Kuremas gawai dalam genggamanku.
"Bodoh! Benar-benar bodoh! Bisa-bisanya aku tertipu oleh seorang office girl." Tak henti-hentinya aku mengumpat.
Kepingan demi kepingan kenangan tentang Hanum dan Yulia datang silih berganti seakan menertawakan kebodohanku.
Seketika aku merasa harga diriku sudah diinjak-injak oleh seorang wanita. Aku dipermainkan..
Kuambil sebatang rokok dan menyulutnya, aroma asap tembakau menyeruak memenuhi kamarku.
Baru kali ini aku merasa benar-benar bodoh.
Kepalaku berdenyut, sebatang rokok ternyata tak mampu mengalihkan perhatianku.
Kubuang benda itu sembarangan ke lantai dan menginjaknya.
Marah, malu, dan benci berbaur menjadi satu.
Saat ini aku merasa menjadi manusia paling bodoh di dunia.
Bisa-bisanya aku membiarkan diriku dibodohi, dan diperlakukan seperti boneka.
Kuambil kunci mobilku dan menyambar sweater Hoodie dari hanger yang tergantung di balik pintu.
Dengan gusar kutinggalkan rumah. Aku butuh menenangkan diri untuk mengambil langkah selanjutnya.
Dengan kecepatan tinggi kupacu mobilku membelah jalanan di bawah terik matahari, meski tanpa arah dan tujuan yang jelas.
Bayangan tentang kejadian memalukan itu seakan enggan untuk beranjak dari memory-ku.
Kupukul stir mobil dan menambah laju mobilku. Tak kuperdulikan umpatan-umpatan yang mungkin diucapkan oleh pengguna jalan yang lain padaku karena aku aku mengemudi dengan kecepatan tinggi dan sedikit bar-baran.
Saat melintas di depan sebuah bar, kuhentikan mobilku, mungkin dengan meneguk beberapa gelas wishkey bisa membantuku untuk melupakan kejadian bodoh yang sangat memalukan yang tengah kualami.
"Hai, Bro, sudah lama tak nampak," sapa seorang barista dari balik meja kerjanya padaku saat aku menghenyakkan tubuhku di depannya.
"Iya, lagi sibuk," sahutku.
Tanpa kuminta bartender berambut gondrong dengan tato di leher itu menyuguhkan segelas wishkey padaku.
Tanpa pikir panjang langsung saja kuteguk.
"Lagi!" titahku.
Dengan gesit dia menambahkan lagi.
Entah sudah berapa banyak wishkey yang kuteguk, sehingga membuat kepalaku terasa pusing dan berat.
Sepertinya tubuhku mulai menunjukkan reaksinya. Selagi masih ada kesadaran, kuhentikan menegak minuman itu.
Kutinggalkan beberapa lembar uang merah di atas meja, lalu keluar dari tempat itu dengan sedikit sempoyongan.
Dengan sisa-sisa kesadaran, kulajukan kembali mobilku menuju rumah, sekarang yang ada di pikiranku adalah bagaimana caranya agar cepat-cepat sampai di rumah dan merebahkan tubuhku di kasur.
Setibanya di rumah aku langsung masuk ke kamarku. Sedangkan dia, aku tak melihat batang hidungnya.
Memang lebih baik aku tidak bertemu dengannya. Manusia yang paling kubenci selama ini, dan sekarang kebencianku padanya menjadi berlipat ganda.
Aku menghambur ke peraduanku. Kepalaku rasanya semakin berat dengan pandangan yang berputar-putar.
Entah sudah berapa lama aku tertidur.
Suasana kelam menyambutku saat aku membuka mata, sepertinya hari sudah beranjak malam.
Kupijit kepalaku yang terasa pusing. Setelah mengumpulkan kesadaran aku beranjak ke kamar mandi untuk membasuh mukaku.
Perut mulai terasa lapar setelah kosong hampir seharian. Aku keluar dari kamarku untuk menuju ke ruang makan.
Tak ada satu pun lampu yang menyala, baik di ruang tamu, ruang tengah, ruang makan dan dapur, membuat kekesalanku kembali ke ubun-ubun.
Kuraba-raba sekular lampu dan menyalakannya satu persatu.
Lanjut ke dapur, tidak seperti biasanya, meja makan dalam keadaan kosong,.
Tak ada satu makanan pun yang terhidang di sana. Kubuka kulkas, hanya bahan mentah yang tersimpan di sana.
"Kemana wanita itu. Kenapa dia tidak menyiapkan makanan untukku?" kututup kembali pintu kulkas.
Kuraih gelas dari rak dan menuangkan air putih, kemudian menyesapnya hingga tandas.
Benar-benar dia, setelah mempermainkanku sekarang dia juga tidak menyiapkan makan untukku.
Entah apa yang membuatnya sampai seberani ini padaku.
Dengan amarah yang kembali membuncah, aku beranjak dari dapur.
Ini tak bisa dibiarkan, aku harus menyuruhnya untuk menyiapkan makanan sekarang juga.
Dia pikir dia siapa, sehingga bisa berbuat semaunya seperti ini.
Pintu kamarnya tidak tertutup dengan sempurna, tak ingin berbasa-basi langsung saja kudorong.
Aku mendapati kamarnya dalam keadaan sepi. Pintu kamar mandinya juga dalam keadaan terbuka.
Pelan-pelan aku mendekat dan mengintipnya, juga tak ada siapapun di sana.
'Kemana dia malam-malam begini?' Batinku bertanya sendiri.
"Apa yang harus aku khawatirkan ia perempuan yang sudah membuat diriku malu sendiri!"
To Be Continue..
Share this novel