Bab 8 - Kecurigaan Warga

Thriller Completed 11

Langkah mereka kembali ke rumah pusaka terasa lebih berat dari sebelumnya. Siang itu matahari masih terik, tapi hawa dingin entah dari mana seakan menyelimuti desa.

Warga desa masih berkerumun di sekitar kandang sapi, beberapa berbisik-bisik sambil sesekali melirik ke arah Sukma, Yanto, Adi, dan Indah yang berjalan bersama Mas Bayu.

Warga 1: “Wiit bocah-bocah kota teka, wis loro sapi mati…”
(Terjemahan: “Sejak anak-anak kota datang, sudah dua ekor sapi mati…”)

Warga 2: “Bener. Wingi ora tau ana kedadean kaya ngene.”
(Terjemahan: “Benar. Dulu tidak pernah ada kejadian seperti ini.”)

Bisik-bisik itu makin terdengar jelas, membuat Indah gelisah. Ia mendekat ke Sukma.

Indah: “Mereka ngomongin kita, kan?”
Sukma: “Iya… sepertinya begitu.”

Yanto mencoba menertawakan suasana, walau suaranya terdengar kaku.

Yanto: “Ah, bisa aja. Masa kita dituduh bikin sapi mati? Kita kan bukan dukun.”

Namun tawanya hanya disambut tatapan dingin dari beberapa warga yang berdiri di pinggir jalan.

---

Sampai di Rumah Pusaka

Setelah tiba di rumah pusaka, Mas Bayu meminta mereka duduk di ruang tengah. Wajahnya tampak serius.

Mas Bayu:

> “Kowe kabeh ojo kakehan njupuk ati karo omongan warga. Wong-wong gampang curiga, apamaneh nek ana kedadean sing aneh.”
(Terjemahan: “Kalian jangan terlalu ambil hati dengan omongan warga. Mereka memang mudah curiga, apalagi kalau ada hal-hal aneh yang terjadi.”)

Adi: “Mas… ini sebenarnya apa sih? Kok dari kemarin kita merasa ada yang aneh, sekarang sampai sapi-sapi mati tiba-tiba.”

Mas Bayu:

> “Aku ora isa nerangke kabeh. Luwih becik ngenteni Mbah Surya sing ngomong. Dheweke luwih ngerti.”
(Terjemahan: “Saya tidak bisa menjelaskan semuanya. Lebih baik tunggu Mbah Surya yang bicara. Beliau lebih tahu.”)

Mereka semua terdiam. Hanya suara angin yang masuk dari sela jendela terdengar.

---

Kedatangan Warga

Tak lama berselang, terdengar suara gaduh dari luar. Beberapa warga datang beramai-ramai, wajah mereka penuh amarah bercampur ketakutan.

Warga 1: “Mas Bayu! Kita ora isa meneng wae! Wis loro sapi mati kanthi cara aneh. Wiwit bocah-bocah kota teka!”
(Terjemahan: “Mas Bayu! Kita tidak bisa diam saja! Sudah dua kali sapi mati dengan cara aneh. Sejak anak-anak kota datang!”)

Warga 2: “Bisa wae padha nggawa sing ala menyang desa iki!”
(Terjemahan: “Jangan-jangan mereka membawa sesuatu buruk ke desa ini!”)

Warga 3: “Yen ora enggal diusir, iso tambah parah!”
(Terjemahan: “Kalau tidak segera diusir, bisa tambah parah!”)

Indah pucat pasi, Yanto refleks berdiri dan hendak membela diri.

Yanto: “Eh, tunggu dulu! Kami ini cuma mahasiswa, datang ke sini buat proyek. Kami nggak tahu apa-apa soal sapi mati!”

Namun, warga tampak tidak puas. Suasana makin memanas.

---

Mbah Surya Turun Tangan

Tepat saat suasana hendak ricuh, sebuah suara berat terdengar dari dalam rumah.

Mbah Surya: “Cukup!”

Mbah Surya keluar dari salah satu ruangan. Dengan tongkat di tangan, langkahnya pelan tapi penuh wibawa. Warga yang tadinya ribut langsung diam, sebagian menunduk tidak berani menatap.

Mbah Surya:

> “Kowe kabeh ojo gegabah nuduh. Bocah-bocah iki tamu. Sak suwene dheweke ana ing ngendiku, ora ana sing oleh nyentuh.”
(Terjemahan: “Kalian jangan gegabah menuduh. Anak-anak ini tamu. Selama mereka di bawah jagaan saya, tidak ada yang boleh menyentuh mereka.”)

Seorang warga memberanikan diri bersuara.

Warga: “Nanging, Mbah… sapi-sapi kami mati mendadak. Kita wedi ana bala.”
(Terjemahan: “Tapi, Mbah… sapi-sapi kami mati mendadak. Kami takut ada bala.”)

Mbah Surya:

> “Apa kowe kabeh lali? Desa iki wis suwe nyimpen sesuatu sing ora tau tenanan turu. Ojo salahke wong njaba. Sing kelakon iki dudu mergo dheweke. Iki… tandha.”
(Terjemahan: “Apa kalian lupa? Desa ini sudah lama menyimpan sesuatu yang tidak pernah benar-benar tidur. Jangan salahkan orang luar. Yang terjadi ini bukan karena mereka. Ini… pertanda.”)

Kata-kata itu membuat suasana hening. Warga saling pandang, bingung sekaligus takut.

Mas Bayu:

> “Wis, wis. Biar Mbah sing urus. Kowe kabeh bali dhisik. Aku janji, kabeh bakal diterangke wektu sing pas.”
(Terjemahan: “Sudah, sudah. Biar Mbah yang urus. Kalian semua pulang dulu. Saya janji, semuanya akan dijelaskan pada waktunya.”)

Pelan-pelan, warga mulai bubar, meski beberapa masih menatap penuh curiga ke arah Sukma dan kawan-kawannya.

---

Malam Akan Datang

Setelah warga pergi, Sukma duduk lemas di kursi bambu.

Sukma: “Mbah… apa maksud Mbah dengan ‘pertanda’?”

Mbah Surya menatap jauh, matanya seolah menyimpan beban masa lalu.

Mbah Surya:

> “Kowe kabeh bakal ngerti mengko bengi. Amarga bengi iki… mungkin kowe kabeh bakal weruh barang sing kudune ora kowe weruhi.”
(Terjemahan: “Kalian akan mengerti nanti malam. Karena malam ini… mungkin kalian akan melihat sesuatu yang seharusnya tidak kalian lihat.”)

Hening menyelimuti ruangan. Empat sahabat itu saling berpandangan, dada mereka berdegup kencang.

Di luar, matahari perlahan tenggelam di balik pepohonan. Bayangan rumah pusaka semakin panjang, dan suara jangkrik mulai terdengar bersahutan.

Sukma melirik ke jendela, dadanya terasa berat. Ada firasat bahwa malam ini, seperti kata Mbah Surya, memang akan menjadi malam yang panjang.

Setelah suasana sedikit mereda, Mbah Surya menatap ke arah empat sahabat itu dengan wajah serius.

Mbah Surya:

> “Aku lan Mas Bayu saiki arep mulih dhisik. Bengi iki, kita bakal bali maneh. Ojo kuwatir, kabeh bakal dirampungake.”
(Terjemahan: “Aku dan Mas Bayu sekarang akan pulang dulu. Malam ini, kami akan kembali. Jangan khawatir, semuanya akan diurus.”)

Mas Bayu:

> “Kowe kabeh tetep ana ing kene, aja lunga-lunga dhisik. Kabeh bakal aman, percoyo karo Mbah Surya.”
(Terjemahan: “Kalian tetap di sini, jangan kemana-mana dulu. Semuanya akan aman, percayalah pada Mbah Surya.”)

Mereka berdua berpamitan, lalu melangkah keluar, meninggalkan rumah pusaka yang mulai terasa sunyi.

---

Duduk di Meja Makan

Indah, Yanto, Sukma, dan Adi duduk di meja makan. Di atas meja sudah tersedia makanan yang dimasak oleh Sukma. Hawa dingin malam mulai terasa, namun aroma makanan sedikit menghangatkan suasana.

Yanto mencoba mencairkan suasana. Ia mengambil sepotong lauk dan berusaha membuat lelucon.

Yanto: “Eh, kalo sapi-sapi tadi cuma kaget karena kita nyanyi pas sarapan, mungkin ora mati ya?”
(Terjemahan: “Eh, kalau sapi-sapi tadi cuma kaget karena kita nyanyi saat sarapan, mungkin tidak mati ya?”)

Indah menahan tawa, Adi tersenyum, dan Sukma menggeleng sambil tersenyum tipis. Suasana mulai sedikit lebih ringan.

Mereka makan pelan-pelan, sambil sesekali bercanda kecil. Malam makin larut, dan cahaya lampu minyak mulai menari-nari di dinding rumah pusaka.

Tanpa mereka sadari, empat sahabat itu sudah mulai terlupa akan kejadian tadi siang.

---

Kedatangan Mbah Surya dan Mas Bayu

Tiba-tiba terdengar ketukan keras di pintu utama. Suasana yang tadinya hangat seketika menegang.

Sukma: “Siapa ya…?”
Indah: “Wah… pasti Mbah Surya dan Mas Bayu.”

Pintu dibuka, dan benar saja, Mbah Surya dan Mas Bayu masuk dengan langkah tenang tapi penuh wibawa.

Mbah Surya:

> “Kowe kabeh saiki ayo padha istirahat. Bengi iki bakal dawa lan kowe butuh tenaga kanggo ngerti kabeh sing bakal kelakon.”
(Terjemahan: “Kalian sekarang ayo beristirahat. Malam ini akan panjang dan kalian perlu tenaga untuk memahami semua yang akan terjadi.”)

Mas Bayu:

> “Aja kuwatir. Kabeh bakal kita jaga. Tutup lampu, turu sebentar. Saben uwong butuh persiapan.”
(Terjemahan: “Jangan khawatir. Semua akan kami jaga. Matikan lampu, tidur sebentar. Setiap orang butuh persiapan.”)

Setelah Mbah Surya dan Mas Bayu memberi arahan, empat sahabat mulai mempersiapkan diri untuk tidur. Mereka menata selimut tipis, mematikan lampu kecil, dan memastikan semua perlengkapan sudah rapi.

Yanto, seperti biasa, tidak bisa melewatkan kesempatan untuk membuat suasana lebih ringan.

Yanto: “Eh, Indah… ojo kaget yen aku turu cedhak kowe, tapi aku ora bakal ngorok kok!”
(Terjemahan: “Eh, Indah… jangan kaget kalau aku tidur dekatmu, tapi aku nggak bakal mendengkur kok!”)

Indah menutup wajahnya dengan selimut, menahan tawa, sementara Adi hanya menggeleng pelan.

Yanto: “Sukma, ati-ati. Aku bisa nyolong bantalmu, terus njeblug esok esuke.”
(Terjemahan: “Sukma, hati-hati. Aku bisa mencuri bantalmu, terus meledak besok paginya.”)

Sukma, yang tadi terlihat serius dan sedang memikirkan sesuatu, sekali-sekali tersenyum tipis melihat tingkah Yanto. Senyuman itu tidak lepas dari candaan temannya, meski pikirannya masih melayang ke hal-hal yang misterius tadi siang.

Indah, Adi, dan Sukma menutup mata, mencoba menenangkan diri. Perlahan, suara malam yang mencekam—gemerisik daun, suara jangkrik, dan hembusan angin—menjadi latar.

Tanpa mereka sadari, satu per satu mulai terlelap, tertidur dalam keheningan rumah pusaka, sementara bayangan di sudut-sudut ruangan seakan tetap mengamati mereka.

Hanya suara napas yang terdengar, bercampur dengan detak jantung yang berdegup pelan tapi pasti, menandai bahwa malam itu masih panjang dan penuh misteri.

Jam menunjukkan pukul 1 pagi dini hari. Rumah pusaka hening, hanya terdengar napas dan detak jantung mereka yang tertidur.

Tiba-tiba, Sukma terbangun. Ia mendengar bisikan halus dan lembut:

> “Aja kuwatir, nak… Aku bakal njaga kowe… Nanging siji kanca kowe wis nindakake kesalahan. Yen ora mbalekake sing dudu duweke, nyawamu kabeh bakal kaancam.”
(Terjemahan: “Jangan khawatir, nak… Aku akan menjagamu… Tapi salah satu temanmu telah melakukan kesalahan. Jika tidak mengembalikan yang bukan miliknya, nyawa kalian semua terancam.”)

Sukma segera istighfar, jantungnya berdebar kencang. Suasana di ruang tengah semakin dingin dan berat.

---

Sukma Bertemu Mbah Surya dan Mas Bayu

Sukma keluar kamar dan berjalan pelan ke ruang tengah, bertemu Mbah Surya dan Mas Bayu yang masih berjaga.

Sukma: “Mbah… aku krungu bisikan… Aku ora ngerti sapa, nanging suarane halus lan medeni.”
(Terjemahan: “Mbah… aku mendengar bisikan… Aku tidak tahu siapa, tapi suaranya halus dan menakutkan.”)

Sukma mulai menceritakan dari awal kedatangannya, interaksi dengan warga desa, sampai bisikan yang baru saja terdengar.

Mas Bayu:

> “Kowe kudu tetep tenang. Sing kelakon iki tandha, lan kudu ngati-ati saben langkahmu lan kanca-kancamu.”
(Terjemahan: “Kamu harus tetap tenang. Yang terjadi ini adalah pertanda, dan harus berhati-hati setiap langkahmu dan teman-temanmu.”)

Mbah Surya:

> “Aja wedi. Nanging tetep waspada. Aku lan Mas Bayu bakal njaga kowe.”
(Terjemahan: “Jangan takut. Tapi tetap waspada. Aku dan Mas Bayu akan menjaga kalian.”)

---

Indah Kesurupan

Tiba-tiba terdengar jeritan Indah, diselingi tawa keras. Suara itu membangunkan Adi dan Yanto.

Indah kesurupan, berlari dari kamar tidur ke ruang tengah. Suara gamelan dari ruang musik terdengar seperti hajatan besar, bergema di seluruh rumah pusaka.

Indah (kesurupan):

> “Aja melu campur urusanku! Wong-wong iki wis njupuk hakku!! Nyawa mereka bakal aku iket ing angkara murka! Hahahahahahha!!!!”
(Terjemahan: “Jangan ikut campur urusanku! Mereka telah mengambil hakku!! Nyawa mereka akan kuikat di amarahku! Hahahahahahha!!!!”)

Adi dan Yanto meluru keluar, kaget melihat keadaan Indah.

Mas Bayu mencoba menenangkan Indah:

> “Indah… tenang… aja kuwatir. Kabeh bakal bisa diatasi.”
(Terjemahan: “Indah… tenang… jangan khawatir. Semua akan bisa diatasi.”)

Namun Mbah Surya menghalangi Mas Bayu, tetap tenang dan meneliti kejadian dengan cermat. Sukma berdiri di sisi Mbah Surya, panik tapi diam.

Indah menuding jari ke Yanto:

Indah (kesurupan):

> “Kowe njupuk sing dudu duweke! Balekna saiki utawa kowe sing bakal bali dadi mayit!!”
(Terjemahan: “Kamu mengambil sesuatu yang bukan milikmu! Pulangkan sekarang atau kau yang akan pulang menjadi jenazah!!”)

Yanto tergamam, tidak bergerak. Adi bingung, tidak tahu harus bagaimana. Suasana semakin mencekam.

---

Sukma Bicara di Bawah Sadar

Sukma, yang dari tadi hanya melihat kekacauan, tiba-tiba berbicara dari bawah sadar, suara lembut tapi tegas. Indah menatap ke arahnya dan memberi penghormatan.

Indah (kesurupan):

> “Nyai, aja melu campur urus iki. Selagi wong-wong ora mbalekake sing dudu duweke, aku bakal tetep nang kene, ngenteni nyawa mereka dadi duweke aku. Yen Nyai isih melu campur, aku ora sungkan njupuk cucumu uga!!”
(Terjemahan: “Nyai, jangan ikut campur urusan ini. Selama mereka tidak mengembalikan yang bukan miliknya, aku tetap akan di sini menantikan nyawa mereka menjadi punyaku. Kalau Nyai masih ikut campur, aku tidak segan mengambil cucumu juga!!”)

Sukma (kesurupan, tersenyum sinis tapi lembut):

> “Aku ngerti asal-usulmu. Aja pisan-pisan nyentuh cucuku yen ora pengin celaka.”
(Terjemahan: “Aku tahu asal-usulmu. Jangan sesekali menyentuh cucuku kalau kau tidak ingin celaka.”)

Indah terjelupuk pengsan, namun disambut oleh Adi.

Mbah Surya memberi penghormatan kepada Sukma:

> “Ampun, Nyai. Aku nyuwun ngapura.”
(Terjemahan: “Maaf, Nyai. Aku mohon maaf.”)

Nyai hanya tersenyum:

> “Ritual iki ing desa wis suwe ora dianakake… saiki wayahe bali maneh.”
(Terjemahan: “Ritual ini di desa sudah lama tidak dilakukan… sekarang saatnya dilaksanakan kembali.”)

Mbah Surya kemudian memulihkan semangat Indah perlahan, menenangkan suasana.

---

Penutup Malam

Suasana perlahan tenang, bunyi gamelan mereda. Empat sahabat duduk lemas, tubuh dan pikiran lelah setelah malam yang penuh misteri dan ketegangan.

Malam itu menutup dengan rasa hati-hati, tegang, namun ada harapan bahwa semua yang terjadi hanyalah awal dari rahasia rumah pusaka yang lebih besar.

---

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience