Jam menunjukan pukul delapan pagi ketika Aya masuk kedalam mobil yang dikendarai paman.
Sebelum pergi Aya berbicara pada bisarah lagilagi dia merepotkan bisarah karena harus menjaga Ralia karena hari itu dia akan benar benar sibuk dengan kebun bunganya.
"Aya pergi dulu bi" pamit Aya pada bisarah yang kemudian pergi meninggalkan bisarah yang masih berdiri melihat Aya pergi melewati pagar yang otomatis terbuka ketika mobil yang dikendarai paman mendekatinya.
Aya terkejut ketika melihat Andika ada disekitar rumahnya, Ayapun meminta paman untuk berhenti lalu kemudian Aya keluar dari mobil menghampiri Andika.
Andika sedikit membungkukan badannya begitu juga Aya yang membalasnya tanda saling menghormati.
"Saya yang mengantar Dea tadi malam, apa Dea baik baik saja? " tanya Andika mengawali yang dijawab Aya jika Dea baik baik saja.
"Sebaiknya kamu pulang, Dea tidak akan menemui orang jika sedang sakit seperti itu" ucap Aya membuat Andika menganggukan kepalanya dan setelah itu Ayapun pergi meninggalkan Andika yang belum beranjak dari tempatnya.
"Apa benar tidak apa apa" tanya Andika pada dirinya sendiri sembari kembali masuk kedalam mobilnya.
Hari itupun Andika lalui dengan pikiran yang terus tertuju pada Dea.
Andika menyalakan kamera digitalnya melihat wajah Dea yang langsung membuatnya tersenyum sendiri.
"Cieeee akhirnya Andika move on" goda Junot dan Rara yang langsung menggoda Andika lagi jika dibelakang punggung Andika banyak bungabunga dan bentuk hati beterbangan.
*
Keesokan harinya diwaktu dan tempat yang sama Andika berdiri disamping mobilnya menunggu Dea berharap hari itu Dea keluar meski Rara sudah bilang jika dalam dua hari kedepan dia tidak akan bisa bertemu Dea jika Dea sedang dalam masa rutin nya.
Dan hari itupun kembali Andika lewati dengan perasaan penasarannya kepada Dea hingga membuatnya diam didalam mobil mengamati tokobunga tempat Dea bekerja dengan fikiran yang selalu terbayang wajah Dea ketika bersama sama dengannya.
Sementara itu ditempat yang berbeda Dea sedang duduk dimeja makan tengah menikmati sepotong roti bakar dan segelas susu buatan bisarah.
Dea sudah terlihat lebih baik, wajahnya tak lagi pucat dan sakit diperutnyapun sudah berkurang.
Ketika itu tiba tiba pikiran Dea tertuju pada Andika. Dia kembali mengingat kejadian ketika dia bersama dengan Andika.
Keesokan harinya Andika kembali menunggu Dea ditempat biasanya. Hari itu dia berharap bisa bertemu dengan Dea karena Dea sama sekali tidak pernah menjawab telphonnya.
"Tidak kerja, OKE KARENA DIA SAKIT...
Tidak menjawab telphon, APA TANGANNYA JUGA SAKIT... Aku rasa dia jadi tidak bisa bicara" gerutu Andika mondar mandir didepan mobilnya dengan ponsel yang dipegangnya.
"Siapa yang tidak bisa bicara? " tanya Dea menghampiri Andika yang terkejut hingga menjatuhkan ponselnya.
"Kamu tidak muncul selama empat hari, dan sekarang datang langsung menghancurkan ponselku"
"Kamu yang menjatuhkan kenapa aku yang disalahkan" jawab Dea melihat Andika memungut ponselnya.
"Sedang apa kamu disini? "
"Tentu saja aku datang karena aku merindukanmu"
"Ha ha ha ha oya... Kamu lucu sekali" Dea menyeringai sinis melihat Andika yang tersenyum padanya.
Tanpa diminta Dea langsung masuk kedalam mobilnya dan Andika terlihat senang karenanya.
Wussshhh.... Mobil yang dikendarai Andika pergi membelah jalan memecah keheningan.
"Bagaimana keadaanmu apa masih sakit? "
"Kalo aku masih sakit aku tidak akan ada disini"
"Terus kenapa tidak menjawab telphon atau chat dariku? "
"Karena aku tidak berminat berbicara denganmu"
"Benarkah? "
"Tentu saja, aku tidak pernah berbohong dengan ucapanku"
"Kamu terlihat cantik hari ini"
"Aku sudah tau"
"Kalau aku tiba tiba menghilang kamu pasti menyesal"
"O ya... Ternyata kamu lebih banyak bicara daripada yang aku bayangkan" jawab Dea cepat berbarengan dengan Andika yang tiba tiba menginjak rem membuat Dea terkejut. Bukan terkejut karena rem tibatiba tapi perhatian Andika yang langsung membentangkan tangannya agar Dea tidak terbentur mobil.
"Kamu tidak apa apa? Tanya Andika melihat Dea yang langsung menganggukan kepalanya.
"Aisshhhh.... Apa mereka bosah hidup atau apa mengendarai motor seperti itu" gerutu Andika masih merentangkan tangannya membuat Dea terpesona terus melihat Andika.
Andika kembali mengendarai mobilnya, sementara Dea fikirannya kembali keingatannya yang sudah berlalu tentang Andika yang mengetahui tentang liontin yang diberikannya kepada Ralia.
"Kenapa kamu tidak bilang jika Dewiaryani itu adalah ibumu" ucap Dea memecah keheningan didalam mobil.
"Apa itu perlu?"
"Tentu saja, aku bisa mengancam kamu dari awal jika aku tau kamu adalah anaknya" jawab Dea cepat melemah membuat Andika menepikan mobilnya mengerti jika yang dimaksud Dea adalah tentang liontin berisi poto Kevin juga Aya yang pernah dilihatnya.
"Tentang apa yang aku lihat ditaman aku sudah melupakannya... Jika kamu minta, apapun aku akan lakukan... Percayalah" ucap Andika membuat Dea menatapnya dan untuk beberapa saat mereka berdua saling bertatapan.
**
Andika pergi setelah mengantarkan Dea didepan toko bunganya. Andika menyetir seperti biasanya namun fikirannya yang tidak fokus membuat diapun menepikan mobilnya,
terlihat raut wajah Andika yang berbeda yang belum pernah terlihat sebelumnya.
Andika menarik nafas panjang beberapa kli dia memejamkan matanya. Seperti berusaha mengingat sesuatu yang sebenarnya ingin dia lupakan didalam hidupnya.
Ingatan Andika kembali ke saat dia masih berseragam olahraga ketika smp. Dalam ingatannya dia mendengar seorang wanita menangis diruangan sekolah tempat barang barang sekolah tidak terpakai.
Andika yang saat itu tengah mencari bola basketnya terkejut karena seharusnya dijam seperti itu sudah tidak ada orang disekolahnya apalagi digudang.
Antara berani dan tidak Andika menghampiri gudang yang semakin dekat semakin jelas terdengar suara tangisan.
Suasana begitu hening dan mencekam dia juga mendengar beberapa mitos tentang sekolahnya namun suara tangisan minta tolong dari dalam gudang menguatkan keberaniannya untuk membuka pintu gudang yang terhalang kayu dari luar.
"Apa ada seseorang didalamnya? Apa mereka masih melakulan buly? " ucap Andika tersenyum ketika membuka palang kayu yang menghalangi pintu untuk terbuka.
Cckkrraakkk... Suara pintu dibuka dan benar saja didalamnya ada seorang wanita menunduk wajahnya tertutup rambut membuat Andika sedikit terkejut.
"Hey, sedang apa kamu disini bukankah kamu seharusnya sudah pulang" ucap Andika menghampiri sudah tau jika wanita didepannya adalah korban buly teman temannya.
Andika berusaha mendekat dan mengulurkan tangannya berniat membantu gadis yang wajahnya masih belum bisa dilihatnya.
"Ayo aku bantu kamu berdiri" ucap Andika yang sangat terkejut ketika melihat wajah gadis itu.
Gadis itu adalah gadis yang menjadi permainan taruhannya bersama teman temannya tadi pagi. Dan kini gadis itu berdiri didepannya menolak bantuannya dan melihatnya dengan sorot mata yang penuh dengan amarah.
Pllaaaakkkkhhh.... Suara tangan menyentuh pipi dengan keras membuat bola basket yang dipegang Andika terlepas dan kembali
Plllaaakkkkkkh.... Andika mendapatkan tamparan yang kedua kalinya dari gadis yang masih melihatnya dengan penuh amarah, kebencian dan sisa sisa air mata masih nampak jelas diwajah gadis itu sementara Andika hanya diam menerima kedua tamparan karena dia juga merasa pantas untuk menerima tamparan itu.
"Aku memang berasal dari desa, tapi bukan berarti kamu bisa seenaknya padaku" ucap gadis itu dengan sorot mata tajam. Dia menyeka airmatanya dengan tangan yang sudah menampar Andika, gadis itu pergi melewati dan meninggalkan Andika yang berdiri mematung karenanya.
Ingatan masalalu Andika tentang sorot mata itu kini dilihatnya lagi ketika melihat mata Dea.
Seumur hidupnya Dea adalah orang yang membuat Andika takut untuk melihat dirinya sendiri.
"Jika yang dikatakan Rara itu benar. Apa yang harus aku lakukan" ucap Andika pelan menundukan wajahnya ke stir mobil yang dipegangnya.
***
Jam menunjukan pukul satu siang ketika Andika berada didepan toko bunga dan tentu saja menunggu Dea, sudah lebih satu jam Andika berada didalam mobilnya namun Dea tak dilihatnya keluar, Andika hanya melihat Rara yang keluar masuk namun dia tak berani mendekati ataupun masuk kedalam toko menghampiri Dea.
Andika terlihat takut namun entah apa yang ditakutinya.
Jam menunjukan pukul tiga siang ketika Andika akhirnya masuk kedalam toko bunga memberanikan diri dan berusaha bersikap seperti biasanya.
Karena wajah Andika sudah sangat sering dilihat para pekerja menganggap jika Andika adalah pacar Dea mereka hanya tersenyum dan membiarkan Andika masuk begitu saja keruangan dimana Dea berada.
Andika melihat saat itu Dea memang tengah sibuk bekerja, Dea terlihat sedang fokus dengan laptopnya hingga takenyadari jika Andika sedang memperhatikannya.
Klik.. Lagi lagi Andika membidik wajah Dea dengan kameranya.
Rrrrrddd.... Ponsel Dea bergetar namun Dea sedikitpun tak menghiraukannya.
"Setidaknya lihat dulu siapa yang menghubungimu, bagaimana jika itu sangat penting"
"Tidak perlu dilihatpun aku sudah tau kalo itu adalah kamu" sela Dea berusaha tetap tenang mengendalikan perasaannya ketika Andika mendekatinya melihat apa yang sedanh dikerjakannya.
"Kamu tau jika aku ada diluar? "
"Tentu saja" jawab cepat Dea tanpa melihat Andika.
"Kamu wanita yang jahat, kamu ingat kamu masih punya hutang satu piring makanan? "
"Terus? "
"Kamu harus segera bayar biar aku tidak lagi mengganggumu" ucap Andika membuat Dea menghentikn pekerjaannya melihat Andika yang ternyata berada tepat di belakngnya. Dan kini mereka kembali saling berhadapan saling bertatapan.
"Kapan aku berjanji? Aku bahkan lupa aku sudah berjanji"
"Ya, kamu memang pelupa. Dan aku selamat karena kamu sudah lupa" jawab Andika seakan menahan Dea untuk terus bersandar dikursi tempatnya bekerja.
"Apa aku harus mentraktirmu makan sekarang? " tanya Dea menatap Andika yang juga menatapnya.
"Apa aku begitu mengganggumu? "
"Tentu saja"
"Kalau begitu lunasi hutangmu biar aku tak lagi mengganggumu" ucap Andika membuat Dea terdiam tak menyangka jika Andika menanggapi serius perkatannya.
" sore ini kita nonton kebioskop bagaimana? Kamu bisa mentraktirku makan disana setelah itu aku tidak akan lagi mengganggumu" tambah Andika masih melihat Dea dengan dekat.
"Boleh, aku menerima tawaranmu bukan karena aku mau tapi karena aku tidak mau kamu ganggu" jawab Dea kembali berbalik dengan kursinya kembali mengerjakan pekerjaannya.
" apa kamu tidak memiliki pekerjaan? " tanya Dea
Klikk... Andika membidik lagi wajah Dea dengan kameranya.
"Aku sedang bekerja" jawab Andika kembali menggambil gambar Dea dengan kameranya.
"Berhenti ngambil gambarku atau aku akan merusak kameramu" ucap Dea melirik Andika tajam yang malah tersenyum melihatnya.
"Kamu sekolah diluar negri? " tanya Dea acuh
"Aku bukan sekolah hanya melarikan diri dari seseorang" jawab Andika melihat Dea seksama
"Apa itu? "
"Kamu akan terkejut jika mendengarnya"
"Aku juga tidak berniat untuk mendengarnya"
"Apa kamu selalu bersikap seperti ini sama laki laki? " tanya Andika memutar kursi Dea hingga kini dia bisa melihat wajah Dea dekat seperti sebelumnya.
"Apa kamu selalu bersikap seperti sama semua wanita? " tanya Dea balik. Dan kini mereka berdua saling berpandangan saling menyembunyikan perasaan saling melempar senyum kekaguman.
"Aku akan menceritakan suatu rahasia besar hingga kita menjadi impas" ucap Andika duduk diatas meja kerja menahan Dea agar tetap menghadap kepadanya.
"Apa laki laki juga punya rahasia? "
"Aku adalah anak ibu, dan kakak berasal dari panti asuhan"
"Maksudmu"
"Itu adalah rahasiaku, tidak ada seorangpun yang tau kecuali kamu"
"Terus"
"Sekarang kita impas. aku dengan rahasiamu dan kamu dengan rahasiaku"
"Kenapa kamu menceritakannya"
"Agar kamu punya senjata untuk mengancamku... Kamu bisa bayangkan apa yang terjadi jika publik tau kalo kakak bukan anak ibuku. semua pemegang saham diperusahaan yang dibangun mendiang ayahku akan kacau mereka akan menjatuhkan kakak dari posisinya sekarang"
Entah apa maksudnya Andika berbicara seperti itu dalam benak Dea mungkin Andika ingin dirinya tenang tidak cemas tentang rahasia Aya, Ralia juga Kevin.
"Selama kita sama sama diam dan saling percaya mereka akan baik baik saja, bukankah seperti itu? " ucap Andika tak sadar membuat Dea menganggukan kepalanya dan kembali mereka berdua saling bertatapan.
Jam menunjukan pukul lima sore ketika Dea dan Andika keluar dari toko bunga.
Saat itu Dea yang ditagih Andika akan janji yang tidak diingatnya berniat untuk membayar hutangnya itu agar Andika tak lagi mengganggunya.
Andika menyetir mobil membawa Dea untuk pergi kebioskop terlebih dahulu sebelum makan direstoran yang dipilihnya.
Tak lama akhirnya mereka sampai juga dibioskop.
Andika membeli popcorn berukuran besar dan satu minuman bersoda.
"Kenapa minumannya cuman satu? "
"Kamu mau? Beli aja sendiri" Andika masuk terlebih dahulu meninggalkan Dea.
Dea ingin sekali memukul Andika. Dea pikir Andika membawa popcorn dan minuman itu untuk dirinya ternyata untuk dimakan sendiri.
Dea duduk dikursi tepat disamping Andika. saat itu Dea terlihat cemberut Andika yang melihat itu tersenyum langsung memberikan minuman yang dibelinya kepada Dea.
"Kamu terlihat cantik kalo lagi marah" bisik Andika membuat Dea tersenyum namun ditahannya.
Andika terlihat menikmati film yang ditontonnya sementar Dea terlihat mengantuk dan akhirnya tidur dibahu Andika.
Andika meraih minuman yang dipegang Dea dan menyimpannya, saat itu Andika membuat Dea senyaman mungkin tidur dibahunya.
Dea terlihat nyenyak tidur dibahu Andika membuat Andika yang seharusnya menonton film yang diputar malah mengamati wajah Dea.
Bulu mata Dea yang lentik membuatnya terkagum kagum, hidungnya, pipinya dan bibirnya.
Andika terus melihat bibir Dea dan pllaaakk.... Andika tersadar ketika kembali mengingat bagaimana dirinya ditampar seorang wanita yang tamparan itu masih sangat terasa dipipinya.
"apa sudah selesai? " tanya Dea mengusap matanya baru tersadar jika dia tidak menonton tapi tidur dibahu Andika yangbterus tersenyum melihatnya.
"Kenapa tidak membangunkan aku? " Dea melihat sekeliling orang yang mulai berhamburan keluar.
"Kamu tidur nyenyak sekali, bahkan sampai mendengkur. Bagaimana aku bisa membangunkanmu" jawab Andika seraya menyedot minuman bersoda yang dipegangnya.
"Aku mendengkur? "
"Hmmmm"
"Bohong"
"Tapi tetap cantik" jawab Andika cepat membuat Dea malu. Entah kenapa hati Dea kini selalu luluh ketika Andika menggombalinya.
Dea dan Andika keluar mengikuti orang orang yang sudah terlebih dahulu keluar.
Sembari berjalan saat itu Dea memeriksa ponselnya yang ternyata banyak sekali panggilan tak terjawab dari Paman Adam membuatnya penasaran dan kembali menghubunginya.
"Ada apa? Wajahmu kusut sekali"
"Ralia hilang" jawab Dea cepat meminta Andika untuk segera mengantarnya kekantor polisi karena Aya dan Paman Adam sudah berada disana.
"Bagaimana Ralia bisa hilang"
"Aku juga belum tau" jawab Dea dengan mata berkacakaca.
Mereka berduapun bergegas pergi menuju mobil diparkiran.
Andika dan Dea tak sadar jika mereka berdua melewati Tiara yang melihat mereka berdua dengan sorot matanya yang tajam.
Bersambung...
Share this novel