Keesokan harinya seperti biasa Dea datang ketoko bunga yang sudah sibuk dengan rutinitas seperti biasanya, namun hari itu toko bunganya terlihat sibuk dengan banyaknya pesanan melalui telpon.
Banyaknya pesanan tak diimbangi dengan banyaknya pekerja yang hanya berjumlah delapan orang itu juga termasuk sopir yang suka mengantar pesanan dengan mobil baknya.
Sebenarnya untuk membuat buket bunga Dea tidak membatas jumlah yang harus dibuat dan terjual karena ukurannya kecil bisa dibuat sendiri dan tidak memakan waktu banyak. namun untuk membuat karangan bunga yang berukuran besar seperti papan bunga anniversary dan semacamnya Dea membatas hanya lima maksimal delapan dalam sehari. Namun pagi itu karena ada pegawai baru bernama Sani yang belum mengetahui aturan ditokonya dia menerima semua pesanan lewat telfon yang jika dijumlah semua berjumlah lebih dari sepuluh.
"Kamu tau satu papan bunga dikerjakan berapa lama? "
"Maaf kak, saya gak tau"
"Seharusnya kamu tanya dulu sama senior kamu jangan asal main terima pesanan aja"
Rara terlihat marah kepada Sani diruangannya. Dea yang baru datang melihat itu langsung menghampiri.
"Ada apa si Ra pagi pagi sudah marah marah aja" tanya Dea melihat Sani yang tertunduk kena marah Rara
"De, hari ini kita banyak pesanan, anak baru ini menerima semua pesanan lebih dari jumlah yang sudah ditentukan, kita tidak mungkin membatalkannya"
"Terus"
"Masalahnya jumlah bunga yang ada ditoko gak bakalan cukup De"
"Hubungi paman adam aja, bereskan" jawab Dea santai
"Dea.... Kita kekurangan tangan buat mengerjakan itu semua.... Dua orang pekerja kita hari ini gak masuk kerja... Untuk mengerjakan satu papan bunga aja lebih dari dua jam baru kelar, pekerja kita juga gak mungkin semua mengerjakan bunga papan, karena anak baru ini juga menerima pesanan dari setiap telfon yang memesan karangan bunga tangan" ucap Rara menjelaskan akhirnya Dea mengerti kenapa Rara marah dipagi hari.
"Maaf kaka saya gak tau" ucap Sani menyesal
Dea menarik nafas panjang dia berfikir cara agar semua pesanan diantar tepat waktu.
"Berapa jumlah papan bunga yang dipesan? "
"Ini" Rara memberikan catatan berisi kode papan bunga dan karangan bunga tangan yang dipesan pada Dea.
"Untuk kamu jangan terima pesanan lagi, tutup toko karena hari ini kita akan fokus pada pesanan online saja" perintah Dea pada Sani yang langsung bergegas pergi
"Ra, kamu bantu pekerja yang sedang membuat papan bunga, jangan sampai mereka salah apalagi berbeda dari kode yang diminta pelanggan. Biar aku yang membuat karangan bunga... Ok" perintah Dea yang juga membuat Rara bergegas melakukan pekerjaannya.
Dea meraih ponselnya menghubungi paman adam agar segera mengirim berbagai macam bunga yang dibutuhkannya.
Dea mengikat rambutnya yang panjang, menggulung kemeja ditangannya dan diapun mulai melakukan keahliannya merangkai satu persatu rangkaian buket bunga dengan tangannya dibantu pekerja yang sudah membuat kesalahan.
"Butuh bantuan? " tanya seorang laki laki yang dari suaranha saja Dea sudah dapat mengenalinya. Ya benar dia adalah Andika yang masih setia dengan celana pendeknya, kaos putih oblongnya, sendal jepitnya dan jam tangan bermerknya.
"Kamu bisa melakukannya? " tanya Dea melihat Andika yang jaraknya hanya satu meter saja didepannya.
"Tentu saja" jawab Andika cepat langsung menghampiri para pekerja juga Junot yang sudah mendahuluinya sedang sibuk membantu Rara membuat papan bunga.
Dea tersenyum melihat Andika membantu ditokonya sebenarnya Dea sudah tau jika Andika akan datang karena dia mendengar ketika Rara menghubungi Junot dan berbicara jika Andika juga akan membantunya.
Entah kenapa meski Andika narsis dan mengganggunya Dea menyukai apapun yang dilakukannha Dea merasa nyaman namun dia masih belum bisa mengakuinya terangterangan.
"Seharusnya kamu terseyum karena bekerja dengan laki laki tampan seperti aku"
**
Jam menunjukan pukul sebelas siang ketika mobil yang mengangkut bunga bunga dari paman tiba didepan toko bunganya. Sebagian dari pekerja langsung berlari memindahkan semua bunga bunga ke ruangan tempat mereka merangkainya.
Rara terlihat sibuk memberi arahan dimana mereka harus meletakan bunga bunga yang baru datang.
Andika terlihat sibuk membantu pekerja yang masih membuat papan bunga.
Junot sibuk memisahkan huruf yang akan dipasang dipapan bunga.
Sementara Dea tengah sibuk menghitung dan memeriksa kemana bunga bunga yang sudah selesai harus dikirim.
Waktu berlalu begitu cepat namun belum semua pesanan terpenuhi.
Dea terlihat masih sibuk membuat karangan bunga tangan dan sesekali beranjak dari tempatnya ketika pelanggan yang memesan datang untuk membawa karangan bunga tangan yang di buatnya.
"Terimakasih, silahkan datang lagi" Sani pegawai baru ditoko bunganya tersenyum melihat Dea yang dinilainya selain baik, cantik dia juga ramah.
Jam menunjukan pukul satu siang ketika Andika membantu pekerjanya mengangkat papan bunga yang sudah selesai ke atas mobil bak untuk dikirim kealamat pemesannya.
Tinggal setengah dari pesanan lagi yang masih dalam pengerjaan namun Dea yakin semua akan selesai tepat pada waktunya.
Siang itu para pekerja tidak beristirahat menyantap makanan diluar karena Andika bilang jika Junot akan mentraktir semuanya makan makanan dari kedai paman Robi.
Lagi lagi Andika membuat keputusan sendiri tanpa bertanya dulu pada Junot yang kembali mengeluh meringis pada Rara jika uangnya habis dirampok Andika yang hanya tersenyum tak bersalah melihatnya.
Deapun memesan Pitza dan minuman bersoda untuk semua pekerjanya dan itu membuat para pekerja bersorak dan bersemangat untuk menyelesaikan karangan bunga papan.
Hari itu ditoko bunga Dea benar benar sibuk, selesai makan makanan dari kedai paman Robi mereka semua bekerja lagi.
Dea melayani pelanggan yang mengambil pesanan buketnya.
Andika kembali membantu mengangkat papan bunga ke mobil untuk diantar ke pemesannya.
Dea tidak bisa berbohong dia sangat bersyukur akan kehadiran Andika yang sudah membantunya menolong semua pesanan diantar tepat pada waktunya. Namun Dea masih cuek berlaga masih tak peduli meski dalam hati senang ketika Andika tibatiba memasangkan bunga dirambutnya.
Jam menunjukan pukul empat sore ketika semua pekerja selesai mengerjakan pekerjaannya semua bersorak karena sudah berhasil mengerjakannya.
Semua papan bunga sudah diantar kepenerimanya, hampir semua buket bunga juga sudah di ambil pemesannya.
Karena semua pekerjaan sudah selesai Deapun memesan Pitza dan minuman bersoda untuk semua pekerjanya dan itu membuat para pekerja bersorak dan bersemangat untuk bersih bersih membereskan semua sampah yang dihasilkan dari pekerjaannya.
Sembari menunggu pitza datang Andika membantu semua pekerja memisahkan memasukan sampah steropom dan sampah daun bunga. Dea yang sedang duduk dimeja kasir memeriksa pembukuan sesekali mencuri pandang memperhatikan Andika namun taklama karena dia takut Andika menyadari dia tengah memperhatikannya.
Sebenarnya Andika pun melakukan hal yang sama pada Dea, dia juga sudah tau dan menyadari jika Dea memperhatikannya.
"Aku memang benar benar tampan"
***
Jam menunjukan pukul lima sore ketika pesanan pitza datang dan Rara membantu Dea untuk membagikan.
"Aku juga mau minum" pinta Andika pada Dea
"Ni" dengan ketus manja Dea memberikan
"Tanganku kotor" Andika menenjukan tangannya yang memang kotor membuat Dea membantu memegangi minuman agar Andika bisa menyedotnya lewat sedotan.
"Orang baik memang selalu diberi kesempatan" ucap Andika pelan membuat Dea meliriknya tajam.
Andika kembali membantu membereskan semuanya hingga tuntas dia beberapa kali melewati Dea yang sedang menikmati pitza.
"Aku juga mau pitza" pinta Andika berdiri didepan Dea dan langsung menyodorkan pitza yang masih ditempatnya
"Tanganku kotor" ucap Andika lagi membuat Dea mau tak mau membantu Andika memegangi pitza untuk dimakan Andika yang tersenyum karenanya.
"Dik tinggal satu lagi" teriak Junot membuat Andika kembali bekerja dan membuat Dea kembali melanjutkan menyantap pitzanya.
Dea beranjak dari tempat duduk kasir untuk masuk keruangannya namun langkahnya terhenti ketika tiba tiba Andika berdiri didepannya memberi isyarat untuk Dea kembali mengisi mulutnya dengan pitza yang dipegangnya.
Andika tersenyum merasa senang karena Dea menuruti keinginannya.
Namun bukan itulah yang membuat Dea berdiri mematung Dea tidak menyangka jantungnya akan berdegup kencang ketika tibatiba Andika yang berjalan didepannya menghentikannya dengan satu gigitan pada pitza yang hendak digigitnya. Entah Andika sadari atau tidak apa yang dilakukannya itu membuat wajah mereka begitu dekat bibir mereka beberapa centi lagi bersentuhan membuat Dea menelan ludahnya sendiri canggung akan sekitar meski tak satupun dari mereka memperhatikannya karena masih sibuk dengan pekerjaannya.
Apa yang baru saja dialami Dea ternyata tak dirasakan Andika yang terlihat biasa biasa saja bahkan tidak mempedulikannya malah asik dengan perbincangannya bersama Junot dan para pekerja lainnya namun entah kenapa saat itu Dea malah tersenyum terus melihat Andika yang benar benar sudah mencuri perhatiannya.
Jam menunjukan pukul tujuh malam ketika semua pekerja bubar dan pulang beristirahat setelah seharian bekerja penuh.
Rara juga sudah pulang diantar Junot memakai motornya.
Sementara Andika masih asik berkumpul berbincang dengan Ketiga pekerja lakilaki yang memang tinggal diruangan tokobunganya.
Kala itu Dea tidak ikut berkumpul karena dia masih sibuk dengan pekerjaannya, saking sibuknya Dea tak merasakan kehadiran Andika yang kini tengah memperhatikannya.
Andika memperhatikan Dea secara seksama, kaki Dea yang memakai heels, rambut Dea yang diikat, mata Dea yang memakai kacamata ketika membaca, tangan Dea yang sedang menulis semua tak luput dari perhatiannya dan senyum itu terus menghiasi bibirnya.
"Apa dia sengaja membiarkan semua orang melihat bagian tubuhnya?" ucap Andika dengan mimik wajah kesalnya ketika dengan jelas melihat leher Dea yang bersih dengan bulu bulu halus dan beberapa helai rambut yang terlepas dari ikatannya.
"Jangan melihatku seperti itu, aku sudah tau jika aku ini memang cantik" ucap Dea seraya menghampiri Andika dan menyodorkannya beberapa lembar uang hasil kerjanya bersama Junot
"Ambil lah, ini upah kerjamu dan temanmu karena sudah membantuku ditoko" ucap Dea lagi membuat Andika menerima uang itu dengan perasaan senangnya.
"Kalau aku tau bayaranku banyak seharusnya dari kemarin aku sudah bekerja disini" ucap Andika menghitung uang yang diberikan Dea dan berniat jika Junot tidak akan menerima uang yang sudah ada ditangannya.
"Terserah" jawab Dea berlalu melewati Andika dengan tas slempang dibahunya namun dengan cepat Andika berdiri didepannya menghalangi langkahnya.
Dea mengipas ngipaskan tangannya memberi isyarat agr Andika pergi tak menghalangi langkahnya.
"Cuman tinggal kita berdua saja ditempat ini"
"Tuh ada mereka bertiga" sela Dea cepat menunjuk ketiga pekerja yang sedang berkumpul dengan matanya. Deapun kembali melangkahkan kakinya melewati Andika dan Andika melepas jepitan dirambutnya hingga rambutnya yang panjang terurai dan Andika kena kibasannya ketika Dea berbalik melihatnya.
Dea terkejut dengan apa yang dilakukan Andika dengan segera Dea meraih kembali jepitan rambutnya dan pergi meninggalkan Andika yang terus saja melihatnya dengan senyuman.
"Apa yang dilakukannya? melepas jepitan dirambutku dia pikir dia siapa" Dea menggerutu kembali menjepit rambutnya dan saat itu Andika melihat semuanya hingga kembali melihat leher Dea yang bersih membuat Andika menelan ludahnya sendiri membuat jantungnya berdegup dengan kencang.
"Aku antar kamu pulang" ucap Andika setengah berlari agar bisa menyusul langkah kaki Dea.
Andika berlari mendahului Dea dan dengan segera membuka pintu ferrari nya dengan bangga namun itu tak serta membuat Dea bergegas masuk kedalamnya.
"Sebenarnya dia itu siapa, jam tangan mewah, mobil ferrari tapi baju tidak pernah ganti" ucap Dea dalam hati menggelengkan kepala memperhatikan sendal jepit Andika
"Masuk lah" Andika mendorong paksa Dea untuk masuk kedalam mobilnya.
Bbrruggh... Dengan cepat Andika menutup pintu mobilnya membuat Dea bingung karenanya.
"Dia itu kenapa" Dea bergumam melihat Andika berputar dan kini masuk kedalam mobilnya.
Andika memasangkan seatbelt buat Dea, bahkan Andika membuat Dea bersandar dikursinya dan Dea hanya bisa bengong saja dibuatnya.
Selama perjalanan tidak seperti biasanya Andika diam dia hanya tersenyum sesekali ketika melihat Dea yang tengah asik dengan ponselnya dan itu membuat Andika senang karena dengan leluasa dia bisa melihat memperhatikan Dea tanpa harus berdebat dulu sebelumnya.
"Jangan melihatku seperti itu, kamu akan terpesona"
"Aku tidak keberatan karena aku sudah terpesona sejak pertama aku melihatmu"
"Iisshhh.... " Dea melirik tajam Andika yang tersenyum melihatnya.
"Aku lelah, bangaunkan aku jika sudah sampai... Dan jangan macam macam jika kamu masih ingin bernafas" ucap Dea membuat Andika kembali tersenyum semakin tak bisa berpaling untuk terus memperhatikannya.
Mata Dea, hidung Dea, bibir Dea tak luput dari perhatiannya. Bahkan ketika Dea berpaling dengan leluasa Andika bisa melihat leher Dea yang membuatnya kembali menelan ludah dan membuat jantungnya kembali berdegup dengan kencang.
Hampir satu jam akhirnya Andikapun sampai didepan gerbang pintu masuk kerumah Dea.
"Seperti apa rumah yang ada didalamnya" ucap Andika pelan hanya bisa melihat pagar tralis diapit tembok beton berhiaskan bunga climbing rose karena tak ada celah untuk melihat rumah seperti apa dibalik tembok itu.
"Klik... Andika membidik wajah Dea dengan kamera digitalnya, saat itu Dea terlihat nyenyak dan Andika tak tega jika harus membangunkannya.
"Rrrrrdddd..... Rrrddddd.. Ponsel Dea bergetar membuat Dea perlahan membuka matanya dan tersadar jika dia sudah berada tepat di depan tempat tinggalnya.
"Apa mimpimu barusan adalah tentangku" Andika tersenyum melihat Dea yang sibuk melihat wajahnya dicermin tidak mempedulikan pertanyaannya.
Andika menarik tangan Dea ketika Dea membuka pintu mobilnya hendak keluar meninggalkannya.
"Apalagi? " tanya Dea santai melihat Andika yang terus mendekatinya dekat dekat dan semakin dekat.
Dug dug dug jantung Dea berdegup dengan kencang ketika Andika terus mendekatinya menahan tangannya kuntuk membuka pintu mobil dan Andika kembali melepas jepitan dirambut Dea, merapikan rambut Dea hingga lehernya kini tak bisa dilihatnya.
"Tampilah terus seperti ini agar aku bisa terus melindungimu" ucap Andika pelan membuat Dea terdiam dan untuk beberpa detik mereka berdua saling berpandangan.
Untuk pertama kalinya didalam hati Dea mengakui jika detik itu Dia sudah menyukai Andika.
Dan malam itu Dea tidur dengan mudah, dia memimpikan semua indah yang sudah dilaluinya bersama Andika membuatnya tersenyum ditengah tidurnya.
Bersambung....
Share this novel