpi kamu Rey.. Aku ogah sama cowok sok kegantengan kayak kamu."
Reyhan ketawa mendengar ejekan gadis itu.
"Wajah sok cakep ku ini yang bakal kamu mimpiin tiap malam, Nia."
"Rey, stop! Jangan ngaco.."
"Aku gak ngaco.. Aku yakin banget mengenai yang satu itu."
Rania kehabisan akal berbicara dengan Reyhan. Tenaganya terkuras karena emosi yang meningkat karena menghadapi tingkah Reyhan.
"Rey, coba deh kamu lihat dan perhatiin. Kayak apa sih hubungan kita sebelumnya? Kita tuh kayak dua kutub yang berbeda. Satu di utara, satu di selatan. Kita gak cocok, Rey.. Kamu paham kan?"
Kali ini Rania mencoba cara lain. Suaranya lebih dilunakkan agar Reyhan paham mengenai apa yang diucapkannya.
"Kamu tau kan cara kerja magnet? Kalo kutubnya sama, mereka akan tolak menolak. Coba deh kalo kutubnya berlainan, mereka bakal tarik menarik.. Menempel, erat dan susah dipisahkan. Kayak gitu lah kita, sayang."
Rania menggertakkan gigi mendengar analogi yang tak masuk akal itu. Geram dan mendongkol hatinya.
"Masalahnya kita bukan magnet, gak bisa diandai-andaikan kayak begitu.."
"Bisa aja kalo kita memberikan kesempatan untuk saling tarik menarik.." kali ini suara Reyhan menjawab dengan serius.
Rania mati kutu. Tak tau lagi harus mengatakan apa. Kesudahannya dia hanya diam tak menjawab.
Sikap diam Rania menunjukkan bahwa gadis itu belum mau melewati batas percakapan. Reyhan menghembuskan nafasnya.
"Nia.."
"Apa lagi?"
"Cepet balik.. Aku lagi kumpul sama temen-temen kamu nih di kontrakkan.."
Share this novel