hal 18

Drama Series 1133

Jam menunjukan pukul satu dinihari ketika paman berlari menuju ruangan dimana Aya juga Ralia dirawat.

Krraakkc... Suara pintu dibuka. Paman melihat Aya dan Ralia tidur berdampingan. Paman juga melihat Raditya tengah berdiri diantaranya melihat mereka.

Tiga puluh menit yang lalu Raditya menghubungi paman yang derada dikantor polisi, Raditya memberi tau jika Aya dan Ralia dirumah sakit paman telat datang karena karena banyak yang harus diurusnya.

Raditya tersenyum ketika tau jika paman sudah datang, mereka berduapun duduk disofa dan paman mendengarkan apa yang dijelaskan Raditya mengenai kenapa dirinya bisa berada bersama Aya.

Paman berterimakasih kepada Raditya yang sudah menolong Aya, paman juga berterimakasih karena Raditya sudah menjaga mereka berdua.

"Paman jangan sungkan, kita sudah lama kenal tidak ada yang salah jika kita saling menolong" ucap Raditya tersenyum

"Nona Aya terlihat sangat lemah mungkin karena akhir akhir ini terasa sangat berat buat Nona Aya"

"Maaf jika saya tau dari awal mungkin saya bisa membantu mencari Ralia, tapi syukur allhamdulillah sekarang Ralia sudah ditemukan"

"Saya tidak minta ini dirahasiakan, tapi saya juga berharap Tuan Komisaris tidak menceritakan ini pada siapapun"

"Panggil saya Raditya sepertinya itu terdengar lebih nyaman daripada komisaris" sela Raditya tersenyum ramah melihat paman.

"Itu tidak mungkin saya lakukan tuan"

"Setidaknya panggil nama saja ketika diluar pekerjaan"

Rrrrrrddd... Rrrrddddddh ponsel paman bergetar. Pamanpun izin sesaat untuk menjawab ponselnya dan langsung terlihat jelas raut wajah paman yang berbeda dari sebelumnya.

"Apa ada sesuatu yang terjadi? " tanya Raditya melihat paman seksama.

"Bagaimana saya harus memulainya... Saya diminta kembali kekantor polisi karena ada satu hal yang belum bisa saya jelaskan"

"Terus"

"Sepertinya saya harus segera pergi tapi bagaimana dengan... "

"Paman gak usah kuatir biar saya yang menjaga mereka berdua" sela Raditya mengerti

"Terimakasih banyak tuan komisaris terimakasih banyak sudah banyak membantu"

"Raditya saja"

Paman tersenyum dengan mata berkaca kaca beberapakali dia berdiri membungkukan badannya berterimakasih kepada Raditya yang merasa tidak nyaman karenanya.

Paman pergi meninggalkan kembali Raditya ditengah tengah Aya dan Ralia.
Sebenarnya paman sengaja pergi karena ingin membiarkan Raditya lebih lama berada disisi Aya.
Entah benar atau salah apa yang dilakukan paman malm itu, paman berharap Aya bisa membuka hatinya untuk lakilaki lain. Paman berharap Aya bisa menerima Raditya disisinya mengisi kekosongan sosok yang dibutuhkan Ralia.

Raditya melihat Aya seksama, beberapa kali dia memastikan suhu tubuh Aya yang dirasa sudah lebih baik dari sebelumnya.
Dan malam itupun Raditya terus berjaga ditengah rasa penasarannya kepada Aya.

*

Jam menunjukan pukul delapan pagi ketika samarsamar terdengar suara tawa Ralia ditelinga Aya, perlahan Aya membuka matanya, mengedip ngedipkannya berusaha tersadar dari tidurnya.

Aya merasa tubuhnya lemas kepalanya pusing dan kakinya sakit.
Aya mengangkat tangannya yang terpasang infusan, Aya melihat kakinya yang diperban dan pakaiannya sudah diganti dengan pakaian rumahsakit.

Aya menarik nafas panjang dia melihat Ralia tengah bercengkrama dengan seseorang lakilaki yang membelakanginya.

"Kevin" ucap Aya pelan tersenyum, namun senyum itu hilang ketika sosok lakilaki itu berbalik dan melihatnya.

"Raditya" ucap Aya dalam hati merasa canggung.

Sekilas ingatannya kembali ketika malam tibatiba dia pingsan dan Radityalah orang yang ada didekatnya.

"Kamu sudah bangun" tanya Raditya membantu Aya mengatur tempat tidurnya pada posisi yang benar.

"Terimakasih" ucap Aya seiring teriakan Ralia yang memanggilnya ibu.

"Ibu" ucap Ralia manja sembari menunjukan tangannya yang diperban.
Raditya yang melihat itu dengan tersenyum dan hati hati mengangkat tubuh kecil Ralia memindahkannya ketempat tidur Aya agar Aya bisa menyentuhnya.

"Ralia sayang, maafkan ibu" ucap Aya menitikan airmata memeluk menciumi Ralia dan Raditya yang tersenyum juga terharu menyaksikan mereka.

"Ibu, tangan Ralia sakit" ucap Ralia meringis membuat Aya dengan cepat melepaskan pelukannya melihat Ralia dengan penuh rasa sayang.

"Ralia baik baik sajakan? "

"Hmmm"

"Ibu kangen sekali sama Ralia"

"Ralia juga" jawab Ralia memeluk Aya yang wajahnya masih terlihat pucat.

"Pagi... " ucap seorang dokter wanita bersama dua orang perawat yang berjalan dibelakangnya datang untuk memeriksa keadaan Aya juga Ralia.

"Ibunya biar tante dokter periksa dulu ya, nanti giliran Ralia" ucap dokter itu membuat Raditya sigap langsung memindahkan Ralia ketempat tidurnya.

Dan Dokter wanita itupun memeriksa keadaan Aya juga menyuntikan obat lewat selang infussannya.

"Ibunya sudah selesai, sekarang giliran Ralia" ucap Dokter itu melihat Ralia.

Belum apa apa Ralia sudah menangis membuat Raditya langsung menggendongnya menenangkan Ralia yang terlihat takut ketika didekati dokter yang hendak memeriksanya dan tangis Ralia semakin kencang ketika seorang perawat mengeluarkan jarum suntiknya.

Tidak ada yang bisa Aya lakukan selain melihat bagaimana Raditya menggendong Ralia dan menenangkannya.
Entah kenapa saat itu mata Aya berkacakaca dalam hati dia berharap jika yang menggendong Ralia saat itu bukan Raditya melainkan Kevin ayahnya.

"Gak apa apa digendong ayahnya saja" ucap dokter yang mengira jika Raditya adalah ayahnya dan Radityapun merasa jika dia nyaman memeluk Ralia merasa jika dia benar benar ayah Ralia.

"Senangnya bisa melihat satu keluarga berkumpul" ucap dokter sebelum pergi menganggap jika mereka adalah satu keluarga.
Raditya tersenyum sembari memeluk Ralia dipangkuannya dan Aya merasa canggung karennya.

Jam menunjukan pukul sebelas siang ketika Ralia terlelap tidur karena pengaruh obat yang diberikan dokter padanya.
Raditya menyelimuti Ralia memeriksa perban yang menutupi tangan Ralia dan Aya melihat itu semua.

"Pulanglah, kamu pasti banyak pekerjaan yang harus kamu urus" ucap Aya membuat Raditya melihatnya.

"jika paman sudah datang aku pasti pergi" jawab Raditya seraya berjalan menuju sofa.

"Terimakasih sudah membuat Ralia tenang" ucap Aya yang hanya dijawab anggukan kepala saja oleh Raditya yang melihatnya namun tak lama karena Raditya langsung meraih sebuah surat kabar yang ada diatas meja.

Raditya membaca surat kabar sesekali dia melihat Aya yang memang sudah mencuri perhatiannya membuatnya penasaran ingin tau lebih banyak tentangnya meski dia sadar dia tidak akan mudah mendapatkan perhatian Aya yang hatinya sudah terisi oleh sosok Kevin ayah dari Ralia, bayangan Radityapun kembali kepada sebuah kalung berliontin hati yang ketika dibuka terlihat jelas poto Aya dan Kevin namun segera ditepisnya dan kembali fokus kepada bacaan disurat kabar yang dipegangnya.

Raditya melihat Aya yang tengah berusaha mengikat rambutnya namun Aya terlihat kesulitan karena jarum infusan yang membuat tangannya sakit ketika bergerak.

Raditya yang melihat itu langsung saja menghampiri Aya. tanpa meminta izin terlebih dahulu Raditya meraih ikat rambut milik Ralia ditangan Aya.
Aya terkejut melihat apa yang dilakukan Raditya dan seperti sudah terbiasa, dengan terampil memakai jari jemarinya sebagai sisir Raditya mengikat rambut panjang Aya.
Aya terdiam membiarkan Raditya melakukannya dan mata Ayapun kembali berkacakaca kembali teringat sesuatu yang tidak asing baginya.

Sekilas Aya teringat kembali kejadian enam tahun lalu disaat Kevin mengikat rambutnya ketika dia sakit.

(Yang baca part 1 pasti tau adegan ini hehe..)

Dan kini Raditya melakukan hal yang sama padanya membuat Aya mengingat kembali kenangannya tentang kejadian enam tahun lalu tentang kebersamaannya dengan Kevin dan itu membuatnya kembali merindukan sosok Kevin yang memang tidak mudah untuk dilupakannya.

Cckkrakkkhh... Suara pintu dibuka membuat Aya dengan cepat mengusap airmatanya dan membuat Raditya langsung melihat kearah pintu yang ternyata saat itu yang datang adalah Dea juga Andika. dan untuk beberapa saat suasana menjadi hening Dea dan Andika berdiri terpaku melihat Raditya tengah berusaha merapikan dan mengikat rambut Aya.

"Apa mereka saling mengenal? " ucap Dea dan Andika pelan secara bersamaan merasa canggung.

"Sepertinya kita datang diwaktu yang tidak tepat" bisik Dea pada Andika benar benar canggung berada diruangan itu.

"aku akan pergi karena kalian sudah datang" ucap Raditya pada Aya yang menjawabnya hanya dengan anggukan kepala saja.

Raditya pergi berlalu begitu saja tersenyum melihat Dea dan melewati Andika yang sebelumnya Raditya menepuk nepuk bahu Andika.

"Apa hubunganmu dengan kakakmu kurang baik? " tanya Dea melihat Andika

"Apa kita harus saling berpelukan terus berciuman untuk dibilang harmonis? " sela Andika cepat tersenyum melihat Dea yang menyeringai sinis karenanya.

"Tapi aku seperti pernah melihat kakak kamu tapi dimana ya aku lupa" ucap Dea berfikir

"Jangan terlalu keras difikirkan, aku senang kamu pelupa" timpa Andika cepat membuat Dea melihatnya dengan sorot mata yang tajam.

Dea masuk menghampiri Aya bertanya bagaimana keadaan Aya, begitu juga dengan Andika yang ikut bertanya bagaimana keadaan Aya juga Ralia.

Dea bercerita dia pulang jam dua pagi dan tidak tau jika Ralia sudah ditemukan, ponsel Dea lowbat, telpon rumah juga menggantung membuat Dea kesulitan untuk menghubungi dan ketika sampai dirumah dia tidak mendapati siapasiapa baru keesokan harinya dia dapat kabar dari paman jika Ralia sudah ditemukan dan Aya dirawat dirumah sakit.

"Mungkin sekarang paman masih dikantor polisi mengurus semua tentang Ralia" ucap Dea seraya melirik Andika yang duduk disofa membaca surat kabar yang sebelumnya dibaca Raditya.

Tak lama Ralia terbangun membuat Dea langsung menghampiri memeluk Ralia, Dea bahagia Ralia sudah kembali bisa dilihatnya kembali bisa dipeluknya.

"Nona" ucap Ralia menunjukan tangannya yang diperban.

"Apa ini sakit? " tanya Dea meliat Ralia yang hampir menangis

"Hemmm" Ralia menganggukan kepala.

"Sayang, nona kangen kangen kangen sekali sama Ralia" ucap Dea menciumi Ralia.

"Paman" ucap Ralia manja kembali menunjukan tangannya yang terluka membuat Andika langsung duduk disampingnya memeluknya berucap jika dia sangat menyayangi Ralia dan Aya tersenyum melihat Ralia bahagia.

Tak lama pintu kembali dibuka, ternyata yang datang saat itu adalah paman, bisarah dan satu orang wanita berumur tiga puluh tahunan berpakaian lusuh berkulit hitam lebam karena terbakar matahari yang mengikuti dibelakangnya.
Dan saat itu paman menghampiri Aya dan memperkenalkan seorang wanita yang dibawanya itu.

"Ayo perkenalkan sendiri nama kamu" ucap bisarah

"Na na nama saya Rosma, saya adalah pemulung yang selama beberapa hari kemarin bersama dengan Ralia maksud saya nona Ralia" ucap Rosma gemetaran menunduk tidak berani melihat wajah Aya. Ketika itu Rosma menjelaskan semuanya pada Aya. Rosma bilang jika dia menemukan Ralia menangis dipinggir jalan dan ketika ditanya kenapa Ralia tidak berucap apa apa kecuali dia ingin ice krim dan ingin pulang namun dia tidak tau harus mengantar Ralia kemana karena Raliapun tidak tau alamat rumahnya dan Rosma tidak berani mengantar Ralia kekantor polisi dengan alasan yang dia sangat takut berada diwilayah yang banyak polisi. Hingga akhirnya Rosmapun membawa Ralia pulang kerumah kardus miliknya.

Ralia ikut kemanapun Rosma pergi, Ralia makan makanan yang sama dengan yang dimakan Rosma dan Ralia memakai pakaian yang dipakai Rosma karena Rosma tidak memiliki baju anak kecil untuk dipakai Ralia.

Rosma bercerita tentang luka ditangan Ralia. saat itu sepulang mereka mulung, Rosma membawa Ralia berlari menghindari kejaran polisi yang sudah berada dirumah kardusnya.
Saat itu Rosma berfikir dia akan dipenjara karena sudah mencuri satu kotak susu dan makanan diminimarket buat Ralia yang kesulitan ketika makan makanan yang diberikannya. Ralia menangis meminta susu membuat Rosma yang hanya memiliki sedikit uang memberanikan diri untuk mencuri.
Ketika berlari sebuah motor yang melaju kencang menyerempet Ralia hingga akhirnya Ralia terluka dan kini terbaring dirumah sakit.

"Saya tidak menculik Nona Ralia, saya bukan penjahat" ucap Rosma melipat kedua tangannya memelas didepan Aya.

"Bibi Rosma jangan nangis" ucap Ralia yang kemudian menangia membentangkan tangannya meminta Rosma untuk menggendongnya dan kini Raliapun berpindah digendong Rosma yang sebelumnya digendong Andika.

"Ibu jangan marahin bibi Rosma" ucap Ralia polos didalam tangisnya didalam gendongan Rosma yang memang sangat menyayanginya.

"Ibu boleh bibi rosma tinggal sama Ralia? " tanya Ralia pada Aya yang tidak bisa menolak keinginannya karena untuk pertama kalinya Aya melihat Ralia menangis untuk seseorang.

Saat itu Aya tidak mau membuat Ralia sedih untuk menolak permintaan Ralia. Rumahnya cukup besar jadi tidak akan ada masalah jika menambah satu orang saja selain itu Rosma juga bisa membantu bisarah melakukan pekerjaan rumah.

Sedari awal Rosma sudah menyangka jika Ralia adalah anak orang kaya karena itu bisa dilihat dari pakaian yang Ralia pakai.
Dan melihat kendaraan yang paman gunakan untuk mengajaknya.

Jam menunjukan pukul delapan malam ketika Aya dan Ralia kembali diperiksa Dokter yang datang bersama perawatnya.
Ketika itu dirumah sakit hanya ada Dea saja karena paman harus pulang untuk mengantar Bi Sarah juga Rosma kerumah.

Selesai diperiksa dokter, Dea berhasil membuat Ralia yang menangis karena melihat dokter tertidur dengan dongeng yang diceritakannya.

"Bi, Dea pamit pulang sekarang" ucap Dea melihat Aya seraya berkata lagi jika paman sedang dalam perjalanan kerumah sakit untuk bergantian berjaga.

"Iya, hati hati dijalan" ucal Aya pelan tersenyum tipis melihat Dea yang juga melihatnya.

Tanpa berucap apa apa lagi setelah meraih tas selempangnya Deapun keluar meninggalkan Aya.

"Dimana dia? " ucal Dea matanya mencari cari dimana Andika yang sudah keluar terlebih dahulu ketika dirinya membacakan dongeng buat Ralia.

"Seharusnya dia bilang jika ingin pulang duluan bukan pergi begitu saja" gerutu Dea ketika berjalan.

Dea berfikir mungkin saat itu Andika memang sudah terlebih dahulu pulang namun ketika keluar dari lift Dea melihat Andika tengah duduk dikursi tunggu bersama beberapa wanita dan mereka terlihat sangat akrab membuat Dea berdecak sinis melihatnya.

"Lihatlah betapa murah sekali senyum itu dia umbar pada wanita lain" gerutu Dea kesal melangkahkan kakinya berusaha tidak mempedulikan Andika yang masih tertawa bersama beberapa wanita.

"Hey Nona, sini... " teriak Andika melambaikan tangannya namun Dea tidak peduli dia terus saja berjalan melaluinya.
Karena Dea tidak mempedulikannya Andikapun berlari mengejar Dea meninggalkan para wanita yang menyayangkan dirinya pergi.

"Kamu marah, aku panggil diam saja... Hmmm aku lupa jika setiap waktu kamu kan selalu marah marah.. "Ucap Andika membuat Dea meliriknya tajam.

Dea masuk kedalam taxi yang baru saja menurunkan penumpangnya, dia masuk begitu saja meninggalkan Andika tanpa memberinya kesempatan untuk berbicara.

Entah kenapa Dea marah dia benar benar tidak suka ketika Andika tertawa bersama wanita lain selain dirinya dan itu sungguh sangat mengganggunya.
Dea kesal terlebih Andika membiarkannya pergi begitu saja padahal dia berharap Andika mengajaknya mengantarkannya pulang atau memberhentikan taxi yang ditumpanginya dan Andika ikut masuk kedalamnya duduk satu kursi bersamanya.

"Dasar playboy... Aku pasti sudah tidak waras jika sampai menyukainya"

Andika tersenyum melihat Dea pergi dengan taxi yang membawanya dan senyum itu memudar seiring jauhnya taxi yang ditumpangi Dea.

"Sebaiknya seperti ini dan sebaiknya berakhir disini" ucap Andika didalam hati terus melihat taxi yang menjauh dan terus menjauh hingga tak dilihatnya lagi.

Bersambung...

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience