BAB 1

Family Completed 22120

Lana harus menuruti kemauan ibunya untuk bertemu dengan ayahnya dan istri barunya. Tapi dia tak bisa menolak!

LANA :

Untuk terakhir kali mama menyuruhku memeriksa isi koper. “Jangan sampai ada yang tertinggal. Nanti kamu repot di sana,” katanya untuk keseribu kali. Dia selalu begini kalau aku hendak bepergian tanpa dia. Biasanya aku selalu menuruti perintahnya dengan senang, sebab biasanya saat itu aku sedang bersiap-siap untuk pergi bersuka-suka dengan kawan-kawanku. Selain itu, aku akan terbebas dari pengawasannya selama beberapa hari. Tapi kali ini lain.

Aku memeriksa isi tas yang akan kubawa. Aku yakin tidak ada yang tertinggal.

Kalaupun ada, aku pun gembira, karena bisa jadi alasan untuk pulang lebih awal.

NURUL :

Aku tahu bagaimana perasaannya atas perjalanan ini. Aku tahu, dia melakukannya dengan sangat terpaksa setelah kami bertengkar hebat. Tapi dia harus mematuhiku karena akulah ibunya dan dia putriku.

LANA :

Mama mempersiapkan berkas kerjanya, lalu berdandan apa adanya. Dia memang tidak suka menghabiskan waktu berlama-lama di muka cermin. “Banyak hal lebih penting yang harus dikerjakan daripada mengurusi penampilan,” katanya.

Di saat yang sama aku memutar otak, mencari cara bagaimana supaya dia memberiku uang saku sebanyak-banyaknya. Aku akan berada jauh sekali darinya, jadi tentunya nanti akan sulit bila aku perlu uang.

NURUL :

Aku tak suka melihatnya duduk malas begitu. Berkali-kali aku berkata bahwa sikap duduk seperti itu memperlihatkan bahwa dia tidak bersemangat. Namun dia selalu mengatakan tak peduli.

“Hanya duduk begini orang dikira malas.”

“Mama selalu menilai setiap calon pegawai dari sikap duduknya , itu penting,” kataku. “ Sikap duduk menunjukkan semangat.”

“Itu Mama, Lana bukan Mama,” katanya.Makin besar dia makin pandai membantah.Seolah dia ingin menunjukkan betapa dia tak mau diatur.Dia melangkah pada setiap inci jalan yang kutentang, di luar garis yang kuinginkan untuknya.Hal ini kadang kala sangat menguji kesabaranku.

Di luar keinginanku supaya dia meneruskan studi di perguruan tinggi, Lana merencanakan mengambil kursus seni. Dia ingin belajar membuat keramik.

Menurutku, dia hanya akan menghabiskan uang dan waktu untuk sesuatu yang sia-sia.

Bidang seni membutuhkan ketekunan, titik yang menjadi kelemahan putriku.

Kami sampai di depan terminal C tepat waktu. Pak Yono, sopir kantorku, membantu Lana menurunkan kopernya. Kupeluk dan kucium dia. Tapi cepat-cepat Lana melepaskan diri dari rangkulanku.

“Ma,” katanya. Malu-malu matanya menyapu ke sekeliling kami. Aku tahu, dia khawatir kalau ada orang melihat kami.

“Lana masuk sekarang saja ya, Ma, supaya bisa memilih tempat duduk yang dekat jendela,” katanya.

“Ini bukan bus, kamu tak bisa memilih tempat duduk. Petugas yang menentukan tempat dudukmu.”

Tapi kubiarkan juga dia segera memasuki ruang kaca itu. dia melambai kepadaku sebelum masuk ke dalam antrean. Aku pun berbalik. Berharap untuk kesekian kalinya dia tidak akan berpura-pura ketinggalan pesawat karena terlalu asyik membaca majalah di coffee shop. Seperti yang pernah dilakukannya saat harus menghadiri pernikahan ayahnya.

LANA :

Tibalah saat perpisahan itu. Mama dan aku melakukan ritual cium pipi, lalu dia memelukku seakan kami tidak akan berjumpa lagi. Padahal saat itu pikiranku melayang pada sejumlah uang yang diselipkan Mama ke tanganku. Apakah akan cukup untuk berbagai keperluanku nanti? Tapi sudahlah, aku tahu kota Makassar bukan kota besar. Mungkin tidak banyak yang bisa kulakukan di sana. Lagi pula aku akan enggan bepergian dengan ayahku dan istrinya itu!

Baru kemarin kubaca berita seorang anak yang dibunuh ibu tirinya. Hii, ngeri! Sejak pertama kali Mama memberi tahu rencananya mengirimku ke Makassar, aku sudah bertekad, tidak akan aku berurusan dengan wanita yang menjadi penyebab perceraian orang tuaku dan menyakiti hati ibuku sedemikian rupa. Tidak!

Share this novel

Natayya Shamila
2019-08-08 10:56:51 

temen2 emang bisa dp penghasilan g sich dr nulis disini? nanya saya


NovelPlus Premium

The best ads free experience