BAB 14

Family Completed 22120

ANDJANI:

Semakin kupikirkan semakin aku merasa marah. Sikap Imran kerap membuatku tersinggung. Kenapa dia terus menerus menyalahkan aku dan bukannya membuka mata atas sikap putrinya? Pantas anak manja itu tumbuh sedemikian pincang. “Kamu sadar tidak, menyuruhku terus-menerus mengalah hanya membuat anakmu makin manja,” kataku keras-keras. Lalu keluar kamar dengan membanting pintu. Ketika melewati kamar Lana, ingin rasanya menggedor pintu dan menyuruhnya mengepak koper sekarang juga.

Aku tidak sudi lagi menerimanya di sini. Anak tak tahu diri!

Bayangkan, aku sampai mengingatkan ayahmu agar menyempatkan diri menemanimu di sini, tapi lagi-lagi dia membuatku merasa tidak becus menanganimu. Kenapa aku mesti repot, tokh aku bukan ibumu. Sementara kamu bersikap seolah-olah dosaku begitu besar untuk dimaafkan. Kurasa kau mesti tahu, ayahmulah yang telah membuat langkah pertama. Dan kedua, ketiga, dan mungkin seterusnya sampai kami menikah. Lalu setelah dilihatnya betapa dia telah memeras kehidupanku ke dalam kotak kecil sesak atas nama rumah tangga, dia mulai memperlakukanku seperti debu yang harus ditepis.

Aku? Asal kau tahu, gadis kecil, aku bahkan mencoba menahan diri karena menenggang perasaan ibumu!

LANA:

Terdengar suara keras yang tidak jelas dari arah kamar Papa.

Sebetulnya aku pingin mengintip, tapi sial… tidak ada lubang kunci di pintu. Jadi kuputuskan membuat celah tipis, namun bersamaan dengan bantingan pintu oleh Tante Andjani. Sehingga cepat-cepat kututup kembali.

Kenapa? Kenapa? Bahkan kalau tidak salah sempat kudengar namaku disebut. Namun tentu bukan aku penyebabnya, Tante Andjani pasti sudah tahu tentang wanita lain ayahku. Dan sekarang… dan sekarang… Papa akan segera kembali bercerai. Dia akan seperti memutar ulang kehidupannya untuk yang kedua kalinya. Atau kalau dia menikah dengan Tante Rima, itu yang ketiga kalinya.

NURUL:

Acara yang membosankan, namun aku harus hadir. Apalagi tuan rumah sudah berpesan agar aku hadir dengan berdandan cantik! “Aku ingin memperkenalkanmu dengan seseorang,” katanya.

Seseorang itu belum juga kutemui, sementara temanku si tuan rumah belum lagi terlihat batang hidungnya. Dua puluh menit terakhir aku hanya mendengarkan celotehan ibu-ibu rumah tangga yang tidak kumengerti. “Nurul?” sebuah suara menyapa. Seorang pria yang tidak kukenal.

“Saya Sammy,” diulurkannya tangan. “Teman Rindu.”

Jadi dialah yang akan dikenalkan kepadaku. Seorang pria yang menurut Rindu penampilannya akan sanggup menggetarkan hati, tapi sejauh ini yang kurasakan hanyalah kedataran hati. Sebab, terus-terang dia bukan tipeku. Tubuh jangkungnya kurus, kulitnya pucat dengan wajah yang tirus seperti orang sakit, masih ditambah helai-helai rambut yang terlalu lurus macam lidi. Dan suara beratnya terlalu halus didengar.

“Ya, bagaimana kalau kita mengambil makanan?” dia menggerak-gerakkan tangan dengan gaya lucu. “Lapar…”

Aku tersenyum. Kekakuan itu langsung mencair, aku suka karena sikap terus terangnya.

“Sudah lama? Maaf sekali, Rindu sebetulnya menyuruhku datang lebih awal, tapi ada urusan mendadak yang harus diselesaikan,” katanya.

“Setelah itu aku buru-buru kemari, berharap Anda tidak bosan mesti menunggu.” Aha, pekerja keras dan simpatik. Kembali kutambahkan point yang baru saja kuberikan.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience