BAB 4

Family Completed 22120

NURUL:

Pesawat televisi sedang menyiarkan suatu acara yang heboh. Aku sebelumnya tidak pernah menonton acara seperti ini. Perhatianku sebenarnya lebih tertuju kepada jarum jam yang terus bergerak, yang menunjuk ke malam yang semakin larut dan telepon yang tak kunjung berdering.

Sedang apa Lana sekarang? Sudahkah dia berkenalan dengan wanita itu, Andjani? Tentu sudah. Dia mungkin sedang mengobrol bersama mereka berdua di sana, di ruang keluarga yang hangat. Akhirnya Lana akan menyadari betapa Andjani adalah seorang wanita yang menarik, yang bisa dijadikan teman, atau figur seorang kakak yang selama ini tidak dia miliki. Andjani tentu saja tidak seperti ibunya yang cerewet, yang selalu melarang ini dan itu.

Lana tentu akan betah tinggal di sana, dan memberi tahu bahwa dia tidak akan kembali ke Jakarta lagi. Maka aku kemudian kehilangan putriku untuk selamalamanya. Seperti film televisi minggu siang itu yang pernah kami tonton bersama, Gilmore Girls. Lana mungkin akan kembali bertahun- tahun kemudian . Saat ia membutuhkan bantuan dariku, seperti Lorelai kepada Emily.

Aku pun mungkin akan mengajukan persyaratan. Meski sebenarnya aku tak akan keberatan, tapi bagaimana pun aku harus tetap menjaga supaya hubungan kami tidak akan terputus kembali. Ah, bayangkan memberikan pinjaman uang kepada anak sendiri dengan syarat kami dapat bertemu seminggu sekali.

Imran pernah berkata bahwa ketidakakuran kami justru menandakan kemiripan kami. Aku berharap kemiripan yang dimaksudnya mencakup kepedulian terhadap masa depan . Menjadi wanita yang dapat berdiri tegak mengarungi kehidupan. Itulah doaku setiap malam.

LANA :

Rumah Papa ternyata sempit dan mungil, meski bersih dan tidak dapat dikatakan jelek, Satu-satunya yang membuatku senang, kamarku ada di atas. Aku tidak pernah tinggal di rumah bertingkat.

Tante-Yang-Tak-Akan-Kusebut-Namanya rupanya telah berusaha keras. Kamarku ditatanya dengan menarik. Perabotnya memang tidak sekeren kamar tidurku di rumah Mama yang tahun lalu telah kurombak habis-habisan dengan seluruh uang hadiah ulang tahunku..

Tante-Yang-Namanya-Tak-Akan-Kusebut ini menyambutku dengan ramah. Aku bisa melihat, dia agak gugup. Sikapnya mengingatkan diriku sendiri ketika berkunjung ke rumah Adit pertama kali. Bedanya, tante yang satu ini bukannya jadi gagap atau apa, tapi jadi ramah luar biasa.

Aku cepat-cepat permisi ke kamar tanpa peduli pada makan siang yang sudah disiapkan di atas meja. Meski aku sebetulnya ingin juga melongok isi meja makan itu. Ikan laut di tanah Makassar tentu lebih segar daripada yang sehari-hari kumakan di Jakarta.

“Lana?”

Nah! Sekarang dia melongokkan kepalanya di balik pintu. Aku sudah menduga dia pasti akan muncul untuk mencoba berbaik-baik denganku. Kasihan dia, sebab usahanya tak akan berhasil.

“Kamu mau mandi dulu? Gatal-gatal ya, nggak enak?”

Dia kelihatan prihatin. Aku jadi kesal, dia pasti tahu aku alergi debu. Apa lagi yang diceritakan ayahku kepadanya? Bahwa aku berpenyakitan? Bahwa aku tak bisa berlama-lama di bawah terik matahari? Bahwa aku bisa batuk-batuk di ruangan ber-

AC?

“Lana, Tante suruh bikinkan air panas ya?”

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience