Episode 01: Matanya Tak Berkelip

Romance Series 4292

Tak terasa sudah dua tahun usia pernikahanku dengan mas Danang suamiku.

Hari ini dua tahun lalu... sebuah tragedi terjadi, sehingga aku terpaksa menikah dengan laki-laki yang tak ubahnya seperti es balok itu.

Selama dua tahun kami tinggal serumah bisa dihitung berapa kali kami berinteraksi.

Ya, statusku memang sudah menikah, tapi hanya di atas kertas kertas, sedangkan sampai hari ini mas Danang sama sekali belum membuka segelku, aku belum jadi seorang istri yang seutuhnya.

"Nikahi dia atau namamu dicoret dari kartu keluarga!" Masih jelas terlihat raut kemarahan pak Wicaksono ketika itu.

Jika boleh memutar waktu rasanya aku ingin kembali pada malam itu, malam dimana awal yang membawaku ke sini, dan aku akan mencegah hal itu terjadi.

"Pa... ini tidak seperti apa yang papa lihat! Ini hanya kesalah pahaman."

"Tak mungkin Danang menikahi dia, Pa. Danang sudah punya kekasih, Kanaya, dan Danang hanya akan menikah dengannya!" bantah mas Danang dengan wajah yang memerah.

"Kamu nikahi dia atau siap-siap untuk dicoret dari kartu keluarga?!" pak Wicaksono menyulut rokoknya, sehingga aroma tembakau menguar dalam ruangan kerja mas Danang yang berukuran enam kali delapan meter itu.

"Pak, ini tidak seperti yang Bapak lihat, tadi aku terpeleset, Pak Danang berusaha untuk menolongku."

"Tapi yang ada kami malah sama-sama terjatuh," jelasku mencoba menengahi perdebatan antara ayah dan anak itu.

"Mungkin aku bisa maklum, tapi bagaimana dengan relasiku yang juga menyaksikan tadi?"

"Apa mereka perduli? Satu lagi, aku tak ingin kejadian ini menjadi boomerang untukku, untuk perusahaan, bisa saja ada salah satu dari mereka yang berniat untuk menjatuhkanku menjadikan ini sebagai senjata.

Aku tak siap diberitakan kalau anak seorang Wicaksono melecehkan karyawannya sendiri. Mau ditaruh di mana wajahku."

"Tapi, Pak...."

"Kamu diam saja, anggap ini sebagai bentuk balas jasamu terhadap perusahaan."

"Apa kamu mau perusahaan yang menampung nyaris ribuan tenaga kerja ini bangkrut akibat berita miring karena kejadian ini?"

"Apa kamu sanggup mengorbankan mereka karena hal ini?" Pak Wicaksono menatapku tajam.

Selama ini beliau terkenal ramah pada semua karyawannya, tapi raut itu berubah seratus delapan puluh derajat ketika beliau menyaksikan adegan antara aku dan Mas Danang, dimana saat itu posisi mas Danang tepat berada di atasku.

Tak ubahnya seperti.. intinya siapa saja melihat kejadian itu pasti berpikir yang tidak-tidak.

Aku adalah seorang office girl di perusahan pak Wicaksono, ayahnya mas Danang yang mana ketika itulah juga mas Danang yang menjabat menjadi direktur utamanya.

"Bagaimana dengan Kanaya, Pa? Papa tahu sendiri hubungan kami bahkan sudah terjalin lama."

"Danang tak mungkin mengecewakan dia, Pa. Danang mohon, pertimbangkan ini." Danang memohon dengan wajah yang memelas.

Kanaya.... dia adalah wanita cantik dan berpendidikan, kabar yang beredar di kantor menyebutkan bahwa wanita yang bernama Kanaya itu berprofesi sebagai model.

Di samping itu dia juga pewaris perusahaan keluarganya yang bergerak dibidang properti. Wajar jika Danang tak sanggup kehilangannya.

Beberapa kali aku pernah bertemu dengannya, tepatnya hanya berselisih, dimana ketika itu dia datang untuk menemui mas Danang, dan kebetulan aku baru selesai membersihkan ruangan sang direktur utama itu.

Kanaya... dia salah satu ciptaan Tuhan dengan pahatan yang nyaris sempurna.

Tubuh tinggi semampai, berkulit putih, rambut panjang dengan sedikit bergelombang, mata bulat seperti barbie, dan berhidung mancung.

Apalagi ditopang dengan penampilan yang selalu memukau, aku yakin semua laki-laki yang memandangnya pasti ingin untuk memilikinya.

"Sampai kapan kau akan di sini?" Suara mas Danang menjemputku dari bayangan dua tahun silam.

"Oh, tidak, aku segera keluar, maaf," ucapku sembari meletakkan segelas kopi di meja kerjanya.

Sekilas mataku tertuju pada jam dinding di ruangan kerja mas Danang, ternyata sudah lewat tengah malam, tapi dia masih saja sibuk dengan pekerjaannya.

Memang semenjak menikah dia lebih banyak menghabiskan waktu di ruangan kerjanya, dan aku yakin dia melakukan itu hanya kerena ingin menghindar dariku.

Sebagai seorang istri tentu keadaan ini cukup menyiksaku, tak mustahil aku juga ingin menikmati peranku, aku butuh perhatian dan dekapan saat dingin menyerang.

Aku butuh dada untukku bersandar, aku butuh kasih sayang yang seharusnya bisa kudapatkan karena statusku adalah seorang istri.

Tapi sayang, sepertinya itu hanya akan menjadi khayalan untuk pengantar tidurku saja.

Karena bosan selalu di abaikan, terlintaslah sebuah rencana dalam pikiranku.

Yang kutahu semenjak mas Danang menikah denganku dia ditinggalkan oleh Kanaya.

Kanaya memutuskan hubungan mereka karena dia tidak bisa menerima pernikahan kami.

Bahkan setahun yang lalu terdengar kabar kalau Kanaya juga sudah menikah, dan semenjak itulah mas Danang seperti semakin hilang selera pada perempuan.

Aku ingin membuktikan apakan benar mas Danang sudah tak berselera lagi atau bagaimana, sehingga dia mampu mengabaikanku yang jelas-jelas sudah halal baginya selama dua tahun.

[Selamat malam, Mas] kukirim pesan itu ke nomor mas Danang, tapi tentu aku tidak menggunakan nomorku, melainkan aku sengaja membeli nomor baru untuk melancarkan niatku.

[Maaf, kamu siapa?] balas mas Danang.

[Aku Hanum, beberapa kali kita Bernah bertemu di pesta.]

[Dari mana kamu mendapat nomorku]

[Bukan hal sulit untukku mendapatkan nomor laki-laki tampan seperti anda.] balasku dengan gaya ganjen.

Gayung bersambut, setiap hari kami selalu berbalas pesan, semoga saja mas Danang tidak curiga kalau wanita yang hampir setiap saat chatingan dengannya itu adalah aku--istri yang tidak dia anggap.

Setiap saat aku mengiriminya pesan, memberinya perhatian sehingga dia merasa nyaman.

[Aku ingin bertemu.] Pesan mas Danang masuk ke gawaiku. Inilah saat yang kutunggu-tunggu.

[Kamu yakin? Apa nanti istrimu tidak marah?] pancingku.

Uniknya mas Danang sama sekali tidak menyembunyikan statusnya, dengan terang-terangan dia mengaku kalau sudah menikah.

[Jangan pikirkan itu! Itu akan jadi urusanku.]

[Baiklah, temui aku di hotel alexandria besok malam pukul sembilan.]

[Hari ini tak usah menungguku, aku akan pulang telat, atau mungkin tidak pulang!]

Jam lima sore mas Danang mengirimkan pesan itu pada nomor yang biasa aku gunakan.

Aku tersenyum ironis, sepertinya dia lebih nyaman dengan sosok Hanum--si pelakor daripada aku Yulia istrinya.

"Baiklah, mas, akan kita nikmati permainan ini," gumamku.

Bergegas aku berkemas, mengambil semua peralatan yang sudah kusediakan sebelumnya untuk penyamaranku sebagai Hanum.

Sebelum keluar dari rumah kupastikan semua pintu sudah terkunci dengan baik.

Menggunakan taksi online, aku menuju ke hotel alexandria, tempat dimana mas Danang akan bertemu dengan Hanum si wanita penggoda yang tak lain adalah aku sendiri.

Aku masuk ke ruangan itu, menggunakan uang belanja bulanan yang bernilai cukup fantastis yang kudapatkan dari mas Danang tentu tak sulit untukku menyewa kelas VVIP di hotel itu.

Aku melepas semua pakaian yang melekat di tubuhku, termasuk hijab yang sehari-hari selalu aku gunakan, bahkan saat di rumah sekalipun aku tak pernah melepaskan benda itu dari kepalaku, dan menggantinya dengan pakaian minimalis kekurangan bahan.

Sengaja aku mengajak Mas Danang ketemuan di hotel adalah agar aku bisa leluasa berpenampilan terbuka di hadapannya.

Setidaknya aku takkan berdosa, karena yang melihat tubuhku bukan orang lain, melainkan suamiku sendiri.

Kukenakkan mini dress berwarna pink lembut dengan belahan dada yang rendah, dan juga berukuran sejengkal di atas lutut untuk meyambut kedatangan Mas Danang.

Tak lupa kupolesi wajahku dengan make up, rambutku yang sepunggung kubiarkan tergerai.

Aku yakin Mas Danang pasti tidak akan mengenaliku lagi.

Tepat jam sembilan malam, pintu kamar diketuk, aku yakin itu adalah mas Danang, setelah mengatur debaran di dada dan menghirup napas berkali-kali untuk mengurangi kegugupan aku pun membukakan pintu.

Benar saja, mas Danang yang datang, matanya tak berkedip ketika melihatku berdiri di hadapannya.

Semoga saja dia tidak menyadari kalau wanita yang sedang berhadapan dengannya saat ini adalah istrinya yang menjelma menjadi seorang pelakor.

To Be Continue

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience