Episode 16: Seharusnya Memang Sudah Menjadi Milikku

Romance Series 4292

Sudah empat hari dia pergi dari rumah. Sudah lewat batas waktu yang diberi mama.

Entah dimana dia berada sekarang. Benar-benar membuatku pusing saja. Kapan dia akan berhenti membuat masalah dalam hidupku?

Bagaimana jika aku tidak bisa membawanya kembali lagi ke sini? Siyal... aku tak ingin kehilangan semua yang kumiliki gara-gara dia.

Apalagi kemarin mama sudah mengeluarkan ultimatumnya.

Dia? Paham, kan, siapa yang kumaksud? Iya, dia.

Aku tidak tau harus menyebutnya siapa karena dia punya dua identitas.

"Jojo.. kenapa dia masih belum mengabariku. Payah," umpatku. Dasar teman tidak bisa diandalkan!

Pucuk dicinta ulam pun tiba. Baru saja aku memikirkannya, Jojo sudah menghubungiku.

"Bagaimana?" tanyaku tanpa basa-basi.

"Basa-basi dulu kenapa?" protes Jojo.

"Basi, lu. Jadi gimana? Udah bisa dilacak belum keberadaan dia?"

"Udah!"

Lega....

Akhirnya aku menemukan titik terangnya. Ada sepercik kebahagiaan menyeruak di relung hati, dan memberikan sinyal pada bibir untuk mengulas senyuman.

Eh, apa-apaan ini?

"Di mana?" tanyaku tak sabaran.

"Gue share lock. Jangan lupa imbalannya!" Jojo memutuskan sambungan secara sepihak.

"Dasar, teman seperti apa yang selalu mengharapkan imbalan?" rutukku menatap layar gawai yang sudah gelap.

Sebuah pesan masuk tak lama setelah Jojo memutuskan panggilan. Bergegas aku membukanya.

Dahiku berkerut melihat lokasi yang dikirimkan Jojo. Tidak salah? Ini adalah alamat orang tuaku.

Apa mungkin mereka bersekongkol untuk menyembunyikannya dariku? Lalu... apa maksudnya kemarin mama datang ke sini dan mengancamku?

Lagi... aku dibodohi.

Sekarang tidak hanya dia, tapi kedua orang tuaku juga terlibat. Sungguh drama sekali.

Fix, dia benar-benar sudah menggeser posisiku. Ini tidak bisa dibiarkan!

Aneh, kenapa orang tuaku berbeda? Kenapa mereka tidak seperti mertua pada umumnya yang jarang-jarang akur dengan manantu?

Bergegas aku bersiap, tak lupa kusemprotkan parfum kebeberapa bagian tubuhku dan melihat penampilanku di cermin.

Eh, tunggu! Kenapa aku jadi lebay begini? Ya, tentu saja, wajar jika aku bersemangat, berhasil menemukannya berarti aku tidak akan kehilangan apapun yang seharusnya memang sudah menjadi milikku.

Sama sekali bukan karena aku akan bertemu dengannya. Sekali lagi kutegaskan, bukan karena itu!

Akhirnya aku bisa juga menemukan di mana keberadaannya. Benar kata pepatah 'jodoh tak akan ke mana'. Buktinya takdir kembali mempertemukan kami.

Ah, tak sabar rasanya untuk menemuinya.

Tapi... wait! Kenapa aku begitu excited begini?!

Please, Danang!

Jangan lebay!

Jangan seperti abg kasmaran!

Tunggu! Dadaku! Kenapa hentakan di dalam sana terasa lebih kuat dan tidak beraturan?

Apa mungkin sebongkah daging itu benar-benar merindukannya? Tidak! Mana mungkin!

Aku menemuinya karena memang sifatku tidak suka kehilangan sesuatu yang sudah menjadi milikku.

Dan dia... karena aku sudah menikahinya berarti dia juga salah satu milikku. Jadi wajar, kan? ???

Kupelankaan laju mobilku ketika sudah berada di depan pagar besi yang menjulang.

Dengan membunyikan klakson beberapa kali, pagar langsung dibukakan oleh seorang penjaga.

Dia membungkukkan badan saat mobilku melewatinya.

Aku turun dari mobil, menatap bangunan dua tingkat di hadapanku yang mana di dalamnya terdapat seorang wanita bergelar istriku.

"Lah? Istri?" Aku malu sendiri jadinya. Kupukul pelan kepalaku, sepertinya ada yang korslet di sana.

Tidak beres ini. Huft!

"Istri?" Aku mengulangi ucapanku, lalu menggelengkan kepala.

Dia hanya aset agar aku bisa mempertahankan milikku. Ya, hanya sebatas itu, tidak lebih. Aku tidah ingin kehilangan asetku!

Pintu rumah terbuka dari dalam setelah aku memencet bel.

"Danang?" Mama menatapku dengan ekspresi terkejut, di belakangnya papa berdiri dengan kening berkerut.

Mereka saling tatap.

Aku yakin dalam hati mereka saling bertanya.

"Kok, Mama kaget begitu?" tanyaku dengan mengulas senyum.

"Kamu ngapain malam-malam ke sini?" sambar mama.

"Mau menjemput Yulia," sahutku sekenanya.

Mama semakin terkejut. Dia menatap papa tajam. Sepertinya dia curiga kalau papa yang memberi tahukan padaku tentang keberadaan menantu kesayangannya.

Papa menggelengkan kepala, seolah paham arti tatapan wanita yang menjadi ratu di hatinya itu.

"Kenapa kamu mencarinya ke sini?" tanyanya mama sewot.

"Karena memang dia berada di sini," jawabku.

"Dia tidak ada di sini!" Mama melipat tangan di dada.

"Mama... sudahlah, biarkan mereka menyelesaikan urusan mereka," tegur papa.

Aku tersenyum, setidaknya kali ini papa berpihak padaku.

"Tapi, Pa--"

Papa merengkuh pundak Mama, kemudian menatapnya. Entah magic apa yang papa sematkan dalam tatapannya sehingga membuat pendirian mama yang kokoh menjadi melemah.

"Masuk! Kali ini mama memberimu satu kesempatan, tapi awas saja kalau kamu tidak berubah," ancamnya sembari beranjak dari ambang pintu untuk memberiku jalan.

Loh, kok di sini aku yang terkesan seperti orang asing? Apa ini kisah menantu yang tertukar?!

Ck!

Aku tak menyahut apa-apa, karena memang untuk kedepannya aku belum punya rencana apa pun, yang jelas sekarang aku sudah menemukannya.

Itu saja sudah cukup untuk saat ini. Setidaknya aku tidak benar-benar kehilangan dia. Eh, kehilangan asetku!

"Dia di kamar atas!" ucap mama. Wajahnya kecut menatapku.

Padahal seharusnya dalam kondisi seperti ini mereka berpihak padaku, bukannya sebaliknya.

Rasanya aku yang menjadi menantu di rumah ini? Benar-benar aneh. Mereka menyayangi orang lain, dan menganak tirikan darah daging mereka sendiri.

Tidak adil!

Lama aku mematung di depan pintu kamar, entah kenapa tiba-tiba rasa gugup menyerangku, dadaku bertabuh dengan hebat.

Ada apa ini? Kuusap dadaku beberapa kali, berusaha menenangkan gejolak tak menentu di dalam sana.

Kuhirup napas dalam-dalam dan menghembuskan perlahan. Kemudian meraih gagang pintu dan mendorongnya pelan-pelan.

Beruntung pintunya tidak terkunci.

Saat pintu terbuka, tatapanku langsung tertuju padanya. Dia sedang berdiri di depan jendela.

Rambut legamnya dicepol begitu saja di puncak kepalanya, menampilkan leher jenjangnya nan putih dengan bulu-bulu halus yang menghiasinya.

Ya, aku bisa melihatnya dengan jelas karena cahaya di dalam kamar itu sangat terang.

Dia mengalihkan pandangannya padaku, beberapa saat pandangan kami saling bersirobok.

Kemudian dia bergegas mengambil jilbab dan memakainya. Padahal aku masih belum puas menatap pemandangan itu.

Ah, perasaan apa lagi ini?

Setelah saling tatap beberapa saat, aku baru menyadari, ternyata wajahnya benar-benar sangat mirip dengan Hanum walaupun polos tanpa polesan make up.

Bisa-bisanya aku terkecoh, tapi aku rasa wajar, karena baru kali ini aku benar-benar menatap wajahnya.

Eh, tidak, ini adalah kali ke dua, setelah kemarin ketika aku meminta penjelasan padanya perihal chatingan antara aku dan Hanum yang tersimpan di gawainya.

Hanum-Yulia.

Siyal, ternyata mereka adalah orang yang sama.

Aku melangkah mendekat padanya dan berhenti di belakangnya setelah jarak kami tinggal beberapa langkah lagi.

To Be Continue...

Ayo ada yang mau lanjut ceritanya atau sampai disini saja? Comment dong, jangan cctv aja dih?

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience