Episode 15: Yulia... Dia Juga Salah Satu Milikku, bukan?

Romance Series 4292

Aku berdiri di balkon lantai dua rumahku. Di bawah hamparan langit berwarna merah saga yang melingkup bumi, pandangan mataku terus saja memantau pada pagar besi dengan ukuran hampir dua meter yang menjadi pembatas rumahku dengan jalanan.

Dalam hati masih berharap sosoknya akan muncul dari balik pagar itu.

Matahari sudah terbenam seutuhnya. Warna merah saga berangsur hilang berganti pekatnya malam.

Namun, aku masih terpaku, membiarkan sepoian angin memeluk tubuhku.

Sepi menelusup ke relung jiwa.

Tak seharusnya rasa kehilangan bertahta di singgasana hatiku. Tidak!

Aku bukan takut kehilangannya, tapi aku takut kehilangan apa yang sudah kumiliki gara-gara kepergiannya! Kembali kutekankan dan kutegaskan kalimat itu pada diriku sendiri.

Entah sudah berapa lama aku berdiri di balkon. Kuputuskan untuk masuk ke dalam rumah saat angin berhembus lebih kencang sambil membawa rintikan gerimis.

Satu persatu kuturuni anak tangga. Sepi, rumah ini benar-benar sepi. Nyawa rumah ini seakan-akan ikut dibawa pergi olehnya.

Kembali aku menuju ke kamarnya yang terletak mengarah ke dapur. Di antara beberapa kamar yang ada di rumah ini dia yang memilih kamar di sana.

Entahlah, saat itu aku tak bertanya apa alasannya, tapi mungkin agar berdekatan dengan dapur.

Aku tak mengerti, semenjak kepergiannya aku menjadi suka masuk ke ruang pribadinya itu, menghirup aroma khas kamarnya membuatku merasa kalau dia masih ada di sini.

Entah perasaan apa ini. Apa benar aku merindukannya? Yulia atau Hanum? Entahlah.. nyatanya mereka adalah orang yang sama.

Amarahku yang kemarin membuncah padanya kini perlahan mereda, berganti dengan kekhawatiran.

Sungguh aku tak mengerti dengan diriku sendiri. Rasanya ada yang hilang saat dia tak di sini.

Ingat, hanya khawatir!

Bukan rindu!

Kurebahkan tubuhku di ranjangnya. Aroma tubuhnya yang melekat di sana seakan mempu memberi sensasi yang menenangkan padaku.

Namun, saat ego menghampiri, kembali kurutuki perbuatanku. Ini bukan aku! Di mana harga diriku sebagai seorang Danang?

Kutinggalkan kamarnya dan beranjak menuju kamarku. Kembali kuperiksa pesan yang kukirim padanya kemarin, masih tetap sama, dia belum membacanya.

Sial! Apa dia benar-benar sedang mengujiku?!

Aku yang tengah berkemas untuk segera berangkat ke kantor menghentikan kegiatanku ketika mendengar suara bel.

"Siapa yang pagi-pagi sudah datang ke sini?" gumamku sambil mengancingkan lengan kemeja yang kukenakkan.

Ah, aku kini aku harus melakukan semuanya sendiri. Menyebalkan!

Lagi... seseorang di luar sana kembali memencet bel seperti tidak sabar untuk segera dibukakan pintu, membuatku mendengus gusar.

Kupercepat langkahku.

Dengan sedikit kesal kuraih gagang pintu dan membukanya kasar.

Darahku rasanya tiba-tiba berhenti mengalir saat melihat siapa yang berdiri di hadapanku.

Astaga.

Mati aku!

Tamat riwayatku!

"Ma-mama?" ucapku terbata.

Ma.Ti lah aku! Mama pasti mencari menantu kesayangannya itu.

Mama menyunggingkan senyumannya, membuat rekah di bibirnya yang merah merona.

"Mama sengaja pagi-pagi ke sini, sekalian numpang sarapan, setelah itu mau jalan-jalan sama Yulia."

Ucapan mama kali ini terdengar sangat menakutkan bagiku.

Matilah aku ... bagaimana ini?

Aku tak bergeming, berdiri di ambang pintu. Merasa aneh juga, pasalnya baru beberapa hari yang lalu mama ke sini. Tidak biasanya..

"Hei... kamu tidak menyuruh mama masuk?" protesnya.

"Eh, i-iya, silakan masuk, Ma." Aku menyingkir, memberi jalan agar mama bisa masuk ke dalam.

Mama langsung menuju ke dapur, mungkin dia pikir menantu kesayangannya berada di sana. Kuikuti langkahnya.

"Kok mejanya kosong? Yulia belum masak? Apa dia sakit?" tanya Mama heran karena tak ada satu apapun sarapan pagi yang terhidang.

"Mana Yulia? Apa dia belum bangun? Atau lagi sakit?" Mama mengulangi pertanyaannya sembari mengalihkan pandangan padaku dengan kening yang berkerut.

"Tidak biasanya," gumam mama.

"A ... a ... emm...." Aku bingung harus menjawab apa.

Tamatlah riwayatku. Siap-siap sebentar lagi kena amukan mama.

"A, a, em... sejak kapan kamu gagap? Ga gu?" sinisnya.

Mama melewatiku.

"Yulia...," panggilnya seraya melangkah.

Kembali kuiti langkahnya. Mama berjalan menuju kamar sambil terus memanggil-manggil nama menantu kesayangannya yang sekarang entah berada di mana.

Tangannya meraih gagang pintu kamar Yulia dan mendorongnya. Mendapati kamar dalam keadaan kosong Mama mengalihkan pandangannya padaku.

"Mana dia? Apa lagi tidur di kamarmu?" Dengan tatapan aneh mama memperhatikanku.

Aku menggeleng samar.

"Lalu? Apa dia kepasar?"

Aku menggeleng lagi.

"Kalau semuanya bukan lalu kemana dia?!" Mama mulai meninggikan suaranya.

"Di-dia pe-pe-pergi, Ma," sahutku terbata.

"Pergi? Pergi kemana pagi-pagi begini?" tanya Mama penuh selidik.

Aku mengusap wajahku, bagaimana caranya aku mengatakan pada mama kalau Yulia kabur dari rumah karena kami bertengkar kemaren lusa?

"Pergi kemana?!" Mama semakin menaikkan intonasi suaranya.

Aku menggeleng dengan wajah yang tertunduk, berhadapan dengan mama dalam situasi seperti ini membuat nyaliku menciut.

Lebih horror rasanya jika dibandingkan bertemu dengan makhluk mengerikan.

"Apa maksud gelenganmu itu? Apa Yulia pergi dari rumah karena kalian bertengkar?" Mama menggunakan telepatinya.

Aku tak bisa menyahut apa-apa, semoga mama mengerti arti diamku.

"Danang?!" bentak mama.

Perlahan aku mengangkat kepalaku, mencoba membalas tatapan mama yang tajam seperti belati yang siap untuk dihunuskan.

"Katakan, Mana istrimu!"

Aku menghirup napas dalam dan menghembuskannya dengan kuat, lalu memutar tubuhku, tak sanggup menatap wajah mama yang mulai bengis.

"Dia ... pergi, Ma," lirihku, tapi aku yakin mama bisa mendengarnya dengan jelas.

"Pergi bagaimana? Apa kalian ribut? Kamu apakan dia?" tanya Mama beruntun.

"Iya, kami ribut." Tak ada pilihan lain, aku sudah terpojok, lebih baik mengakuinya saja.

"Ya Tuhan... Danang! Apa yang kamu lakukan sampai-sampai membuat istrimu angkat kaki dari sini?!"

"Apa lagi kurangnya dia sebagai istri? Mama tidak mau tahu, kamu cari Yulia dan bawa kembali ke rumah ini sebelum mama menceritakan masalah ini pada papamu."

Aku diam, tak ingin menceritakan apa pangkal persoalan keributan kami.

Kalau mama tahu pangkal masalahnya pasti aku akan lebih disalah-salahkan lagi.

Ya, aku terlalu bodoh, kebencianku selama ini padanya membuatku tidak bisa mengenali wajahnya, sehingga dengan mudahnya dia mengibuliku.

"Ma... coba mama telpon keluarganya, barangkali dia ada di sana," pintaku.

Mama menggeleng.

"Kenapa tidak kamu saja yang melakukannya?" sinisnya.

Mama masuk ke kamar Yulia dan menghempaskan tubuhnya di kasur.

"Ma, Danang minta tolong, tapi tolong jangan bilang sama mereka kalau Yulia pergi, mama basa-basi aja, pura-pura nanyain kabar."

"Mama tidak mau! Kamu urus sendiri."

"Pokoknya mama mau kamu membawa Yulia kembali ke sini. Bagaimanapun caranya."

"Mama kasih kamu waktu dua kali dua puluh empat jam."

"Kalau tidak, maka mama akan mengatakan masalah ini pada papamu, biar sekalian namamu di coret dari surat warisan."

"Siap-siap saja kamu ikut angkat kaki dari rumah ini dan jadi gembel!" Mama melayangkan somasinya.

Ancaman yang selama ini menjadi alasan untukku mengikuti kemauan mereka untuk menikah dengan Yulia, juga bertahan hingga dua tahun lamanya, setelah akhirnya dia sendiri yang memilih pergi dari rumah ini.

"Istri minggat, tapi kamu malah santai-santai saja. Nggak ada usaha buat nyari." Mama menggerutu.

"Sudah, Ma.. Danang sudah mencarinya, tapi belum ketemu. Danang juga sudah minta bantuan teman," terangku.

Mama memijit pelipisnya, membuatku bertambah merasa bersalah.

Aku mendekat dan ikut duduk di sampingnya.

"Ma, Danang janji, Danang akan membawa Yulia kembali ke sini." Kugenggam jemarinya.

Krena entah kenapa aku juga merasa ada yang kurang saat wanita itu tak ada di sini.

Rumah ini terasa sepi seakan tak bernyawa, tapi yang jelas ini bukan karena sayang, apalagi cinta.

Tetapi karena aku tidak kehilangan apa yang seharusnya memang menjadi milikku.

Ya, hanya itu. Aku tidak ingin namaku dicoret dari surat warisan. Aku nggak mau jadi gem bel seperti yang mama katakan.

Dan Yulia... dia juga salah satu milikku, bukan? Jadi aku juga tidak ingin 'Kehilangannya.'

To Be Continue..

Maaf ya udah lama ngak ngepost novelnya, lagi sibuk ni..

Share this novel

Guest User
 

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience