BAB 28. Kemungkinan

Romance Completed 9248

Di tengah kerumitan hidup pasangan ini, mereka mendapat kemudahan dalam memiliki keturunan. Anak mereka lahir, bertepatan hari lahir Wirya Adimulya. Dalam hati Krisna berpikir bukankah ini semua pertanda bagus? Siang itu, lahirlah putri dari Krisna Adimulya. Proses kelahiran yang normal berlangsung di klinik kecil itu. Krisna langsung yang menolong persalinan istrinya, dibantu Bu Mujibe. Ia harus membuka jalan lahir anaknya agar tidak terjadi ruptur di area intim istrinya. Sementara Bu Mujibe memandu Adiba mengejan. Sebagaimana sifatnya yang sedikit bicara, Adiba juga tidak banyak bersuara ketika menahan sakit. Ia terlihat lemas, tetapi ternyata cukup kuat mengejan.

Krisna berdoa dalam hatinya sepanjang waktu. Tak seberapa lama, kepala bayi terlihat dan ia menyeru bersemangat. "Ayo, sayang, terus dorong! Dorong! Iya, bagus. Sedikit lagi. Ya, ya! Alhamdulillah, Subhanallah, ya Allah ...."

Suara tangis bayi pecah membahana dalam klinik kecil itu. Air mata Krisna menetes penuh kelegaan. Akhirnya tahapan menegangkan menjadi seorang ayah telah dilaluinya. Bayi perempuan itu hadir ke dunia disambut sang ayah. Krisna sendiri yang memotong tali plasenta bayinya sembari menangis haru. Bahagia yang tak dapat dijelaskan dengan kata-kata. Ia dan Adiba sama-sama berjuang untuk bayi mereka. Suara tangis bayi itu menjadi pertanda kehidupan baru telah dimulai.

Bu Mujibe membersihkan bayi itu lalu menyerahkannya ke tangan Adiba. Adiba tak bisa berkata apa pun menatap wajah bayi mungil itu. Air matanya mengalir tak terbendung. Keringat dan tetesan darah lelahnya menjadi terbayar impas setelah anak itu sampai ke tangannya.

"Selamat, Diba. Putrimu sangat cantik," puji Bu Mujibe. Ia juga terharu sampai meneteskan air mata karena menyaksikan ketekunan Dokter Krisna melayani istrinya, sampai menghadapi ke bagian paling eksplisit proses melahirkan.

Adiba tidak menyahut karena terlalu terpana. Akhirnya ia menimang seorang anak setelah pernah kehilangan satu kali. Makhluk itu terlihat sangat kecil dan rapuh, tetapi suaranya sekencang badai. Adiba jadi terpikir keinginan suaminya memiliki anak-anak berambut keriting. Kepala bayinya ditumbuhi rambut halus dan tipis sehingga tidak bisa dipastikan rambutnya keriting atau lurus. Juga matanya. Entah warna matanya apa, mengikuti sang ayah atau sang ibu. Namun, itu tidak menjadi hal yang harus dipedulikan lagi bagi Adiba dan Krisna setelah melihat anak mereka terlahir sehat dan sempurna.

Rasa sakit melahirkan telah berlalu, tergantikan tangis dan tawa haru, akan tetapi untuk Adiba masih harus melewati proses penyelesaian setelah melahirkan. Krisna bersiap menjahit luka episiotomi istrinya. Krisna tatap Adiba, yang tengah asyik menatap putri mereka.

Adiba kemudian balas menatap suaminya. Ia tersenyum tipis. Meskipun wajah Krisna ditutupi masker, Adiba bisa melihat mata pria itu berkaca-kaca bekas menangis.

"Diba, ini Mas mau jahitin luka episnya ya. Kalau sakit, kamu harus tahan ya, Dek," ujar Krisna.

"Iya, Mas," sahut Adiba lalu ia bersandar tenang seolah rasa sakit tidak ada apa-apanya lagi baginya.

Menjahit luka adalah kemampuan lebih yang dimiliki Krisna karena ketekunannya mampu menyatukan lapisan perineum dengan sangat rapi dan memastikan liang istrinya dibentuk ulang sebagus mungkin. Sambil dijahit, Adiba belajar menyusui bayinya. Itu pun berlangsung tanpa kendala. Bayi mungil itu menyusu dari payudaranya sehingga tidak menangis lagi. Suasana tenang dan terpancar hawa kehangatan cinta kasih dalam ruangan itu.

Selesai menjahit luka dan membersihkan perlengkapannya, Krisna ke sisi Adiba dan mengazani putrinya. Bayi itu terlelap di tangannya. Krisna pandangi dengan sorot terkagum-kagum.

"Mas ingin namain dia Adisna. Adisna Putri Adimulya," gumam Krisna.

"Adisna?" ulang Adiba.

"Iya. Gabungan Adiba dan Krisna," jawab pria itu dengan wajah semringah.

Adiba mangut-mangut saja. Krisna kembali menatap sang putri lalu mengecup keningnya. "My preety sunshine," pujinya pada sang bayi. Kemudian ia timang bayi itu sesaat.

Bu Mujibe menghampiri Krisna. "Biar saya bawa dia, Dok. Saya yang urus. Jadi Pak Dokter dan Adiba bisa istirahat," katanya.

"Oh iya, ini. Tolong ya, Bu," ucap Krisna seraya menyerahkan bayinya ke tangan bidan itu. Bu Mujibe membawanya ke ruangan lain sehingga tinggal ia dan Adiba berduaan.

Krisna segera memeluk dan mencium Adiba. "Oh, sayang. Da.da ini rasanya plong melihat kalian berdua dalam keadaan selamat dan sehat. Serasa Mas masih bermimpi bisa membantu ngelahirin anak Mas sendiri."

Adiba menanggapi dengan lemah lembut. Ia usap pipi Krisna lalu menyentuh kerah bajunya yang basah oleh keringat. "Makasih ya, Mas. Berkat kerja keras Mas, lahirannya lancar dan Adiba juga gak terlalu kesakitan."

Krisna jadi salah tingkah. "Apaan sih, Diba? Justru Mas yang berterima kasih pada kamu. Kamu sudah mengandung dan melahirkan anak Mas. Mas jadi gak sabaran pengen punya lagi."

Adiba mencebik dan mencubit Krisna. "Mas ah! Baru aja lahiran, Mas sudah ngomong gitu. Diba masih takut, Mas. Lagian itu di bawah gimana? Habis dilalui barang sebesar itu, apa gak kendur?"

Krisna terkekeh. "Gak papa. Ntar rapat lagi kok. Sudah Mas atur jahitannya."

Adiba malu mendengarnya. "Emang bisa, Mas? Kayak baju gitu, dijahit dikecilin?"

"Ya bisa dong! Mas pernah belajar dengan ahlinya, jadi Mas tau," ujarnya penuh percaya diri.

Adiba terdiam takjub. Krisna mendekapnya erat dan menumpu dagu di puncak kepalanya. Pria itu lalu berujar terharu. "Hari lahir anak kita sama dengan hari lahir ayah Mas loh, Dek. Mas yakin ini sebuah pertanda Adisna bakal diterima oleh keluarga besar Mas, terutama Ayah. Kalau kamu dan Disna Mas bawa ketemu orang tua Mas, kamu siap 'kan, Dek?"

Adiba gentar hingga ia mendesah gelisah. "Tolong, Mas, jangan bicarakan itu dulu. Diba benar-benar gak siap. Diba pikir lebih baik seperti ini saja. Diba gak peduli hal lainnya."

Krisna pun diam. Bagaimanapun, sebagai laki-laki yang punya rasa tanggung jawab besar, ia ingin anak dan istrinya mendapat pengakuan semua orang. Rasanya tidak lengkap jika ia tidak membuat acara besar-besaran merayakan kelahiran anaknya selayaknya seorang Adimulya. Entah kapan hal itu bisa terwujud. Lagi-lagi ia hanya bisa berdoa saja, semoga keajaiban segera terjadi.

*** Bagaimana Chamomile menata alur kisah keluarga kecil ini hingga ada pengakuan? Apakah seperti khayalan kalian? Penasaran? Ikuti terus episodenya yaa. Jangan lupa follow akun ChamomileTea.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience