Keesokan harinya tepatnya di toko bunga Dea terlihat melamun dia tidak fokus dengan pekerjaannya.
Dea tidak mengerti sebenarnya apa yang terjadi pada dirinya, semenjak dia buka mata hingga sekarang dia terus merindukan Andika, dia rindu bagaimana Andika mengganggunya, menggodanya dengan semua rayuan gombalnya.
Dea tidak mengerti kenapa Andika tidak lagi datang ketika pagi, ketika siang dan ketika malam.
Dihari berikutnya dan berikutnya Andika tidak juga datang mendatanginya membuat Dea semakin tak bisa mengendalikan perasaannya dia benar benar merindukan Andika sangat merindukan Andika tapi dia tidak berani menghubunginya meski nomor ponsel Andika tercatat diponselnya.
Pagi itu sama seperti pagi pagi sebelumnya. Dea tak lagi mendapati Andika ketika dia membuka pagar padahal dia sengaja tidak membawa mobil pribadi dia berjalan kaki dengan alasan akan menggunakan jasa taxi padahal dia berharap ketika membuka pagar Andika berdiri menyambutnya dengan senyuman.
Dea sadar mungkin selama ini dia terlalu kasar pada Andika yang tiba tiba menghilang begitu saja.
Namun sesekali keegoisan Dea kembali muncul ketika jarinya hendak menyentuh tombol call diponselnya.
"Seingatku aku tidak pernah menyakitinya... Dia yang terlebih dahulu menyakiti perasaanku dengan mengumbar senyum pada semua wanita dia pikir dia itu siapa...
Seharusnya dia yang menghubungiku terlebih dahulu, diakan sudah tau nomor ponselku apa susahnya menghubungiku terlebih dahulu, diakan anaknya Dewiaryani tidak mungkin kehabisan pulsa...
Aaaaahhhh.... Terserahlah. Toh sebelumnya diapun pernah menghilang.
Dia pikir dia siapa seenaknya saja datang dan pergi... Aku benar benar sudah gila sudah menyukainya" gerutu Dea panjang lebar mondar mandir didepan tempat tidurnya lalu melempar ponsel yang dimarahinya ke sofa yang ada dikamarnya kemudian diapun bersembunyi dibalik selimut putihnya.
keesokan harinya keadaan masih sama masih tanpa Andika ketika membuka pagar. akan tetapi meski masih berharap Andika menemuinya namun Dea sudah mulai sedikit terbiasa tanpa kehadiran Andika.
Dea berusaha mengembalikan hari hari sebelumnya ketika dia belum mengenal Andika.
Makan sarapan bersama Ralia dan Aya dimeja makan, sesekali melihat kabar tentang Kevin di ponselnya dan pergi bekerja membuat buket bunga atau membantu Rara merangkai bunga papan.
Dea sudah mulai terbiasa melalui hari harinya dengan menyibukan diri di toko bunga, sesekali Dea keluar makan bersama dengan Rara dan bermain bersama Ralia.
Sudah satu bulan lebih Dea melalui hari harinya tanpa Andika yang mengganggunya. Andika seperti hilang ditelan bumi tanpa jejak, karena terakhir Dea berusaha menghubungi ternyata nomor Andika sudah tidak terpakai membuat Dea berhenti berharap dan memang seperti itulah seharusnya.
Kini Dea sudah tidak berharap melihat senyum Andika yang menyambutnya dipagi hari, kini Dea sudah tidak berharap Andika datang membawa sekotak bekal untuknya makan siang dan Dea sudah tidak lagi penasaran ingin menghubungi Andika.
Semuanya sudah kembali normal hari hari Dea kembali seperti sebelum Andika terlibat didalam hidupnya dan sedikit demi sedikit dia bisa mengendalikan perasaannya buat Andika yang dinilainya tidak akan berguna buat hidupnya.
Sore itu Dea dan Rara menghabiskan waktunya untuk membeli beberapa kebutuhannya di mall dan mereka makan di pood court yang lumayan penuh dengan pelanggan namun Dea dan Rara senang karena mereka bisa melihat keindahan kota dari atas sembari menyantap makanan dan mengenang ketika mereka berada di desa.
"Kamu nyari apa? " tanya Dea yang melihat Rara celingukan
"Junot bilang dia mau kesini, karena kebetulan dia sedang kerja didaerah sini" jawab Rara sibuk dengan ponselnya.
"Junot" ucap Dea pelan seketika membuat jantungnya kembali berdebar dengan kencang karena dimana ada Junot disitu Andika berada.
"Hay disini... " ucap Rara berdiri melambaikan tangannya membuat Dea spontan menoleh dan ternyata yang datang adalah Junot benar benar Junot yang datang seorang diri tanpa Andika seperti harapannya.
"Kamu makin cantik aja" ucap Junot pada Rara seraya memeluknya didepan Dea.
"Kalian gak malu dilihat banyak orang" ucap Dea santai sebenarnya iri melihat kemesraan yang tunjukan Rara dan Junot didepannya.
"Eh ada Nona, lama tidak jumpa bagaimana kabarnya" tanya Junot tersenyum duduk tepat disamping Rara
"Masih baik baik saja dan masih terlihat cantik" jawab Dea seraya menyedot minumannya dengan sedotan.
"Sayang kamu mau pesan apa? Aku yang bayarin"
"Tidak usah sayang, aku baru saja nerima gaji pertamaku jadi aku yang bayar" jawab Junot kembali berpegangan tangan dengan Rara didepan Dea yang benar benar iri karenanya.
"Waaahhhh... Lihat sayang"
"Lihat apa"
"Itu" tunjuk Junot kearah luar mall pada sebuah billboard megatron membuat Dea juga sedikit melihat dengan sudut matanya.
"Itu bukannya Tiara" ucap Rara melihat wajah Tiara terpasang di billboard megatron dan Deapun melihatnya dengan jelas.
(Jika kalian baca setiap chap kalian akan inget siapa Tiara hehe..)
"Terlihat cantik dan elegant" ucap Junot seketika membuat Rara mencubit tangannya
"Awww sakit sayang"
"Berani sekali kamu bilang cantik pada wanita lain sementara aku ada didepanmu" ucap Rara marah melipat kedua tangannya membuat Dea tersenyum melihatnya.
"Jangan salah paham dulu sayang, maksud aku yang cantik dan elegan itu hasil potonya, Andika yang menghasilkan poto itu. Gitu maksudnya sayang" bela Junot berusaha membuat Rara tak lagi marah padanya.
"Aw... Sakit sayang" ucap Junot kembali mendapat cubitan ditangan dari Rara
"Jangan bahas masalah Andika didepan Dea" bisik Rara pada Junot terdengar jelas ditelinga Dea yang berusaha jika dia tidak merasa terganggu mendengar nama Andika.
"Kenapa? " tanya Junot masih tidak mengerti padahal Rara sudah memberinya isyarat untuk Junot agar dia tidak berbicara tentang Andika.
"Nanti saja kita bicara" jawab Rara lagi masih berbisik menarik tangan Junot mengajaknya pergi dan meninggalkan Dea yang berusaha tersenyum meski senyumnya terlihat aneh dipaksakan.
"Apa benar poto itu Andika yang ambil?" tanya Dea melihat wajah cantik Tiara yang memang terlihat sangat jelas di billboard megatron sekilas diapun ingat setiap kali bersama Andika Dea selalu melihat Andika tengah memegang camera digitalnya Andika tidak pernah jauh dari benda kecil yang bernama camera.
"Hasil jepretannya memang bagus" ucap Dea membuat hatinya bimbang pikirannya menerka nerka selama hampir dua bulan ini Andika kemana apa dia bersenang senang dengan Tiara. Dea juga baru tau jika ternyata Andika itu adalah seorang photografher.
"Sudah berapa wanita yang dia ambil gambarnya?... Pantas saja dia tidak menghubungi, mengganti nomornya. ternyata dia bersenang senang bersama wanita dengan pekerjaan sebagai alasannya" ucap Dea menghela nafas merasa kesal kenapa dia harus tau kenyataan yang sebenarnya tentang apa yang dilakukan Andika dimasa dia sudah belajar untuk melupakannya.
"Dan kenapa harus dia model nya" hentak Dea sedikit menggebrak meja melihat sinis senyum Tiara tidak sadar jika kini dia menjadi pusat perhatian sebagian orang.
*
Jam menunjukan pukul tujuh malam ketika Dea mondar mandir didepan tempat tidurnya.
Dea terlihat berfikir dalam hati sungguh penasaran bagaimana kini dengan Andika.
"Kenapa dia datang lagi disaat aku sudah berusaha melupakannya" ucap Dea menjatuhkan tubuhnya ditempat tidur.
"Apa aku benar benar suka padanya?... Apa sekarang aku merindukannya?... Aku pasti sudah gila... Aaaakkkk... Dea membalikan tubuhnya memukul mukul tempat tidur seraya berteriak.
"Kenapa dia tidak mengunjungiku? " tanya Dea kembali berfikir dan tersadar hanya berfikir saja tidak akan menjawab rasa penasarannya karena banyak sekali yang ingin dia tanyakan pada Andika namun dia masih bingung alasan apa yang akan digunakannya untuk menemui Andika.
"Sandal jepi" ucap Dea sumringah seperti mendapatkan pencerahan.
Dengan senyum yang terhias dibibirnya Dea berlari kedapur meminta paperbag kepada bisarah juga Rosma. Dan setelah mendapatkan apa yang diinginkannya Deapun kembali masuk kedalam kamarnya memasukan sendal jepit milik Andika kedalamnya.
"Iiissshhh... Apa aku sudah tidak waras? Kenapa aku melakukan ini?.... Aaahhh siapa yang perduli setidaknya dia harus menjelaskan kenapa dia tiba tiba menghilang begitu saja" ucap Dea pelan pada dirinya sendiri berusaha yakin dan mengesampingkan hargadirinya yang tinggi.
Dea mengganti pakaiannya dengan pakaian yang membuatnya terlihat casual. Jeans, sweater rajut putih polos, dan heels.
"Sudah masuk musim hujan tentu saja diluar cuaca sangat dingin" ucap Dea melihat penampilan keseluruhannya didepan cermin setelah sedikit memoles wajahnya dengan makeup.
Awalnya Dea ingin menggulung rambutnya tapi dia ingat Andika lebih menyukai jika Dia menggerai rambutnya dan saat itu Deapun melakukannya membiarkan rambut panjangnya terurai begitu saja.
"Apa aku benar benar akan melakukannya? Akukan tidak tau dia tinggal di unit berap.... Hmmmmm.... Andika bukan orang biasa biasa pasti sangat mudah menemukan tempat tinggalnya" gerutu Dea lagi lagi memastikan apa yang akan dilakuknnya.
dan kemudian dengan senyum keyakinan penuh dalam hati Deapun melangkahkan kakinya berpamitan pada Bisarah memeluk menciumnya membuat Bisarah terkejut dan Rosma tersenyum bingung karenanya.
Malam itu Dea benar benar pergi menuju apartemen Andika diantar taxi juga paperbag yang terus saja didekapnya.
"Apa yang akan aku katakan ketika berhadapan dengannya? " ucap Dea pelan membuat keyakinannya sedikit goyah namun dia tidak mungkin kembali pulang sebelum mendapat jawaban atas rasa penasaran yang selama ini dipendamnya.
"Akhirnya sampai juga" ucap Dea dalam hati menarik nafas panjang berusaha tenang.
"Aku harus kemana sekarang? " tanya Dea pada dirinya sendiri lalu kemudian melangkahkan kakinya menuju resepsionis.
"Ada yang bisa saya bantu? " tanya resepsionis wanita dengan tersenyum ramah bertanya pada Dea.
"Boleh saya tau atasnama Andika tinggal di lantai berapa? " ucap Dea ragu akan mendapat jawaban
"Andika tinggal di lantai 30" ucap seorang pria yang ternyata adalah Raditya kakanya Andika membuat wajah Dea memerah karna malu.
"Apa kabar? " tanya Dea gugup melihat Raditya kini berada didepannya
"Kamu keatas saja dilantai 30 tidak ada kamar lain selain tempat tinggal Andika" ucap Raditya tersenyum tipis melihatnya lalu kemudian pergi dengan alasan masih ada keperluan lain.
"Ahhhh.... Malu malu malu malu..... " teriak Dea dalam hati.
"Masih ada yang bisa saya bantu? " ucap resepsionis membuat Dea tersadar tersenyum menggelengkan kepala.
Dea melangkahkan kakinya menuju lift bibirnya terus berucap Andika lantai 30 Andika lantai 30
Ting... Dari kejauhan terdengar pintu lift terbuka dan melihat Andika berada didalamnya, Dea merasa senang dia bahagia karena akhirnya Dea bisa melihat wajah Andika lagi yang saat itu Dea melihat model rambut Andika berbeda membuat Dea tersenyum mengakui jika Andika terlihat makin keren saja.
Dea menarik nafas panjang hendak memanggil Andika. Namun ketika hendak bersuara Dea melihat Tiara berjalan dibelakang Andika dan itu seketika membuat senyum Dea hilang terlebih dia melihat Teresa menarik tangan Andika menahannya ke dinding lalu mencium bibir Andika dan Andika dilihatnya membiarkan saja.
"Ber ci u man" ucap Dea shok serasa tidak bernafas dengan mata yang berkaca kaca dan pprrraaakkkkhh.... Dea menjatuhkan ponselnya membuat Andika langsung melihatnya.
"Dea" ucap Andika melepaskan Tiara dan berlari menghampiri Dea yang tengah memungut ponselnya.
"Dika... Dika... Andika... Teriak Tiara namun tidak di pedulikan Andik yang menghampiri Dea jelas itu membuat Tiara semakin membenci Dea.
Dea terlihat gugup ketika Andika mendekatinya entah kenapa saat itu Dea tidak bisa menahan airmatanya dan Andika melihat itu semua.
"Bodoh... Kenapa aku harus datang ketempat ini" ucap Dea dalam hati
"Kamu nangis?... Kamu salah paham De" ucap Andika seraya menerima paperbag yang diberikan Dea padanya.
"Maaf karena tidak mengembalikannya dari awal, maaf juga sudah mengganggu kebersamaan kalian"
"Apa yang kamu lihat tidak seperti apa yang kamu bayangkan" ucap Andika meyakinkan mengimbangi langkah Dea yang semakin cepat.
"Itu bukan urusanku"
"Dea" Andika menarik tangan Dea membuat langkah Dea berhenti dan kini mereka berdua saling berhadapan membuat Andika dengan jelas bisa melihat mata Dea yang berkacakaca.
"Dengarkan dulu penjelasanku, aku juga tidak tau kenapa Tiara melakukan itu padaku" Andika dengan sungguh sungguh berusaha meyakinkan Dea tidak mempedulikan Tiara juga beberapa orang yang melihatnya, namun saat itu Dea malah melepaskan tangan Andika dari tangannya lalu kemudian pergi tanpa berucap tanpa melihat wajah Andika namun kembali Andika mengimbangi langkah cepatnya.
"Taxi" ucap Dea memberhentikan taxi yang hendak pergi setelah menurunkan penumpangnya.
"De apa yang kamu lihat tidak seperti apa yang kamu bayangkan" ucap Andika lagi menghalangi Dea ketika Dea hendak masuk kedalam taxi.
"Aku tidak membayangkan apa apa"
"Setidaknya kamu dengarkan dulu apa aku katakan"
"Dari tadi aku mendengarkan" sela Dea sembari berputar masuk kedalam taxi lewat pintu yang satunya lagi membuat Andika kehilangan kesempatan untuk menjelaskan karena Dea sudah masuk kedalam taxi yang tak lama kemudian melaju pergi meninggalkan Andika yang semakin merasa bersalah karenanya.
"De Dea.... Teriak Andika mengejar laju taxi membuat paperbag yang dibawanya terjatuh karena laju taxi yang semakin cepat dan diapun akhirnya tertinggal membiarkan Dea pergi dengan taxinya.
"Kenapa ini harus terjadi" ucap Andika menyesal melihat taxi yang membawa Dea pergi lalu kemudian memungut paperbag yang terjatuh.
Andika melihat isi paperbag dari Dea yang membuatnya menarik nafas panjang semakin merasa bersalah pada Dea.
Bersambung...
Share this novel